Timur Tengah Masih Jadi Kawasan Sasaran Perdagangan Orang dari NTB
Negara-negara di kawasan Timur Tengah masih menjadi sasaran tindak pidana perdagangan orang berkedok pengiriman tenaga kerja dari Nusa Tenggara Barat. Meski penipuan sudah berkali-kali terjadi, warga tetap teperdaya.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Negara-negara di kawasan Timur Tengah masih menjadi sasaran tindak pidana perdagangan orang berkedok pengiriman tenaga kerja dari Nusa Tenggara Barat. Meski penipuan sudah berkali-kali terjadi, warga tetap terpikat tawaran menggiurkan tersebut dengan harapan mengubah nasib.
Sepanjang 2019, Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat berhasil mengungkap enam kasus dengan 9 tersangka dan 13 korban. Pada Oktober ini, telah ditangkap dua tersangka dengan tujuan pengiriman tenaga kerja ke Suriah dan Mekkah, Arab Saudi.
Kepala Subdirektorat IV Reserse Kriminal Umum Polda NTB Ajun Komisaris Besar Ni Made Pujewati, di Mataram, Selasa (8/10/2019), mengatakan, dari enam kasus, empat merupakan kasus perdagangan orang ke Suriah. Adapun dua kasus lagi ke Mekkah.
Tersangka BA, BE, BH, FY, AK, SJ, dan HM melakukan tindak pidana perdagangan orang ke Suriah, sedangkan tersangka SS dan SA melakukan tindak pidana perdagangan orang ke Mekkah. Mereka ditangkap pada kasus berbeda.
Tersangka BA dan BE ditangkap pada awal April. Sementara AK, SJ, dan HM ditangkap pada akhir April dan awal Mei. Tersangka FY dan BH masing-masing ditangkap pada 14 Juni dan 17 Juni. Adapun tersangka SS ditangkap pada 1 Oktober dan SA pada 5 Oktober lalu.
”Dalam pengungkapan TPPO (tindak pidana perdagangan orang) ke Suriah, kami berhasil mengidentifikasi 11 korban. Dari 7 tersangka, dua orang, yakni BA dan BE, harus mempertanggungjawabkan dua perkara sekaligus karena salah satu korbannya anak di bawah umur,” tutur Pujewati.
Adapun untuk kasus tindak pidana perdagangan orang ke Mekkah, dua korban adalah SN dan IR. Keduanya, menurut Pujewati, diketahui tinggal melampaui waktu (overstay) dan sudah meninggal di Mekkah pada Juni lalu. SN dan IR merupakan dua dari empat korban meninggal dalam kebakaran di penampungan ilegal daerah Nakasa, At Taqwa, Mekkah.
SN dan IR merupakan dua dari empat korban meninggal dalam kebakaran di penampungan ilegal daerah Nakasa, At Taqwa Mekkah.
Dalam melakukan kejahatan itu, para tersangka tindak pidana perdagangan orang menawarkan kepada korban untuk menjadi tenaga kerja di luar negeri dengan iming-iming gaji tinggi. Selain itu, mereka juga memalsukan dokumen korban.
Pada kasus dengan korban anak UH yang berjenis kelamin perempuan, misalnya, mereka menawarkan gaji sebesar Rp 6 juta per bulan untuk bekerja di Abu Dhabi. Saat direkrut pada 2015, UH masih berusia 13 tahun. Ternyata, UH tidak dikirim ke Abu Dhabi, tetapi ke Suriah. Gajinya juga hanya Rp 2,3 juta per bulan. UH pada Mei 2019 sudah kembali ke keluarganya di Lombok Utara.
Pada kasus tindak pidana perdagangan orang ke Mekkah, modus yang digunakan para tersangka juga hampir sama. Pada korban SN, misalnya, mereka memalsukan dokumen, seperti kartu tanda penduduk (KTP) korban. Setelah itu, tersangka memberikan uang Rp 2 juta kepada korban atau keluarganya. ”Setelah itu, korban diberangkatkan ke Arab Saudi melalui Surabaya,” ujar Pujewati.
Terhadap para tersangka kasus tindak pidana perdagangan orang ke Suriah, Polda NTB menjerat mereka dengan Pasal 10 dan atau Pasal 11 juncto Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Mereka diancam penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp 600 juta.
Adapun tersangka dengan korban anak-anak dijerat dengan Pasal 76 F juncto Pasal 83 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Sementara untuk kasus tindak pidana perdagangan orang ke Mekkah, Polda NTB menerapkan Pasal 10 dan atau Pasal 11 juncto Pasal 4 UU No 21/2007. Ancaman hukumannya penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp 600 juta.
Perwira Unit II TPPO Polda NTB, Inspektur Satu Rita Yuliani, menambahkan, para tersangka kini ditahan dan menjalani proses hukum.
Upaya menanggulangi tindak pidana perdagangan orang memang tidak hanya dilakukan kepolisian. Pihak terkait, seperti Direktorat Jenderal Imigrasi, juga melakukan hal itu. Pelaksana Tugas Kepala Imigrasi Kelas I Mataram Armand Armada Yoga Surya mengatakan, pihaknya turut mengantisipasi perdagangan orang semaksimal mungkin. Selain lewat wawancara, mereka juga mulai menerapkan sistem terintegrasi bersama dinas kependudukan dan catatan sipil.
Menurut dia, sistem tersebut masih dalam penyempurnaan. Sistem itu dibangun untuk memastikan data pendaftar. Dengan begitu, sebelum membuat paspor, data pendaftar bisa dicek. ”Jika tidak sesuai, berarti ada indikasi pemalsuan,” ucap Armand.