Setelah dilanda musim kemarau selama beberapa bulan terakhir, Kalimantan Barat akan memasuki musim hujan pada Oktober tahun ini. Kali ini, masyarakat diminta mewaspadai ancaman demam berdarah dengue.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·2 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS – Setelah dilanda musim kemarau selama beberapa bulan terakhir, Kalimantan Barat akan memasuki musim hujan pada Oktober tahun ini. Kali ini, masyarakat diminta mewaspadai ancaman demam berdarah dengue.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Harisson, Jumat (4/10/2019), mengatakan, salah satu ancaman penyakit yang muncul adalah demam berdarah dengue (DBD). Kalbar termasuk daerah endemis DBD di Indonesia.
Saat ini, 14 kabupaten/kota atau semua daerah di Pontianak endemis DBD, setidaknya sejak lima tahun terakhir. Padahal, sebelumnya hanya wilayah pesisir yang endemis DBD.
Untuk itu, Harisson berharap, perlu peran serta masyarakat menghadapi hal ini. Ia mengatakan, beberapa hal yang bisa dilakukan seperti mengubur barang bekas, menguras bak mandi, dan membersihkan tempat penampungan air.
"Untuk terhindar dari DBD, kuncinya pengendalian perilaku masyarakat. Jika bisa menjaga lingkungannya maka dapat terhindar dari DBD," kata dia.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Pontianak Sidiq Handanu mengatakan, DBD selalu menjadi ancaman setiap tahun. Apalagi, Pontianak salah satu endemis DBD, setiap tahun harus mewaspadai potensi ancaman. Bulan penghujan, khususnya Oktober, biasanya sangat rawan serangan DBD.
Sidiq mengatakan, tidak bisa menggantungkan diri pada juru pemantau jentik (jumantik). Saat ini, jumantik di Pontianak ada di 23 puskesmas. Jumlah jumantik per puskesmas di Pontianak berkisar 10-20 orang.
“Warga juga diharapkan memantau lingkungannya masing-masing. Sampah-sampah hendaknya ditimbun agar tidak menjadi sarang nyamuk,” kata Sidiq.
Daerah endemis DBD di Pontianak pada umumnya berada di wilayah yang padat penduduk, yakni Pontianak Barat dan Pontianak Kota. Saat air pasang, sampah-sampah akan tersebar ke berbagai sisi, sehingga mengotori lingkungan dan menjadi tempat nyamuk berkembang biak.
Daerah endemis DBD di Pontianak pada umumnya berada di wilayah yang padat penduduk, yakni Pontianak Barat dan Pontianak Kota.
Sejauh ini, kasus DBD di Pontianak cenderung meningkat. Pada 2015 terpantau ada 60 kasus, 70 kasus (2016), dan 100 kasus (2017), 300 kasus (2018). Siklus DBD di Pontianak biasanya kasusnya meningkat pada September, Oktober, November, dan Desember.
Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Pontianak Dadang Fitrajaya, menambahkan, antisipasi rutin pemberantasan sarang nyamuk melalui kader jumantik telah dilakukan. Sejak Juli sudah dilakukan untuk antisipasi baik pengasapan (fogging) di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Setiap Jumat, di berbagai daerah di Pontianak bahkan diadakan bersih-bersih lingkungan.
“Untuk Pontianak siklus lima tahunan sebetulnya sudah tahun 2017. Kala itu, kami bisa diantisipasi, sehingga tidak terjadi lonjakan. Dari Januari-September 2019, kasus DBD hanya 34 kasus,” kata Dadang.
Dadang menuturkan tantangan mencegah DBD di Pontianak adalah mengubah perilaku masyarakat. Masyarakat masih menampung air hujan yang dapat menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk.