Pasar Malam Sekaten Yogyakarta Ditiadakan Tahun Ini
Pelaksanaan tradisi Sekaten di Yogyakarta tahun ini tidak akan diikuti dengan kegiatan pasar malam seperti tahun-tahun biasanya.
Oleh
HARIS FIRDAUS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS – Pelaksanaan tradisi Sekaten di Yogyakarta tahun ini tidak akan diikuti dengan kegiatan pasar malam seperti tahun-tahun biasanya. Peniadaan acara pasar malam itu dilakukan karena sejumlah alasan, antara lain untuk mengembalikan semangat atau roh tradisi Sekaten yang sesungguhnya.
“Itu (peniadaan pasar malam) merupakan dhawuh dalem (perintah Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X),” kata Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Kridhamardawa Keraton Yogyakarta, Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro, dalam konferensi pers di Yogyakarta, Kamis (3/10/2019).
Sekaten merupakan tradisi yang digelar untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad. Tradisi itu dipercaya sudah berlangsung sejak masa Kerajaan Demak pada awal abad ke-16 untuk syiar agama Islam.
Sekaten lalu diteruskan oleh kerajaan-kerajaan Islam di Jawa setelahnya, seperti Kerajaan Pajang dan Kerajaan Mataram Islam. Hingga sekarang, Sekaten masih diteruskan oleh Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta sebagai penerus Kerajaan Mataram Islam.
Prosesi Sekaten di Keraton Yogyakarta terdiri dari sejumlah acara, antara lain ditabuhnya gamelan milik Keraton Yogyakarta, pembacaan riwayat Nabi Muhammad, serta penyebaran udhik-udhik berupa beras, biji-bijian, dan uang logam oleh Raja Keraton Yogyakarta. Tahun ini, Sekaten akan digelar selama beberapa hari pada awal November.
Selama bertahun-tahun, penyelenggaraan Sekaten selalu diikuti dengan pasar malam yang disebut dengan Pasar Malam Perayaan Sekaten. Di pasar malam itu, ada banyak pedagang yang berjualan aneka jenis barang. Ada pula berbagai wahana permainan yang menjadi sarana hiburan bagi masyarakat. Pasar malam itu digelar di Alun-alun Utara yang merupakan milik Keraton Yogyakarta.
KPH Notonegoro menyatakan, peniadaan pasar malam dilakukan karena sejumlah pertimbangan. Salah satunya adalah mengembalikan semangat dan makna Sekaten sebagai tradisi yang memiliki nilai-nilai luhur. Apalagi, dalam pelaksanaan pasar malam, kadang juga ada acara yang dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai Sekaten.
Pasar malam itu bukan bagian dari Sekaten. Jadi, kita coba untuk mengembalikan semangat Sekaten seperti awalnya.
“Pasar malam itu bukan bagian dari Sekaten. Jadi, kita coba untuk mengembalikan semangat Sekaten seperti awalnya,” kata Notonegoro, yang merupakan menantu Sultan Hamengku Buwono X.
Notonegoro memaparkan, dilihat dari sejarah awalnya, pasar malam yang menyertai Sekaten sebenarnya digelar oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda untuk menyaingi tradisi Sekaten yang digelar keraton. Sebab, Sekaten pada masa itu juga kerap dipakai untuk menyampaikan pesan-pesan perjuangan melawan penjajah.
Kondisi itu membuat pemerintah kolonial tidak suka sehingga mereka kemudian menggelar pasar malam untuk menyaingi Sekaten. Dengan adanya pasar malam itu, masyarakat diharapkan tak hadir di Sekaten, tapi justru datang ke arena pasar malam. “Jadi, ceritanya, dulu itu Belanda mengadakan pasar malam untuk memecah perhatian rakyat,” kata Notonegoro.
Notonegoro menambahkan, peniadaan pasar malam itu juga untuk menjaga kondisi Alun-alun Utara Yogyakarta. Setiap usai pelaksanaan pasar malam Sekaten, kondisi Alun-alun Utara Yogyakarta biasanya sangat memprihatinkan karena rumputnya rusak dan banyak sampah bertebaran.
Menurut Notonegoro, untuk menjaga kondisi Alun-alun Utara Yogyakarta, sempat muncul wacana pasar malam Sekaten digelar dua tahun sekali. Namun, Notonegoro belum bisa memastikan apakah wacana itu akan dijalankan.
Wakil Penghageng I KHP Nitya Budaya Keraton Yogyakarta, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Bendara, mengatakan, saat ini, banyak warga yang sudah melupakan nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam tradisi Sekaten. Oleh karena itu, perlu upaya untuk mengenalkan kembali makna dan filosofi Sekaten kepada masyarakat luas.
“Intinya, kita ingin mengembalikan semangat dan makna Sekaten itu sendiri karena sekarang orang sudah mulai melupakan semangat Sekaten,” kata GKR Bendara, yang merupakan putri Sultan Hamengku Buwono X.
Sementara itu, sejumlah pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta irit bicara saat dimintai tanggapan soal peniadaan pasar malam tersebut. Padahal, selama ini, Pemkot Yogyakarta merupakan penyelenggara acara Pasar Malam Perayaan Sekaten.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Yogyakarta Yunianto Dwisutono hanya membenarkan bahwa Pasar Malam Perayaan Sekaten ditiadakan tahun ini. “Betul (pasar malam ditiadakan), seperti disampaikan Gusti Bendara,” katanya.
Adapun Sekretaris Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta Yeti Martanti mengaku belum mengetahui ihwal peniadaan pasar malam tersebut. “Kalau Sekaten selalu ada karena itu, kan, upacara adat. Sementara, masalah pasar malamnya, saya masih belum begitu paham dengan hal ini,” katanya.
Disayangkan
Anggota DPRD Kota Yogyakarta Krisnadi Setyawan menyayangkan keputusan peniadaan pasar malam untuk menyemarakkan Sekaten. Hal ini karena pasar malam itu telah menjadi sumber penghasilan bagi para pedagang dan pelaku usaha di Yogyakarta dan sekitarnya.
“Ibaratnya, pasar malam di Sekaten itu menjadi kegiatan yang memberikan ‘bonus tahunan’ untuk teman-teman pelaku usaha di Yogyakarta dan sekitarnya,” kata Krisnadi, yang berasal dari Fraksi Gerindra.
Krisnadi menyatakan, apabila ada hal yang kurang pas dalam pelaksanaan pasar malam Sekaten, hal itu bisa diperbaiki secara teknis. Oleh karena itu, pasar malam tersebut bisa tetap digelar tanpa harus bertentangan dengan nilai-nilai Sekaten. “Saya berharap, Pemkot Yogyakarta bisa memfasilitasi dialog tentang hal ini,” katanya.