Tekstur Tanah Jadi Tantangan Pembangunan Bandara Purbalingga
Tekstur tanah yang gembur menjadi tantangan pembangunan Bandar Udara Jenderal Besar Soedirman di Purbalingga. Upaya teknis berupa pengecoran dilakukan untuk memadatkan tanah agar target pengoperasian bandara tercapai.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURBALINGGA, KOMPAS — Tekstur tanah yang gembur menjadi tantangan pembangunan Bandar Udara Jenderal Besar Soedirman di Purbalingga, Jawa Tengah. Upaya teknis berupa pengecoran dilakukan untuk memadatkan tanah agar target pengoperasian bandara pada Mei 2020 tetap tercapai.
”Harus ada penguatan tanah karena 6 meter di bawah, tanahnya sedikit lembek, sedikit gembur, sehingga harus diberikan semacam kolom-kolom untuk memperkuat,” kata Menteri BUMN Rini Soemarno, Rabu (2/10/2019) sore, saat berkunjung ke Purbalingga.
Terkait target pembangunan, Rini mengatakan, akhir tahun ini, pembangunan terminal bandara serta pengecoran untuk landas pacu atau runway harus mulai dilakukan.
Pengecoran kolom-kolom untuk runway itu, lanjut Rini, dilakukan setiap 2,5 meter. Untuk mendukung pengecoran tersebut dibutuhkan sedikitnya tiga alat cor. Dua di antaranya sudah ada dan satu lainnya akan didatangkan dari Singapura dalam dua pekan mendatang.
Seperti diberitakan Kompas (12/5), Menteri BUMN Rini Soemarno menegaskan, setahun ke depan, bandara itu sudah bisa beroperasi atau dapat digunakan pada Ramadhan tahun 2020. PT Angkasa Pura II siap menjawab tantangan Menteri BUMN yang meminta pembangunan dipercepat.
Direktur Utama PT Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin menyampaikan, saat ini progres pembangunan bandara mencapai 11,1 persen. ”Jadi, kami masih on the right track dan komitmen untuk Mei 2020 mudah-mudahan masih bisa dikejar. Itu komitmen kami dan komitmen yang disampaikan Bu Menteri yang disampaikan kepada seluruh masyarakat Purbalingga,” katanya.
Awaluddin menyampaikan, untuk mengejar target itu, pengerjaan bandara ini dilakukan selama 24 jam. Terkait pembangunan terminal, dilakukan secara bertahap. Tahap pertama berkapasitas 98.812 penumpang per tahun dan tahap II berkapasitas 440.440 penumpang per tahun, kemudian tahap III berkapasitas 600.000 penumpang per tahun. ”Terminal sedang dilakukan finalisasi desain,” katanya.
Bandara ini, pada tahap pertama, menurut rencana, memiliki landasan sepanjang 1.600 meter dan lebar 30 meter, tempat parkir pesawat 100 x 75 meter dan 70 x 70 meter. Landasan ini dibangun untuk melayani operasional pesawat ATR 72-600 dan sejenisnya.
Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi mengatakan, pembangunan bandara ini sangat ditunggu oleh masyarakat Purbalingga. Diharapkan, kesejahteraan dan akses di Purbalingga serta di kabupaten sekitar, seperti Banyumas, Banjarnegara, Wonosobo, Cilacap, dan Kebumen, ikut meningkat.
Selain meninjau pembangunan bandara, Rini juga berkunjung ke Goa Lawa Purbalingga. Di sana, Rini meletakkan batu pertama pembangunan balai ekonomi desa atau balkondes Goa Lawa Purbalingga yang merupakan bagian dari CSR perusahaan-perusahaan di bawah naungan Kementerian BUMN. Dana Rp 3,5 miliar digelontorkan untuk pembangunan rumah pohon di Goa Lawa.
”Kami bikin rumah pohon karena daerah ini banyak pohon yang harus dilestarikan. Jadi, ini desainnya sangat menarik,” kata Rini.
Goa Lawa Purbalingga berada di ketinggian 900 di atas permukaan laut. Goa ini berada di sebelah timur kaki Gunung Slamet dan berjarak sekitar 7,1 kilometer dari puncak Gunung Slamet. Panjang goa yang dapat disusuri pengunjung sekitar 372,5 meter.
Pada 2017, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Purbalingga 1,52 juta orang. Pada 2018, naik menjadi 3,79 juta orang. Pada 2019, pemerintah kabupaten menargetkan jumlah wisatawan mencapai 4 juta orang.