Sekitar 500 mahasiswa dan aliansi masyarakat menyalakan lilin sebagai tanda negara dalam bahaya.
Oleh
·3 menit baca
Cahaya lilin-lilin kecil menerangi kegelapan malam di sekitar kawasan Bundaran Air Mancur, Palembang, Selasa (1/10/2019) malam tadi. Lilin yang membentuk tulisan SOS ini kemudian dikelilingi oleh mahasiswa dari sejumlah universitas di Palembang, Sumatera Selatan.
Sekitar 500 mahasiswa dan aliansi masyarakat memadati kawasan Bundaran Air Mancur (BAM) Palembang, malam itu. Mereka yang menamai diri dengan Aliansi Sumsel Melawan itu menggelar sejumlah kegiatan yang menandai bahwa sudah saatnya Indonesia menyalakan tanda bahaya.
Aksi ini dilakukan dengan menggelar orasi, membacakan doa, dan menyalakan lilin sebagai tanda dukacita atas kepergian dua mahasiswa Universitas Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara, Himawan Randi dan Muhammad Yusuf Qardawi, yang meninggal ketika menyampaikan orasi.
Mereka pun menyanyikan sejumlah lagu, mulai dari ”Mars Mahasiswa”, ”Lagu Tani”, ”Mengheningkan Cipta”, ”Gugur Bunga”, dan diakhiri lagu ”Indonesia Raya”. Sebuah pertunjukan puisi pun menambah khidmat aksi mahasiswa ini.
Aksi ini, menurut Koordinator Aliansi Sumsel Melawan Radian Ramadhani, merupakan aksi solidaritas dan doa bersama terhadap meninggalnya Himawan dan Qardawi. ”Dengan adanya dua mahasiswa yang meninggal saat berorasi ini menandakan negara kita tidak sedang baik-baik saja,” kata Radian.
Dengan adanya dua mahasiswa yang meninggal saat berorasi ini menandakan negara kita tidak sedang baik-baik saja.
Bahkan, ungkap Radian, sudah saatnya Indonesia menyalakan tanda bahaya. ”Itulah alasan kami membuat tanda SOS dalam penghidupan lilin malam ini,” kata Radian.
Menurut dia, aparat sebagai pengayom masyarakat tidak seharusnya melakukan tindakan represif. ”Kami memiliki ibu dan ayah yang selalu menunggu kami di rumah. Namun, bagaimana perasaan mereka jika sepulang berorasi anaknya tinggal nama,” ungkapnya.
Baca juga: DKI-Polda Terus Siaga Antisipasi Unjuk Rasa
Hal ini terjadi saat mahasiswa melakukan orasi di depan Kantor DPRD Sumatera Selatan pada Kamis (24/9/2019). Ketika orasi, polisi melakukan tindakan represif kepada mahasiswa dan pada akhirnya 62 mahasiswa harus menjalani perawatan di rumah sakit.
Radian mengatakan, mahasiswa akan terus berorasi sampai tujuan mereka terpenuhi, yakni untuk membatalkan RUU KPK dan RKUHP yang dianggap menimbulkan kontroversi kepada masyarakat. ”Sampai undang-undang kontroversi dicabut, kami akan tetap turun ke jalan,” katanya.
Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kota Palembang Eko Hendiyono mengatakan, dengan kematian dua mahasiswa dan puluhan atau bahkan ratusan mahasiswa terluka menjadi penanda bahwa sistem demokrasi telah dicederai. Padahal, kebebasan berpendapat sudah diatur dalam undang-undang.
Eko sudah melayangkan laporan kepada Polda Sumsel per Sabtu (26/8/2019) terkait kasus pengeroyokan yang membuat puluhan mahasiswa yang ikut berorasi di depan Kantor DPRD Sumsel, terluka. ”Pelaku pengeroyokan harus diusut dengan tuntas,” kata Eko.
Meski diikuti banyak peserta demo, aksi tersebut berlangsung damai sampai akhir. Kepala Bagian Operasional Polresta Palembang Komisaris Dodi Indra berharap aksi selanjutnya tetap berlangsung aman.
Dodi mengatakan, untuk melakukan pengamanan, pihaknya telah mengerahkan 1.082 personel. Sekitar 102 merupakan polisi wanita. ”Kami melakukan pengaman humanis. Karena itu, kami kerahkan polwan di barisan depan,” katanya.
Walau demikian, kata Dodi, dalam pengamanan, terus dilakukan seperti pengerahan pasukan huru-hara, dan kendaraan taktis. ”Ini sudah sesuai dengan SOP pengaman,” katanya.
Pengaman ekstra dilakukan karena aksi orasi bersamaan dengan pengamanan pertandingan Sriwijaya FC. ”Beruntung, pengamanan berlangsung baik,” kata Dodi.