Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, layak dijadikan sumber inspirasi penciptaan motif-motif batik baru. Selain konstruksi bangunan, inspirasi bisa didapatkan dari ribuan relief di dinding candi.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, layak dijadikan sumber inspirasi penciptaan motif-motif batik baru. Selain konstruksi bangunan, inspirasi bisa didapatkan dari ribuan relief yang terukir demikian detail dan unik pada dinding candi.
Arkeolog Balai Konservasi Borobudur (BKB), Hari Setyawan, mengatakan, relief Candi Borobudur sungguh unik karena berbeda dengan bangunan candi lain di luar negeri. Keunikan tersebut terlihat menonjol karena berbagai benda dan makhluk hidup digambarkan dalam jenis dan bentuk yang demikian beragam, terukir mendetail, dengan ciri dan karakter masing-masing.
”Di Angkor Wat, Kamboja, misalnya, pohon digambarkan hanya dengan tegakan yang memiliki ranting dan daun. Namun, di Candi Borobudur, bisa ditemukan begitu banyak pohonnya dan kita bisa mengenali ukiran pohon tersebut antara lain sebagai pohon cempedak, pohon kluwih, dan pohon ketapang,” ujarnya saat ditemui seusai acara lokakarya batik Borobudur di Balai Konservasi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Rabu (2/9/2019).
Selain aneka tanaman, di bangunan Candi Borobudur juga terukir relief beragam satwa, seperti monyet, buaya, ikan, dan anjing. Ukiran relief sejumlah satwa, seperti monyet dan buaya, juga mengandung makna filosofis dan pembelajaran tentang nilai-nilai kehidupan.
Hari mengatakan, beragam relief tersebut memang layak dikembangkan sebagai motif batik. Kendati demikian, para perajin batik tetap diminta untuk mengikuti aturan dan etika yang berlaku, dengan tidak memakai gambar-gambar tokoh suci atau simbol agama Buddha sebagai motif.
”Demi menghormati perasaan umat agama Buddha, perajin batik diminta tidak menggunakan relief yang mengandung unsur-unsur keagamaan sebagai motif kain,” ujarnya.
Untuk relief deklaratif naratif bebas untuk digunakan sebagai motif. Namun, kusus untuk relief naratif, perajin harus hati-hati mencermatinya.
Candi Borobudur memiliki 1.460 relief naratif dan 1.212 relief deklaratif simbolis. Untuk relief deklaratif naratif bebas untuk digunakan sebagai motif. Namun, kusus untuk relief naratif, perajin harus hati-hati mencermatinya karena sekitar 1.000 relief di antaranya mengandung cerita keagamaan dengan gambaran Sidharta Gautama di dalamnya.
Beberapa obyek yang harus dihindari sebagai motif antara lain adalah stupa dan Sang Buddha. Hari mengatakan, dua obyek tersebut sebenarnya bisa digunakan asal tergambar pada bagian atas baju. Namun, jika obyek tersebut digambarkan pada kain yang belum dijahit, dikhawatirkan gambar dua obyek tersebut akan terjahit pada bagian bawah.
Brigita Desi Morina, salah seorang perajin batik dari kelompok batik Girijati, Desa Majaksingi, Kecamatan Borobudur, mengatakan, kelompok Girijati yang sudah dua tahun terbentuk dan memproduksi batik selama ini sama sekali tidak pernah membuat motif berdasar inspirasi dari relief Borobudur.
”Kami tertarik dengan relief Candi Borobudur, tetapi kami takut untuk mengembangkannya sebagai motif batik,” ujarnya.
Ketakutan dan kekhawatiran ini didasari kesadaran mereka bahwa relief Candi Borobudur mengandung muatan ajaran agama Buddha.
Oleh karena itu, Brigita mengatakan, selama ini, kelompoknya hanya mengambil inspirasi dari tanaman yang banyak tumbuh di lingkungan Desa Majaksingi, yaitu kopi dan cengkeh.
Hal serupa juga dilakukan salah seorang perajin batik dari Desa Wringinputih, Putri Widyastuti. Menurut dia, karena tidak tahu dan khawatir akan disalahkan saat memakai relief sebagai motif, dia akhirnya mengembangkan motif batik dari gambaran berbagai jenis daun di sekitar desa, yaitu daun singkong, blarak, dan tempuhwiyung.