Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir meminta perpustakaan di perguruan tinggi tak lagi konvensional. Perpustakaan-perpustakaan yang dibangun harus memiliki fasilitas pembelajaran berbasis daring.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir meminta perpustakaan di perguruan tinggi tak lagi konvensional. Perpustakaan-perpustakaan yang dibangun harus memiliki fasilitas pembelajaran berbasis dalam jaringan atau e-learning.
Nasir mengatakan hal tersebut di sela-sela peresmian gedung Smart Library ”Rumah Ilmu” Universitas Negeri Semarang (Unnes), Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (27/9/2019). Fasilitas e-learning penting untuk mengatasi keterbatasan jarak dalam belajar.
”Model konvensional tidak akan mampu menyelesaikan masalah-masalah yang menyangkut pendidikan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) atau jauh dari keramaian, seperti di Papua dan Papua Barat. Kami arahkan agar ada pembelajaran jarak jauh sehingga semua bisa mengakses,” ujar Nasir.
Nasir menambahkan, pihaknya juga mendorong agar buku, jurnal, dan media pembelajaran lainnya berbasis digital. Buku, misalnya, yang tak lagi hanya berbentuk soft copy. Dengan demikian, tidak lagi ada batasan ruang gerak, tempat, dan waktu untuk belajar.
Pada Jumat, Nasir meresmikan Smart Library Rumah Ilmu Unnes yang memiliki berbagai fasilitas unggulan. Di antaranya, pusat pelatihan menulis, ruang baca kubikus (co-working space), ruang simulai tes TOEFL, ruang apresiasi film dan sastra, dan ruang pelatihan jurnal.
Kepala Perpustakaan Pintar Rumah Ilmu Unnes MZ Eko Handoyo menuturkan, di gedung baru itu mahasiswa didorong untuk berkreasi dan inovasi. Sejumlah ruangan telah dimodifikasi untuk menjadi co-working space. Sebagian ruangan tertutup, sebagian lagi terbuka.
”Mahasiswa bisa beraktivitas apa saja, seperti berdiskusi dengan dosen, mengapresiasi karya sastra dan film, serta telekonferensi. Masyarakat umum pun bisa berkunjung dan memanfaatkan ruang-ruang yang ada di Rumah Ilmu sebagai tamu,” ujar Eko.
Adapun pembangunan perpustakaan pintar di Unnes tersebut menggunakan model pendanaan tahun jamak. Pada tahap pertama (2016) Rp 11,9 miliar, lalu tahap kedua (2017) Rp 5,3 miliar, dan tahap ketiga (2018) Rp 25,3 miliar.
Pusat unggulan iptek
Rektor Unnes Fathur Rokhman mengemukakan, Rumah Ilmu semakin melengkapi fasilitas yang dimiliki Unnes. Saat ini, telah ada tiga rintisan Pusat Unggulan Iptek (PUI) di Unnes, yakni Pangan Fungsional, Pendidikan Ramah Anak, dan Energi Hibrida Terbarukan.
Saat ini, telah ada tiga rintisan Pusat Unggulan Iptek di Unnes, yakni Pangan Fungsional, Pendidikan Ramah Anak, dan Energi Hibrida Terbarukan.
Melalui PUI Pangan Fungsional, sejumlah produk inovatif telah dikembangkan, seperti telur asin beromega dan biskuit kacang hijau. ”Sementara pada PUI Energi Hibrida Terbarukan, kami mengembangkan teknologi seperti biofuel, biomass, angin, surya, dan fuel cell,” kata Fathur.
Adapun PUI Pendidikan Ramah Anak untuk memfasilitasi penelitian dan aplikasi pendidikan sesuai hak dan kebutuhan anak. Dengan demikian, kata Fathur, anak, yang merupakan generasi penerus bangsa, didorong menjadi generasi bermutu, berdaya saing, dan berkarakter.