Tujuh kabupaten di Kalimantan Barat akan menggelar Pemilihan Kepala Daerah serentak 2020. Badan Pengawas Pemilihan Umum Kalbar mulai memetakan potensi kerawanan di setiap wilayah untuk memudahkan langkah antisipasi.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Tujuh kabupaten di Kalimantan Barat akan menggelar Pemilihan Kepala Daerah serentak 2020. Badan Pengawas Pemilihan Umum Kalbar mulai memetakan potensi kerawanan di setiap wilayah untuk memudahkan antisipasi berbagai potensi kerawanan.
Tujuh kabupaten yang akan menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 2020 adalah Kabupaten Kapuas Hulu, Sintang, Melawi, dan Kabupaten Sekadau. Selain itu, ada juga Kabupaten Ketapang, Bengkayang, dan Kabupaten Sambas.
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Kalimantan Barat Ruhermansyah, Jumat (27/9/2019), mengatakan, pihaknya sudah memiliki data indeks kerawanan pemilu berdasarkan Pilkada 2015. Namun, Bawaslu perlu memperbarui data yang sudah ada supaya sesuai dengan konteks kekinian.
”Pemetaan sudah dipersiapkan. Bawaslu masih mengumpulkan dana dan penelitian di lapangan. Pengumpulan data di lapangan sudah mulai dilakukan. Setelah selesai dilakukan pemetaan, pada awal 2020 akan diumumkan,” ujar Ruhermansyah.
Aspek yang akan dilihat di lapangan dalam melakukan pemetaan terkait potensi terjadinya pelanggaran pemilu dan yang mengancam keamanan di suatu daerah. Dimensinya terdiri dari dimensi kontestasi, penyelenggaraan, dan partisipatif.
”Dimensi kontestasi indikatornya adalah terkait pola kegiatan kampanyenya seperti apa. Jika dihubungkan variabelnya dengan media sosial, persebaran hoaks dan kampanye hitamnya tinggi atau tidak,” paparnya.
Dimensi partisipatif indikatornya adalah pemilih sudah terakomodasi atau belum. Kemudian, partisipasi pada pemilih untuk memilih juga akan dilihat sejauh mana. Kalau terkait dimensi penyelenggaraan, yakni terkait penyelenggara pemilu, apakah pernah ada intimidasi.
”Terkait integritas penyelenggara pemilu juga. Hal-hal itulah yang akan diolah dan hasilnya akan dalam bentuk skor. Jika skornya di bawah 50 persen, suatu daerah tidak rawan. Namun, jika lebih tinggi dari itu, bisa dikategorikan rawan sedang atau rawan tinggi,” ujarnya.
Jika dilihat dari pengalaman beberapa tahun lalu, tepatnya pada Pilkada 2015, daerah yang paling rawan adalah Kapuas Hulu. Daerah itu rawan karena selain wilayahnya luas, juga banyak yang sulit dijangkau. Ada juga petahana yang maju kembali waktu itu. Selain itu, politik identitas juga kuat. Namun, berbagai kekhawatiran itu tidak terjadi kala itu.
Politik identitas
Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Tanjungpura Pontianak, Jumadi, menilai, Bawaslu juga hendaknya tidak hanya memetakan, tetapi juga mewaspadai berbagai potensi gangguan, misalnya mewaspadai dampak negatif potensi politik identitas. Ada beberapa daerah dari tujuh kabupaten yang akan melaksanakan pilkada yang kental dengan politik identitas. Hal itu didasarkan pada pengalaman pilkada sebelumnya.
Elite politik tidak boleh membangun legasi politik dalam setiap pertarungan pilkada menjual hal-hal yang di luar nalar. Identitas itu alamiah, tetapi jika identitas itu dibungkus dengan nuansa provokatif dan menghilangkan rasionalitas, itu berbahaya.
Daerah yang kental nuansa politik identitasnya di Kapuas Hulu, Sintang, Melawi, dan Ketapang. Maka, perlu bersama-sama mengantisipasi potensi dan kemungkinan politik identitas berdampak tidak baik untuk integrasi sosial.
”Bawaslu dan seluruh komponen masyarakat harus mampu mengantisipasi berbagai kemungkinan. Elite politik tidak boleh membangun legasi politik dalam setiap pertarungan pilkada menjual hal-hal yang di luar nalar. Identitas itu alamiah, tetapi jika identitas itu dibungkus dengan nuansa provokatif dan menghilangkan rasionalitas, itu berbahaya,” paparnya.
Jangan sampai tensi politik identitas menimbulkan kontraproduktif. Jangan sampai isu politik identitas itu liar dan masyarakat kehilangan nalar. Untuk meminimalkan dampak negatif politik identitas, perlu adanya keteladanan dari para pemimpin terlebih dahulu. Jangan mempertontonkan politik identitas sehingga masyarakat tidak terprovokasi.
Anggaran pengawasan
Untuk memastikan pengawasan di tujuh kabupaten tersebut berlangsung optimal, Bawaslu Kalbar pun menggelar rapat koordinasi kesiapan anggaran pengawasan Pilkada 2020, Jumat. Pertemuan itu dihadiri Bawaslu tujuh kabupaten yang akan menggelar pilkada dan forum komunikasi perangkat daerah.
Ruhermansyah mengatakan, tujuan yang ingin dicapai dari pertemuan itu yakni untuk memastikan bahwa daerah siap menggelar Pilkada 2020 yang dimulai dengan kesiapan anggaran. Besaran anggaran pengawasan di tujuh kabupaten itu berbeda-beda, tergantung jumlah TPS dan luas wilayah. Ada yang Rp 11 miliar, misalnya Sekadau. Ada pula hingga Rp 17 miliar, misalnya Ketapang, Kapuas Hulu, dan Sambas yang telah diajukan ke pemerintah daerah masing-masing.
”Besaran yang diajukan itu sudah mempertimbangkan berbagai aspek, misalnya honor pengawas TPS dan Panwaslu Kecamatan. Ada juga operasional pengawasan. Seluruh tahapan ada pengawasannya. Semuanya perlu dukungan dana. Kemudian, ada penguatan kapasitas, seperti bimbingan teknis dan rapat koordinasi. Jika hal itu tidak dilakukan, dikhawatirkan kinerja pengawasan tidak optimal nantinya,” ujarnya.
Hingga sejauh ini, laporan dari Bawaslu di kabupaten yang akan melaksanakan pilkada, masih ada daerah yang belum menyepakati besarannya, misalnya yang diajukan Rp 17 miliar, tetapi ada pemerintah daerah yang hanya mampu Rp 4 miliar. Ini yang masih dibicarakan di daerah tertentu. Anggarannya dari APBD kabupaten yang akan menggelar pilkada.
Namun, ada juga wilayah yang anggarannya sudah disetujui pemerintah daerah. Dari tujuh kabupaten, ada satu kabupaten yang sudah siap dananya sebagaimana diajukan Bawaslu masing-masing, contohnya di Kapuas Hulu. Kemudian, dalam wakatu dekat menyusul Ketapang dan Sintang yang sudah siap.
Wakil Gubernur Kalbar Ria Norsan menuturkan, Pemerintah Provinsi Kalbar tidak menganggarkan karena kewajiban di APBD kabupaten yang akan pilkada. Pemprov Kalbar sudah mengingatkan kabupaten agar mengantisipasi itu di APBD. Sejauh ini dari pantauan, kabupaten yang akan pilkada secara umum sudah siap.