Radikalisme Tumbuh Subur di Masyarakat yang Tak Kritis
Tradisi berpikir kritis perlu terus ditumbuhkan dalam menghadapi derasnya arus informasi yang mengalir lewat berbagai kanal.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Tradisi berpikir kritis perlu terus ditumbuhkan dalam menghadapi derasnya arus informasi yang mengalir lewat berbagai kanal. Jika tidak, masyarakat akan mudah terpengaruh, yang dapat berakibat tumbuh suburnya paham radikalisme.
Juru Bicara Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto mengatakan, di era saat ini, pengecekan ulang informasi menjadi penting. Dengan tidak menelan mentah-mentah informasi yang diterima, penyebaran paham radikalisme dapat ditekan di tengah-tengah masyarakat.
”Radikalisme tumbuh subur di (tengah) masyarakat yang tidak kritis. Informasi harus dicek ulang, juga siapa yang berbicara,” kata Wawan pada diskusi ”Membedah Paham Radikalisme di Perguruan Tinggi: Penyebab dan Pencegahannya” di Universitas Diponegoro, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (26/9/2019).
Wawan menambahkan, apabila seseorang menyebarkan paham dengan menyertakan ayat-ayat, perlu dicari asbabun nuzul atau latar diturunkannya ayat suci Al Quran. Dengan demikian, masyarakat akan mengetahui, apakah ada kekeliruan atau ada sesuatu yang diputarbalikkan.
Radikalisme tumbuh subur di (tengah) masyarakat yang tidak kritis. Informasi harus dicek ulang, juga siapa yang berbicara
Hasil survei BIN pada 2017, 39 persen mahasiswa terpapar paham-paham radikal. Dari data ini, 24 persen mahasiswa setuju menegakkan negara Islam melalui jihad. Bibit radikalisme juga ditemukan pada pelajar SMA (Kompas, 4/6/2018).
Menurut Wawan, kekritisan dapat muncul dengan digalakkannya literasi. ”Perlu disadari penuh bahwa literasi ini penting, di antaranya dengan dialog, diskusi, dan seminar, yang akan membuat masyarakat lebih cerdas. Juga, membuat kontranarasi apabila ada yang perlu diluruskan,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia pun mendorong kementerian, lembaga, tokoh agama, dan organisasi masyarakat menggencarkan gerakan literasi pada komunitasnya. Menyebarnya gerakan literasi penting untuk menangkal berbagai kabar bohong atau hoaks, termasuk di media sosial.
Preventif dan persuasif
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) 2014-2019 Akhmad Muqowam menuturkan, setelah berdialog dengan sejumlah sivitas akademika di beberapa perguruan tinggi di Jateng, penyebaran paham radikal di kampus itu diakuinya ada. Hal tersebut perlu ditindaklanjuti.
”Perlu adanya upaya preventif dan persuasif agar pemahaman didapat secara utuh terkait apa saja yang berkontribusi pada terciptanya radikalisme. Sebab, radikalisme dapat masuk melalui berbagai isu yang dibawa, seperti LGBT dan lingkungan hidup,” ujar Muqowam.
Rektor Undip Yos Johan Utama mengatakan, penguatan nilai-nilai Pancasila kepada mahasiswa terus dilakukan. Hal itu penting agar jangan sampai Undip dicap sebagai kampus radikal. Sebab, jika terjadi, yang menjadi korban adalah mahasiswa, keluarga mahasiswa, bahkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).