Organisasi nirlaba The Alliance to End Plastic Waste bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat internasional Borealis dan Systemiq untuk memperluas jangkauan program pengelolaan sampah berkelanjutan.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
JEMBRANA, KOMPAS - Organisasi nirlaba The Alliance to End Plastic Waste bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat internasional Borealis dan Systemiq untuk memperluas jangkauan program pengelolaan sampah berkelanjutan dan ekonomi sirkular yakni Stop Ocean Plastics (STOP) di Indonesia hingga ke Bali. Kolaborasi The Alliance to End Plastic Waste (AEPW) dalam program STOP di Bali dimulai di Kabupaten Jembrana, wilayah Bali bagian barat.
Program Manager Systemiq untuk Bali Partnership (Kemitraan Bali) Lincoln Rajali Sihotang di Denpasar, Bali, Selasa (24/9/2019) mengatakan AEPW berkolaborasi dalam program STOP di Kabupaten Jembrana untuk mendukung studi kelayakan pengelolaan sampah dalam upaya menekan kebocoran sampah ke laut, terutama sampah plastik. Didukung sekitar 30 perusahaan internasional, AEPW membantu melalui dukungan teknis dan finansial untuk menjalankan program STOP di Jembrana, Bali, selama tiga tahun.
Program STOP adalah program yang diluncurkan Borealis dan Systemiq sejak 2017 dengan dukungan Pemerintah Norwegia untuk merancang, mengimplementasikan, dan meningkatkan skala ekonomi sirkular pengelolaan sampah plastik di Asia Tenggara.
Program Director Ocean Plastics Asia Joi Danielson menyebutkan program STOP sudah dijalankan di Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur mulai Mei 2018.
Adapun Lincoln menambahkan, pengelolaan sampah di Muncar dijalankan melalui program STOP sudah dikelola badan usaha milik desa (BUMDes) setempat dan sudah menjangkau ribuan rumah tangga di kawasan pesisir Banyuwangi.
Sementara itu, Kabupaten Jembrana di Bali memiliki kawasan pesisir dan menjadi daerah penghasil ikan tangkapan terbesar di Bali juga mengalami persoalan dalam pengelolaan sampah, termasuk kebocoran sampah plastik ke laut. Program STOP dengan kolaborasi AEPW di Jembrana akan dipusatkan di Kecamatan Negara.
Lincoln menyebutkan, Pemkab Jembrana baru mampu mengelola sekitar 22 persen dari 228 ton sampah yang dihasilkan per harinya sehingga sebagian besar dari sampah di Jembrana masih belum terkelola. Dari 228 ton sampah di Jembrana, menurut Lincoln, sekitar 53,9 ton merupakan sampah plastik.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jembrana I Wayan Sudiarta mengatakan, Bupati Jembrana menyambut baik program STOP yang akan dilaksanakan di Kecamatan Negara.
Sudiarta menambahkan, Pemkab Jembrana berkomitmen meningkatkan pengelolaan sampah dan sudah menjalankan program pengelolaan sampah dengan menata tempat pembuangan akhir di Melaya dan tempat penampungan sampah di Peh.
Sudiarta mengakui pemerintah menghadapi keterbatasan sarana dan prasarana dalam pengelolaan sampah, termasuk terbatasnya sarana pengangkutan sampah. Oleh karena itu, pihaknya menyambut secara positif program STOP yang dilaksanakan dengan pola kemitraan bersama pemerintah dan masyarakat. “Kami sudah diminta Bapak Bupati Jembrana agar menyiapkan naskah kesepahaman dan kerja sama untuk program STOP ini,” kata Sudiarta.
Setelah tiga tahun pelaksanaan program STOP di Kecamatan Negara, menurut Sudiarta, Pemkab Jembrana berencana meneruskan program pengelolaan sampah tersebut secara mandiri melalui badan usaha milik desa (BUMDes), perusahaan daerah, atau lembaga lain yang akan disiapkan untuk mengelola program tersebut.
Cemari sungai dan laut
Pembuangan sampah yang sembarangan dan tidak dikelola secara baik mencemari Sungai Ijogading di Kabupaten Jembrana. Sampah dari sungai yang membelah kawasan Kota Negara, Ibu Kota Kabupaten Jembrana tersebut, bermuara di Pantai Perancak, Jembrana.
Warga Loloan Barat, Kecamatan Negara, Agung Iskandar mengungkapkan, sampah yang kemudian berakhir di laut itu bersumber dari sampah-sampah yang dibuang warga di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Ijogading.
Kami di (Baler Bale Agung) tidak membuang sampah ke sungai, namun warga dari tempat lain masih membuang sampahnya ke sungai, kata Sugita
Kondisi Sungai Ijogading yang dikotori sampah terlihat pada Selasa. Warga Baler Bale Agung, Kecamatan Negara, Jembrana, Kadek Sugita menyatakan warga setempat sudah menjaga kebersihan Sungai Ijogading dengan tidak membuang sampah ke sungai di dekat permukiman mereka itu. "Kami di (Baler Bale Agung) tidak membuang sampah ke sungai, namun warga dari tempat lain masih membuang sampahnya ke sungai," kata Sugita.
Lincoln menyatakan, DAS Ijogading termasuk tiga daerah aliran sungai terbesar di Bali. Pencemaran sungai di Jembrana juga berdampak luas terhadap kondisi Bali secara umum.
Lebih lanjut Joi Danielson menyatakan permasalahan sampah di Bali akan berkurang apabila sampah yang terhanyut ke sungai tersebut dapat dikurangi atau diminimalkan, selain dengan mengurangi timbulan sampah dan mengelola sampah secara benar.
Joi menilai kebijakan Gubernur Bali Wayan Koster membuat Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Sekali Pakai sebagai langkah maju pemerintah daerah Bali dalam mengurangi tekanan permasalahan sampah.
Ditemui di Denpasar, Selasa pagi, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Persampahan Bali Ni Made Widiasari menyatakan Pemprov Bali sedang menyiapkan peraturan gubernur tentang pengelolaan sampah pada sumbernya sebagai tindak lanjut kebijakan Pergub Bali tentang Pembatasan Timbulan Sampah Sekali Pakai itu.