Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika kembali membatasi sementara layanan data telekomunikasi untuk menyikapi kerusuhan di Papua, khususnya di Wamena, mulai Senin (23/9/2019) pukul 12.30 WIT.
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika kembali membatasi sementara layanan data telekomunikasi untuk menyikapi kerusuhan di Papua, khususnya di Wamena, mulai Senin (23/9/2019) pukul 12.30 WIT. Pemerintah tidak menyebut sampai kapan pembatasan sementara itu berlangsung.
Pelaksana Tugas Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Ferdinandus Setu, dalam siaran pers, kemarin, menyampaikan hal tersebut. Alasan pembatasan layanan seluler masih sama dengan kejadian kerusuhan Papua-Papua Barat sekitar Agustus-September 2019, yakni mempercepat proses pemulihan situasi keamanan dan ketertiban.
Keputusan melakukan pembatasan akses dikeluarkan setelah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan instansi terkait.
”Pemerintah kembali mengimbau kita semua untuk tidak menyebarkan informasi hoaks, kabar bohong, ujaran kebencian berbasis SARA, hasutan dan provokasi melalui media apa pun termasuk media sosial. Hal ini bertujuan agar proses pemulihan kembali situasi dan kondisi keamanan di wilayah Kabupaten Wamena berlangsung cepat,” ujarnya.
Vice President Corporate Communications PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) Denny Abidin, dalam pernyataan resmi pukul 17.00 WIB, mengatakan, Telkomsel sebagai operator penyedia layanan telekomunikasi mengikuti perintah yang telah ditetapkan pemerintah tersebut. Telkomsel senantiasa melakukan pemantauan kualitas layanan secara berkala hingga nanti pemulihan akses layanan data.
Sejauh ini, untuk layanan telepon dan SMS, Telkomsel masih berfungsi normal dan terus dioptimalkan sehingga kenyamanan berkomunikasi pelanggan di Wamena tetap terjaga.
”Kantor layanan Telkom Group di Wamena tidak beroperasi hingga waktu yang belum dapat ditentukan. Pelanggan dapat memanfaatkan layanan call center di nomor 188. Kami berkoordinasi dengan aparat keamanan setempat, Polri, TNI, dan Kemkominfo untuk mengamankan aset serta fasilitas pendukung alat produksi,” tuturnya.
Pakar forensik digital, Ruby Alamsyah, berpendapat, dengan adanya kebijakan pemblokiran internet yang sudah mulai dilakukan pemerintah sejak kasus 21 Mei dan kasus hoaks Papua di 19 Agustus membuktikan sistem dan solusi antihoaks yang ada selama ini tidak dapat berfungsi optimal. Menurut dia, perlu ada penerapan solusi ilmiah dan teknologi lain yang benar-benar bisa memberikan solusi terbaik menangkal hoaks. (MED)