Kementerian Kelautan dan Perikanan mendorong para petambak garam mengolah hasil produknya supaya dapat meningkatkan kualitas dan mempunyai nilai tambah.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
KEBUMEN, KOMPAS -- Kementerian Kelautan dan Perikanan mendorong para petambak garam mengolah hasil produknya supaya dapat meningkatkan kualitas dan mempunyai nilai tambah. Penjualan garam krosok atau mentah oleh petambak akan melanggengkan permainan harga di tingkat tengkulak.
"Hasil panen garam krosok selama ini langsung dimasukkan ke dalam karung sehingga bergantung pada mekanisme pasar," kata Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia, Kelautan, dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Syarif Widjaya, Selasa (24/9/2019) di Kebumen, Jawa Tengah.
Syarif menyampaikan, jika petambak menjual garam krosok, maka harganya berfluktuasi dari Rp 2.000 per kilogram (kg) bisa anjlok sampai Rp 150 per kilogram. "Garam yang diolah misalnya menjadi garam meja. Harganya sudah meningkat misalnya jadi Rp 4.000 sampai Rp 6.000 per kg. Kemudian garam kalau dibentuk dengan olahan yang bagus, bisa jadi garam untuk spa. Harganya naik lagi jadi Rp 125.000 per kilogram. Apalagi kalau jadi garam prisma yang diekspor ke Perancis, harganya Rp 300.000 per kilogram," paparnya.
Syarif menyebutkan, produksi garam konsumsi Indonesia berkisar 1,7 juta ton sampai 1,8 juta ton per tahun. Namun kebutuhan garam konsumsi mencapai 2,1 juta ton. Adapun untuk industri membutuhkan sekitar 1,8 juta ton.
“Jadi biasanya teman-teman dari pabrik dan industri itu impor untuk kebutuhan garam industri," katanya.
Menurut Syarif, upaya KKP mendorong diversifikasi dan peningkatan kualitas garam, antara lain memberikan sejumlah pendampingan dan bantuan peralatan bagi petambak garam. "Ada pengolahan di sini pakai tunnel dan di Desa Tanggulangin ada upaya meningkatkan kualitasnya dengan dicuci lagi, dipanaskan lagi, dan ditambah yodisasi. Kita punya teknologi untuk meningkatkan NaCl, tapi belum masif . Ini yang didorong supaya (garam) industri bisa dipenuhi dari dalam negeri," katanya.
Zakiah (50) dari Koperasi Mutiara Samudera Selatan Desa Tanggulangin Kecamatan Klirong, Kebumen menyampaikan, garam produksi dari kelompok usaha garam "Sari Laut" di desanya sudah diolah menjadi beberapa varian seperti garam konsumsi serta garam terapi. "Garam konsumsi ini harganya Rp 2.500 per 250 gram, sedangkan garam terapi harganya Rp 15.000 per 100 gram," kata Zakiah.
Beberapa garam terapi yang diproduksi antara lain, garam dengan ekstrak daun kelor yang bermanfaat sebagai antioksidan menurunkan kolesterol. Ada pula garam kumur dengan komposisi garam, asam, dan minyak sayur untuk menghilangkan bau mulut. Selain itu ada pula garam dengam rasa seledri dan udang. "Pembelinya masih berasal dari Kebumen," kata Zakiah.
Ketua Kelompok Usaha Garam Sari Laut Rasikun mengatakan, kelompoknya memiliki 15 tunnel pembuatan garam dan bisa memproduksi garam hingga 4,5 kuintal per minggu. Jika garam langsung dijual pascapanen harganya hanya berkisar Rp 2.000-Rp 2.500 per kg. "Garam krosok biasanya dibeli murah oleh peternak sapi karena garam ini dipakai untuk campuran pakan sapi," kata Rasikun.
Bupati Kebumen Yazid Mahfudz menyampaikan, jika kebutuhan garam setiap orang mencapai 4 kg per tahun, maka kebutuhan garam 1,3 juta jiwa warga Kebumen mencapai sekitar 5,2 juta kg per tahun. Berdasarkan kebutuhan itu, petambak garam diharapkan tidak khawatir atas pemasaran.
“Nanti akan ada surat edaran supaya para ASN (aparatur sipil negara) di Kabupaten Kebumen membeli garam yang diproduksi di Kebumen,” tuturnya.
Di Kebumen, setahun terakhir terdapat 12 kelompok petambak garam dengan luas lahan mencapai 5.212 meter persegi dan produksi hingga 36,515 ton. Jumlah petambak di Kebumen saat ini ada 142 orang.