Radang Otak dan Infeksi Saluran Pernapasan Penyebab Kematian Bayi Elsa
Kematian bayi Elsa Pitaloka (4 bulan) yang tinggal di Desa Talang Bulung, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, disebabkan peradangan selaput otak dan infeksi di saluran pernapasan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Kematian bayi Elsa Pitaloka (4 bulan) yang tinggal di Desa Talang Bulung, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, disebabkan oleh dua penyakit akut, yakni peradangan selaput otak dan infeksi di saluran pernapasan bagian bawah. Kedua penyakit ini disebabkan bakteri dan virus yang masuk dari berbagai faktor, terutama lingkungan. Asap bukan penyebab utama, melainkan hanya faktor risiko yang memperparah penyakit yang diderita.
Direktur Utama Rumah Sakit Islam Ar Rasyid Palembang Toni Siguntang, Senin (16/9/2019), di Palembang, menjelaskan, Elsa meninggal karena adanya infeksi di saluran pernapasan bagian bawah (pneumonia) dan peradangan selaput otak (meningo-ensefalitis). Hal ini diketahui setelah dokter spesialis melakukan pemeriksaan lanjutan pada Elsa.
Toni menuturkan, Elsa datang dalam kondisi penurunan tingkat kesadaran, tetapi masih bernapas. Setelah diperiksa oleh dokter jaga, diketahui bahwa Elsa mengalami pneumonia yang ditandai dengan kesulitan bernapas.
Berdasarkan penuturkan orangtuanya, Elsa sudah mengalami batuk dan demam sejak satu minggu terakhir. Sebenarnya, bidan desa sudah menginstruksikan agar Elsa segera dibawa ke rumah sakit pada Sabtu (14/9/2019). Namun, orangtuanya baru membawa Elsa ke rumah sakit keesokan harinya.
Karena kondisi Elsa yang semakin menurun, ujar Toni, pihaknya segera merujuk Elsa ke Rumah Sakit Mohammad Hoesin (RSMH), Palembang. Hanya saja, ruang picu atau unit gawat darurat untuk bayi masih penuh.
”Kami terus melakukan komunikasi dengan pihak RSMH. Namun, hingga sore, tidak ada ruang kosong di RSMH,” ucapnya. Untuk antisipasi, dokter memberikan antibiotik dan oksigen.
Pada sore hari, dokter spesialis anak Azwar Aruf memeriksa Elsa yang tingkat kesadarannya semakin menurun dan suhu tubuh Elsa lebih dari 38 derajat celsius. Setelah pemeriksaan lanjutan, Azwar mencurigai Elsa mengalami peradangan selaput otak. ”Hal inilah yang mungkin menjadi penyebab kematian korban,” ujarnya. Keberadaan pneumonia memperparah kondisi Elsa.
Pada pukul 18.40 WIB, jantung Elsa tidak berdetak dan dinyatakan meninggal setelah upaya penyelamatan tidak berhasil. Azwar menyebutkan, adanya peradangan selaput otak dan pneumonia disebabkan oleh bakteri dan virus yang masuk dari berbagai faktor, seperti interaksi dengan orang terdekat atau faktor lingkungan.
”Hanya dengan berbicara, penyakit itu bisa menular, apalagi kondisi bayi sangat rentan terhadap penyakit,” kata Azwar.
Kondisi lingkungan
Terkait asap, Azwar menjelaskan, hal itu bisa saja menjadi faktor risiko, tetapi bukan penyebab utama kematian Elsa. Tidak hanya karena asap, bisa saja karena kondisi lingkungan saat musim kemarau atau karena debu yang ada di lingkungan tempat Elsa tinggal.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuasin Rini Pratiwi mengatakan, kondisi lingkungan di rumah korban cukup baik. Di rumah cukup bersih, ventilasi cukup baik. Kondisi asap tebal tidak dirasakan.
Rini menyangkal asap adalah pemicu munculnya penyakit pada Elsa. Menurut dia, dari Badan Lingkungan Hidup, indeks standar pencemaran udara (ISPU) di Kabupaten Banyuasin pada Jumat (16/9/2019) masih dalam kategori sedang dan belum masuk kategori berbahaya.
Rini menuturkan, upaya mitigasi bencana asap sudah dilakukan dengan melakukan sosialisasi dan pembagian 72.000 masker kepada masyarakat di Banyuasin. Apabila ISPU di Banyuasin sudah masuk kategori tidak sehat atau bahkan berbahaya, sejumlah langkah antisipasi terus dilakukan, salah satunya mengurangi kegiatan di luar rumah pada waktu-waktu yang rawan.
Orangtua juga diminta terus memberikan asupan yang bergizi kepada bayinya dengan tujuan agar daya tahan bayi bisa lebih kuat pada musim kemarau ini.
Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Selatan Lesty Nurainy mengatakan, bayi memang sangat rentan terkena penyakit terutama pada musim kemarau. Hal ini karena kondisi lingkungan yang kurang baik, termasuk adanya paparan asap dan kekurangan air bersih. ”Selain karena ISPA (infeksi saluran pernapasan akut), bayi juga rentan terkena diare,” ucapnya.
Berdasarkan data penderita ISPA tahun 2019, penderita ISPA untuk anak di bawah 5 tahun (balita) mengalami peningkatan. Pada Agustus 2019, jumlah anak balita yang menderita ISPA mencapai 21.372 penderita, lebih tinggi dari bulan sebelumnya, yakni 17.472 penderita.