Penertiban Aktivitas Liar di Sekitar Bandara Hang Nadim Mendesak
Maraknya aktivitas ilegal di kawasan keselamatan operasi penerbangan Bandara Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau, berpotensi meningkatkan risiko kecelakaan. Penindakan tegas perlu didukung tawaran relokasi.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Maraknya aktivitas ilegal di kawasan keselamatan operasi penerbangan Bandara Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau, berpotensi meningkatkan risiko kecelakaan. Penindakan tegas perlu didukung tawaran relokasi yang pantas agar warga tak lagi nekat merambah hutan bandara.
Manajer Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran Bandara Hang Nadim Muhammad Ali di Batam, Senin (16/9/2019), mengatakan, aktivitas ilegal di kawasan keselamatan operasi penerbangan (KSOP) itu meliputi kegiatan peternakan, pertanian, pertambangan, dan permukiman warga.
”Bayangkan kalau, misalnya, ada hewan ternak tiba-tiba masuk landasan pacu saat pesawat akan lepas landas, itu jelas akan membahayakan keselamatan penumpang,” kata Ali.
Pembangunan Bandara Hang Nadim saat ini baru mencapai 35 persen dari total 1.762 hektar lahan, sisanya masih hutan. Warga yang bermukim di sekitar kawasan tersebut sering merambah dan secara perlahan mencaplok lahan baru untuk bertani, beternak, ataupun menambang pasir.
Salah satu dampak aktivitas ilegal itu adalah kebakaran di KSOP Bandara Hang Nadim pada Sabtu (24/8/2019). Api berkobar lebih dari enam jam dan merembet ke lokasi dekat landasan pacu serta stasiun pengisian bahan bakar pesawat. Pembukaan lahan oleh perambah dituding menjadi penyebab.
Ali mengatakan, aparat gabungan yang terdiri dari petugas keamanan bandara, polisi, TNI, dan Direktorat Pengamanan Badan Pengusahaan (BP) Batam akan menertibkan wilayah KSOP Hang Nadim hingga 20 September. Targetnya, menertibkan aktivitas ilegal di sekitar Kampung Nias dan Kampung Teluk Bakau, Kecamatan Nongsa.
”Lahan pertanian di Kampung Nias akan dibongkar. Adapun di Kampung Teluk Bakau targetnya adalah penertiban peternak babi dan kambing,” ujar Kepala Unit Penindakan Direktorat Pengamanan BP Batam Ahmad Supriyadi.
Penertiban di KSOP terakhir kali dilakukan aparat gabungan pada 2016. Kala itu, lokasi yang paling ramai dirambah adalah hutan di selatan bandara, yang disebut warga sebagai Kampung Nias. Saat ini, permukiman itu sudah dipindahkan dan hanya tinggal menyisakan pohon buah-buahan pertanian warga.
Berbagai jenis pohon buah-buahan itulah yang kali ini ditebang habis oleh aparat gabungan. Selain mengundang warga untuk kembali masuk ke KSOP, pohon buah-buahan itu dikhawatirkan menarik kedatangan satwa burung ke sekitar landasan pacu yang bisa membahayakan pesawat.
Adapun di Kampung Teluk Bakau yang lokasinya berada di barat bandara, diperkirakan lebih dari 1.300 warga bermukim dan memiliki peternakan di zona KSOP.
”Lokasi itu susah ditertibkan karena dekat dengan kampung lain. Ketika ditertibkan, mereka hanya geser saja, lalu nanti kembali lagi,” kata Ahmad.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, KSOP harus bebas dari semua aktivitas yang dapat membahayakan keselamatan. Kecelakaan pesawat di kawasan itu tidak hanya membahayakan penumpang, tetapi juga warga di sekitar bandara. Jika melanggar, sanksinya penjara 3 tahun dan denda Rp 1 miliar.
Ahmad mengakui, penindakan saja tak cukup membebaskan kawasan KSOP dari perambah. Masalah tersebut puluhan tahun terjadi dan tidak bisa serta-merta dirampungkan.
”Pemerintah perlu merancang program relokasi untuk mereka. Kalau tidak, mereka pasti akan kembali,” ujarnya.