Pendekatan Berbasis Desa Turunkan ”Stunting” di NTB
Upaya Pemerintah Provisi Nusa Tenggara Barat menurunkan angka stunting mendapat respons yang baik dari kabupaten/kota.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Upaya Pemerintah Provisi Nusa Tenggara Barat menurunkan angka stunting atau tengkes mendapat respons yang baik dari kabupaten/kota. Pendekatan berbasis desa yang menggerakkan masyarakat desa berdampak pada sejumlah daerah di NTB dalam menurunkan angka tengkes beberapa tahun terakhir.
”Pemerintah kabupaten punya cara tersendiri menangani stunting, seperti menempatkan tenaga gizi desa, bikin gerakan Aksi Bergizi, dan di Lombok Utara buat gerakan Sebar Gebuk (Sapu Bersih Gizi Kurang Gizi Buruk),” ujar Kepala Dinas Kesehatan NTB Nurhandini Eka Dewi, Sabtu (14/9/2019), di Mataram.
Kedatangan petugas ke rumah intinya melakukan edukasi dan mencegah kasus gizi buruk, salah satu penyebab stunting.
Tengkes merupakan akibat dari kurangnya asupan gizi pada anak dalam 1.000 hari pertama kehidupan sejak anak di dalam kandungan ibunya hingga anak berusia 2 tahun. Asupan gizi yang kurang mengakibatkan tumbuh kembang fisik anak menjadi pendek.
Menurut Nurhandini, penurunan angka prevalensi tengkes merupakan gerakan nasional yang dalam pelaksanaannya ditempuh melalui pendekatan berbasis desa. Artinya, menggerakkan semua kalangan, di antaranya remaja calon ibu rumah tangga dan ibu hamil untuk proaktif menyelamatkan bayi dan anaknya agar tidak memiliki tubuh pendek.
Pemerintah kabupaten dan kota kemudian memperkuat gerakan itu antara lain dengan menyediakan sumber daya manusia atau petugas khusus yang siap siaga melakukan pendampingan dan edukasi kepada ibu hamil dan bayi.
Edukasi dan pendampingan itu bermula dari posyandu di dusun/desa, seperti menetapkan jadwal penimbangan rutin, sekaligus memonitor kondisi kesehatan bayi dan anak selama 1.000 hari pertama kehidupan.
Mendatangi
Jika ibu dan bayinya tidak hadir saat penimbangan di posyandu, petugas akan mendatangi ibu yang bersangkutan ke rumahnya. Nurhandini menyebutkan, petugas juga langsung melakukan intervensi ketika mengetahui ada bayi yang menderita gizi buruk.
Tenaga fungsional Widya Iswara Dinas Kesehatan NTB, Khaerul Anwar, mengutarakan upaya menurunkan prevalensi tengkes di Kabupaten Lombok Utara saat menjabat Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Utara (2017-Juli 2019).
Di Kabupaten Lombok Utara tercatat ada 33 petugas gizi desa yang bertugas di 33 desa. Tugasnya antara lain melakukan penimbangan, mengukur tinggi badan dan kesehatan bayi, konseling pada ibu hamil, sekaligus mencatat dan melaporkan perkembangan bayi dan anak.
Menurut Khaerul, bagi ibu bayi dan anak yang absen pada hari penimbangan, petugas akan mendatangi ibu ke rumahnya untuk mengetahui alasan ketidakhadirannya di posyandu.
”Kedatangan petugas ke rumah intinya melakukan edukasi dan mencegah kasus gizi buruk, salah satu penyebab stunting,” ujar Khaerul.
Strategi seperti itu menunjukkan tren penurunan stunting di Kabupaten Lombok Utara, dari 65 persen tahun 2013 menjadi 29,8 persen dari 22.000 bayi tahun 2018.
Kepala Dinas Kesehatan Lombok Barat Rachman Sahnan Putra mengatakan, menekan kasus stunting dimulai dari Rembug Daerah, Gerakan Masyarakat Sadar Gizi (Gemadazi), Gerakan Masyarakat 1.000 HPK, penguatan sistem informasi melalui e-Puskesmas, e-Pustu, e-Poskesdes, e-Posyandu, hingga Deklarasi Bebas Stunting 2024.
Bersama UNICEF, Dinas Kesehatan Lombok Barat melaksanakan program suplementasi tablet tambah darah yang diberikan kepada siswa serta edukasi dan advokasi gizi. Tujuannya, mempersiapkan remaja selaku calon ibu sejak menghasilkan kualitas bayi yang baik.
Lewat beragam program itu, Lombok Barat, termasuk 100 kabupaten/kota prioritas percepatan pencegahan stunting, berhasil menurunkan prevalensi anak kerdil. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, kasus stunting di Indonesia 30,8 persen. Di Lombok Barat, tren stunting menurun dari 49,8 persen (2007), 46,9 persen (2013), hingga 33,6 persen (2017). Data Dinas Kesehatan Lombok Barat, kasus stunting tahun 2018 sebanyak 28,9 persen, turun menjadi 25,2 persen per Februari 2019.