Data Induk Kependudukan Nasional untuk Ketepatan Sasaran Pembangunan
Sensus Penduduk 2020 merupakan langkah awal menuju sistem satu data nasional. Integrasi data kependudukan menghasilkan sebuah data induk yang bisa menjadi basis penentuan kebijakan dan perencanaan pembangunan.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS—Sensus Penduduk 2020 merupakan langkah awal menuju sistem satu data nasional. Integrasi data kependudukan menghasilkan sebuah data induk yang bisa menjadi basis penentuan kebijakan dan perencanaan pembangunan.
Hal tersebut disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro, seusai menjadi pembicara utama dalam Rapat Teknis Nasional Sensus Penduduk 2020, hari kedua, di Yogyakarta, Rabu (11/9/2019).
“Sensus penduduk ini momentum awal. Ke depan, tidak ada lagi dualisme mengenai data kependudukan. Tidak ada lagi inkonsistensi. Kita harus bisa menciptakan satu basis data yang konsisten dan akurat,” kata Bambang.
Upaya menciptakan sistem satu data nasional itu didorong adanya Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia, yang ditetapkan Juni lalu. Peraturan tersebut bertujuan mengatur tata kelola data yang dimiliki pemerintah. Data dianggap sebagai bagian penting dalam pembangunan. Keberadaan data mampu menghasilkan perencanaan, pengendalian, serta evaluasi pembangunan yang terukur.
Bambang mengungkapkan, data kependudukan mutlak dimiliki semua pihak yang bergerak dalam bidang perencanaan dan strategi ekonomi. Data tersebut merupakan dasar dari analisa dan penyusunan kebijakan. Tingginya akurasi data menjadi tuntutan yang harus bisa dipenuhi.
“Semua kebijakan dan analisa berujung kepada penduduk atau manusia. Oleh karena itu, akurasi data menjadi sangat penting. Karena, kalau tidak punya data akurat, maka, kebijakan yang kita keluarkan menjadi tidak tepat,” kata Bambang.
Selanjutnya, Bambang menyatakan, Sensus Penduduk 2020 diyakini bisa menghasilkan data induk kependudukan tersebut. Penerapan satu data nasional menjadi pintu menuju tercapainya ketepatan sasaran pembangunan.
“Dampaknya (Sensus Penduduk 2020), pengambilan kebijakan lebih tepat, pelayanan kepada masyarakat lebih baik, bantuan sosial dalam bentuk apapun kepada masyarakat juga makin akurat,” katanya.
Kepala Badan Pusat Statistik Kecuk Suhariyanto mengungkapkan, data dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, dijadikan basis data dalam Sensus Penduduk 2020. Hal itu juga merupakan salah satu perubahan mendasar dari sensus kali ini.
Suhariyanto menyampaikan, biasanya data kependudukan yang berdasarkan dari kartu tanda penduduk (KTP) belum tentu sama. Sensus kali ini sekaligus memverifikasi data tersebut. Tujuannya agar mengetahui jumlah penduduk baik secara de facto dan de jure.
“Itu salah satu cara menuju satu data kependudukan,” ujarnya.
Adapun metode yang dipergunakan dalam sensus nantinya berupa metode kombinasi. Terdapat data yang dikumpulkan dengan metode dalam jaringan dan konvensional. Metode daring membutuhkan partisipasi publik yang tinggi. Masyarakat diharapkan aktif memperbarui data kependudukannya melalui situs resmi yang sudah dibangun untuk keperluan sensus tersebut.
Targetnya data kependudukan yang terjaring dari metode tersebut sebesar 22 persen. Selanjutnya, BPS juga akan memverifikasi kebenaran dari data tersebut melalui cara konvensional
"Targetnya data kependudukan yang terjaring dari metode tersebut sebesar 22 persen. Selanjutnya, BPS juga akan memverifikasi kebenaran dari data tersebut melalui cara konvensional," kata dia.
Sensus akan dimulai pada Februari 2020. Tahapan pertama yang dilakukan berupa sensus lewat metode daring. Tahapan selanjutnya, metode konvensional baru dilakukan. Itu untuk melengkapi data kependudukan yang belum bisa terjaring lewat metode daring.
Suhariyanto menjelaskan, sensus yang dilakukan itu bisa dimanfaatkan untuk menentukan kebijakan-kebijakan pemerintah di waktu mendatang. Pembacaan terhadap data memungkinkan adanya proyeksi terhadap masa depan.
Adapun anggaran dari sensus tersebut sekitar Rp 4 triliun. Sekitar 80 persen dialokasikan untuk upah dan pelatihan bagi petugas lapangan. Harapannya, dalam waktu mendatang, metode daring menjadi yang utama sehingga bisa menambah efisiensi anggaran.
“Kami selalu berusaha melakukan efisiensi. Ke depan, kalau partisipasi masyarakat lewat online itu lebih tinggi, tentu akan makin efisien. Terlebih lagi, mobilitas masyarakat sekarang lebih tinggi. Akan lebih sulit untuk mendatangi dan mewawancarainya,” kata Suhariyanto.