Cuaca buruk yang melanda perairan Nusa Tenggara Timur sejak bulan Agustus menyebabkan hasil tangkapan para nelayan di pesisir Kota Kupang menurun.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS - Cuaca buruk yang melanda perairan Nusa Tenggara Timur sejak bulan Agustus menyebabkan hasil tangkapan para nelayan di pesisir Kota Kupang menurun. Meski demikian nelayan tetap memilih melaut karena tidak ada pekerjaan lain.
Koordinator Forum Nelayan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tenau Kupang To’o Cha di Kupang, Kamis (12/9/2019) mengatakan, angin kencang berkisar 40-45 kilometer per jam melanda sejak awal Agustus 2019. Adapun ketinggian gelombang berkisar 2-4 meter.
“Kondisi gelombang ini paling membahayakan nelayan terutama di wilayah selatan perairan Nusa Tenggara Timur seperti Rote Ndao, Laut Timor, dan perairan Hindia Selatan," ucap dia.
Menurut To\'o, ketinggian gelombang di sejumlah wilayah tersebut berkisar 3-4 meter. Ironisnya, daerah-daerah tersebut merupakan kawasan dengan potensi ikan tinggi. Dengan begitu, nelayan terpaksa melaut ke kawasan-kawasan itu untuk mendapatkan ikan dengan nilai ekonomi tinggi.
Jumlah nelayan yang tergabung dalam forum nelayan TPI Tenau Kupang sebanyak 360 orang dengan jumlah perahu tangkapan 50 unit. Sebagian besar perahu adalah milik pengusaha. Setiap kapal memiliki 5-12 nelayan termasuk nahkoda.
Pada Juni-Juli, para nelayan bisa mendapatkan ikan hingga 3 ton setiap melaut. Namun, sejak awal Agustus, hanya berkisar 500 kg–1.000 kg. Meski tangkapan menurun, nelayan tetap melaut karena tidak ada peluang kerja lain.
Nahkoda Kapal Motor Sumber Barokah II, Achmat Hasan mengatakan, tempat pencarian ikan berada sekitar 150 mil dari Tenau. Menurut dia, setiap melaut mereka butuh waktu 12-14 hari untuk mendapatkan ikan kakap merah, kerapu, opaka, anggoli, sunu, dan kakap merah bongkok. Ikan-ikan ini biasanya yang dicari perusahaan perikanan di Kupang untuk kemudian diekspor.
Dari Kupang, komoditas ikan dikirim dulu ke Denpasar atau Surabaya untuk selanjutnya diekspor ke Jepang, Korea, dan China. Menurut Achmat, meski prioritas ekspor, sebagian ikan juga dijual kepada pedagang pasar di Kupang meski dengan harga lebih murah.
Achmat mencontohkan, ikan jenis anggoli dijual ke perusahaan seharga Rp 37.000 per kilogram (kg), sedangkan di pedagang hanya Rp 30.000 per kg. Ikan sunu dijual dengan harga Rp 70.000 per kg ke perusahaan, sedangkan ke pedagang sekitar Rp 50.000 per kg. Adapun kakap merah Rp 62.000 per kg ke pengusaha sedangkan ke pedagang lokal Rp 48.000 per kg.
“Tidak mungkin kami tangkap ikan di perairan NTT tetapi orang NTT tidak menikmati. Meski jika dijual ke pengusaha lebih menguntungkan, tetapi semua nelayan, nakhoda, dan pemilik kapal sepakat agar semua jenis ikan termasuk ikan tuna tetap dijual ke pedagang di Kupang,” kata Achmat.
Jemris Talan (32) anak buah kapal KM Sumber Barokah II mengatakan, jika mendapat tangkapan sekitar 1 ton, ia bersama tujuh rekan lain mendapatkan Rp 1 juta sekali melaut. Jika hasil ikan yang ditangkap 3 ton, pendapatan naik menjadi Rp 3 juta per nelayan. Menurut Jemris, satu kali melaut butuh waktu 10-20 hari. Dalam satu bulan, nelayan kebanyakan melaut dua kali. Hasil yang diperoleh tergantung hasil tangkapan.