Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, menjamin kebutuhan makanan dan tempat tinggal bagi penderita kusta untuk meningkatkan kualitas hidup penderita kusta yang masih terstigma buruk di masyarakat.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, menjamin kebutuhan makanan dan tempat tinggal kepada penderita kusta. Pemenuhan kebutuhan dasar tersebut diberikan untuk meningkatkan kualitas hidup penderita kusta yang masih terstigma buruk di masyarakat.
Para penderita kusta di Surabaya ditempatkan di Lingkungan Pondok Sosial Babat Jerawat, Benowo. Ada 93 penderita kusta yang menempati lahan seluas 1,5 hektar. Selain terdapat tempat tinggal, area tersebut juga dilengkapi lahan bercocok tanam. Mereka juga memperoleh makan tiga kali sehari dengan menu yang berbeda setiap hari.
”Mayoritas makanan untuk sarapan dan makan siang diambil saat siang karena mereka rawan luka,” kata Kepala Tata Usaha Griya Werda dan Kusta Babat Jerawat Shokib Badjer, Selasa (3/9/2019), di Surabaya.
Menurut Shokib, kebutuhan dasar para penderita kusta sudah dipenuhi oleh Pemkot Surabaya. Mereka sejatinya tidak perlu bekerja untuk mencukupi kebutuhan dasar. Namun, mayoritas penghuni Liponsos memilih tetap bekerja untuk mencari uang tambahan.
”Beberapa di antaranya menjadi penjual balon, pemulung, tukang becak, petani, dan peternak. Ada lahan milik perusahaan di Liponsos yang bisa mereka kelola,” katanya.
Menurut dia, Pemkot Surabaya pernah memberikan pelatihan pembuatan keset dan kemoceng kepada para penghuni Liponsos. Namun, warga enggan membeli produk-produk mereka setelah mengetahui bahwa produk tersebut buatan para penderita kusta.
”Sementara hasil pertanian dan perkebunan dijual melalui distributor, tidak bisa dijual langsung kepada pembeli karena stigma kepada penderita kusta masih tinggi,” ucap Shokib.
Penghuni Liponsos Babat Jerawat, Sodikin (50), mengatakan, dia tidak pernah bekerja di sektor formal. Kondisinya yang mengalami kusta sejak usia 16 tahun membuatnya dijauhi tetangga sekitar. Oleh sebab itu, dia memilih tinggal di Liponsos Babat Jerawat karena di kawasan itu banyak diisi oleh penderita kusta.
Menurut pria yang bekerja sebagai penjual balon gas tersebut, lingkungan tempat tinggal di Liponsos cukup memadai. Dia dan istrinya, Homsatun (54), tidak mendapatkan diskriminasi karena tinggal dengan sesama penderita kusta.
Bekerja menjadi pemulung menurut saya adalah yang paling tepat karena tidak ada gangguan dan diskriminasi dari orang lain. Warga tidak ada yang keberatan.
Kebutuhan tempat tinggal dan makan yang sudah dicukupi oleh Pemkot Surabaya membuatnya bisa bekerja dengan lebih tenang. Setiap hari, dia berjualan balon gas di taman dekat Liponsos dengan penghasilan mencapai di atas upah minimum kota Surabaya sebesar Rp 3,8 juta. Uang yang diperoleh bisa ditabung untuk memenuhi kebutuhan lain, seperti membeli kendaraan bermotor dan makan di luar.
”Bekerja menjadi pemulung menurut saya adalah yang paling tepat karena tidak ada gangguan dan diskriminasi dari orang lain. Warga tidak ada yang keberatan,” kata Warnoto (51), penghuni Liponsos yang bekerja sebagai pemulung.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, warga yang menderita kusta juga berhak mendapatkan kehidupan yang layak. Mereka bisa tinggal dengan lebih layak di Liponsos karena kebutuhan dasarnya sudah terpenuhi. Mereka yang memilih bekerja bisa memanfaatkan uang yang diperoleh untuk kebutuhan lain.
”Dalam setahun, anggaran untuk Liponsos Babat Jerawat mencapai Rp 1,4 miliar. Kebutuhan terbesarnya untuk kebutuhan makanan yang mencapai Rp 800 juta per tahun,” kata Risma.