Kader pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK) dan kader posyandu menjadi ujung tombak untuk menangani persoalan stunting atau tengkes di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS-Kader pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK) dan kader posyandu menjadi ujung tombak untuk menangani persoalan stunting atau tengkes di Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka setiap hari bersentuhan langsung dengan anak-anak, sehingga diharapkan bisa lebih kreatif dan inovatif dalam menyiapkan menu makanan yang bergizi untuk pertumbuhan anak.
Wakil Gubernur NTT Joseph Nae Soi menyampaikan hal itu dalam Jambore PKK dan Posyandu yang dieselenggarakan di Kupang, Selasa (10/9/2019). Jambore diikuti 22 kontingen dari kabupaten/kota di NTT. Masing-masing kontingen beranggotaan 10-19 orang, dipimpin istri kepala daerah dan unsur pimpinan DPRD setempat. Mereka rata-rata berpendidikan sarjana dan diploma.
Jambore tahun ini mengambil tema, "Dengan Semangat Jambore PKK dan Posyandu Berjuang mengatasi stunting di NTT". Melalui jambore ini, para ibu rumah tangga didorong untuk agar menyediakan menu makan yang variatif dan bergizi bagi anak-anak yang dalam masa pertumbuhan.
“Nenek moyang kita dulu, meski tidak mengenyam pendidik dasar dan menengah, apalagi perguruan tinggi, tetapi mereka sudah bisa menenun dengan aneka motif. Itu berarti tingkat kecerdasan mereka luar biasa. Zaman dulu mereka sudah bisa mengadopsi lingkungan sekitar dalam bentuk motif-motif tenun yang sangat indah,” kata Nae Soi.
Wakil Gubernur NNT Joseph Nae Soi.Kasus tengkes di NTT menempati urutan tertinggi nasional. Tahun 2013, tengkes di NTT mencapai 51 persen. Tahun 2018, tersisa 42 persen. Kasus tengkes ada di seluruh kabupaten/ kota di NTT, atau 22 daerah.
Lingkungan sekitar, menurut Nae Soi, menyediakan banyak tumbuhan dan tanaman yang bermanfaat bagi kesehatan dan tumbuh kembang anak-anak. Salah satu jenis tanaman yang sedang dipromosikan Pemerintah Provinsi NTT yakni tanaman kelor atau marungga. Tanaman ini begitu banyak tersebar di sekitar pekarangan dan di kebun-kebun. Daerah ini kaya akan tanaman kelor tersebut.
“Sebagai kader Posyandu kita tidak perlu putus asa tetapi tetap semangat, militant, dan terus berkreasi atau berinovasi. Masih banyak sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan guna mengatasi stunting,” katanya.
Tarian Caci dari Manggarai yang dibawakan kaum pria ikut memeriahkan Jambore PKK dan Posyandu di Kupang, NTT, Selasa (10/9/2019)."Selain itu, perlu dicari fator-faktor penyebab stunting, kemudian dicarikan jalan keluar bersama, membuat perencanaan, dan aksi nyata. Jangan lagi saling menunggu satu sama lain, tetapi semua bergerak bersama," imbuhnya.
Ibu-ibu PKK setiap dua bulan dituntut turun ke lapangan, memantau penanganan kasus tengkes i setiap desa dan kecamatan. Ibu-ibu aparat desa didorong dan diberi pengetahuan dasar bagaimana cara menyajikan menu makan yang cocok untuk menghindari tengkes di kalangan anak-anak.
“Kita evaluasi bersama, kasus stunting di desa itu naik atau turun. Kemudian dicarikan jalan keluar bersama-sama. Usulan-usulan dari desa bisa diteruskan ke atasan yang lebih berwenang, dalam rangka menangani stunting,”kata Nae Soi.
Kader PKK dan posyandu diminta segera melakukan kegiatan konkrit, dengan dukungan organisasi perangkat daerah (OPD) setempat. \'\'Masalah ini sangat sederhana. Cuma robah dan perbaharui menu makan, tingkatkan kebersihan lingkungan (sanitasi), dan hindari kebiasaan-kebiasaan buruk yang menghambat tumbuhkembang anak-anak,"kata Nae Soi.
Kontingen jambore PKK dari Kabupaten Ngada, tampil menggunakan motif tenun dari Ngada, Nagekeo.Wakil Ketua PKK Provinsi NTT Ny Maria Fransisca Djogo Nae Soi mengatakan, sumber daya kaum ibu rumah tangga yang rendah, masih menjadi satu masalah dalam mengelola menu makan anak-anak di rumah. Sumber daya alam cukup tersedia tetapi bagaimana mengolah menjadi menu makan yang bernilai gizi dan disukai anak-anak, banyak ibu rumah tangga yang tidak paham.
"Sekarang banyak ibu rumah tangga memiliki ponsel. Hari-hari mereka sibuk bermain ponsel, dan lupa menyediakan makanan bagi anak-anak. Kalau anak-anak sudah lapar dan minta makan, ibunya langsung membeli mi instan, kemudian rebus atau goreng dan menyajikan kepada anak. Pola ini segera diubah. Untuk itu, petugas Posyandu dan PKK di desa-desa harus terus melakukan sosialisasi,” kata Fransisca.