”Ibu Rupa Batuan”, Ekspresi Seniman Batuan di Bentara Budaya Bali
Pemerintah Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, bersama perkumpulan pelukis Desa Batuan “Baturulangun” dan Bentara Budaya Bali mengadakan pameran karya seni para seniman Desa Batuan di Bentara Budaya Bali.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA
·4 menit baca
GIANYAR, KOMPAS — Pemerintah Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, bersama perkumpulan pelukis Desa Batuan ”Baturulangun” dan Bentara Budaya Bali mengadakan pameran karya seni para seniman Desa Batuan di Bentara Budaya Bali, Gianyar. Pameran bertajuk ”Ibu Rupa Batuan” menghadirkan puluhan karya seni karya dari 76 seniman Desa Batuan, baik dalam bentuk lukisan maupun topeng, di Bentara Budaya Bali.
Malam pembukaan pameran ”Ibu Rupa Batuan” di Bentara Budaya Bali, Minggu (8/9/2019), dimeriahkan dengan pergelaran drama tari gambuh, sebentuk seni pentas dramaturgi, yang lestari di masyarakat Desa Batuan. Pameran yang dikurasi I Wayan ”Jengki” Sunarta itu dibuka Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan ”Kun” Adnyana dan dihadiri sejumlah tokoh dan pemerhati seni Bali.
Desa Batuan di Gianyar dikenal sebagai salah satu pusat seni dan budaya Bali sejak masa kerajaan Bali. Seni lukis Batuan menjadi salah satu gaya lukisan di Bali dan sudah dikenal kalangan internasional sejak 1930-an. Bahkan, seni lukis Batuan sudah diakui sebagai salah satu warisan budaya tak benda di Indonesia. Adapun pameran ”Ibu Rupa Batuan” di Bentara Budaya Bali diagendakan berlangsung sampai Rabu (18/9/2019).
Dalam pidato pengantarnya pada malam pembukaan pameran, Kun Adnyana mengatakan seni dan budaya asli Bali lestari dan berkembang di Desa Batuan. Seni pahat topeng, seni lukis, dan seni drama tari serta seni lainnya diwariskan secara turun-temurun di masyarakat Desa Batuan.
Kun Adnyana juga menyebutkan pewarisan seni dan budaya di Desa Batuan juga cerminan pelestarian budaya Bali yang menunjukkan kecerdasan alami, seperti ditunjukkan dari hasil penelitian antropolog asal Amerika Serikat, Margaret Mead dan Gregory Bateson, di Bali sekitar 1931.
Pendiri Museum Seni Agung Rai (Agung Rai Art Museum/ARMA), Ubud, Anak Agung Gde Rai, mengatakan, seni dari Desa Batuan dikenal kalangan internasional karena pernah diikutkan dalam pameran kolonial internasional di Paris tahun 1931. Agung Rai menyebutkan, seni lukis dari Desa Batuan berkontribusi penting dalam perkembangan seni lukis Bali dan nasional.
Ketua Sanggar Baturulangun Desa Batuan I Ketut Sadia menyatakan, pameran Ibu Rupa Batuan di Bentara Budaya Bali menampilkan seni lukis dan seni topeng hasil karya seniman Desa Batuan dari lintas generasi, mulai dari seniman yang berkarya pada 1930-an sampai seniman muda dari Desa Batuan. ”Tujuan pameran ini adalah melestarikan seni dan budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi di Desa Batuan,” kata Sadia.
Karya seni lukis yang dipamerkan mulai dari zaman generasi Ida Bagus Made Widja (1912-1992), Ida Bagus Made Togog (1913-1989), I Nyoman Ngendon (1920-1947) dan lainnya, juga karya seniman generasi I Wayan Bendi (1950) dan I Ketut Murtika serta lainnya, sampai generasi I Wayan Aris Sarmanta (1995).
”Jikalau dicermati lebih ke belakang, Desa Batuan termasuk pusat seni dan budaya yang sudah berkembang pada masa kerajaan Bali kuno, yang dibuktikan dengan adanya tulisan citrakara yang berarti ahli gambar dan culpika atau ahli pahat dalam prasasti Batuan sekitar tahun saka 944,” kata Jengki Sunarta.
Begitu pula karya seni topeng yang dihadirkan dalam pameran ”Ibu Rupa Batuan” mulai zaman generasi I Made Regug (1939) sampai karya generasi seniman muda Desa Batuan, di antaranya, Dewa Made Virayuga (1981).
Dari pewarnaan
Seni lukis gaya Batuan pada masa awal dikenali dari pewarnaan hitam dan putih dengan memunculkan efek gelap dan terang serta bernuansa magis. Tema yang ditampilkan mulai dari kisah pewayangan, cerita rakyat, ataupun aktivitas masyarakat. Sejumlah seniman generasi berikutnya masih mempertahankan tema tradisi itu, tetapi sebagian seniman Desa Batuan mengembangkan imajinasinya secara lebih baru dengan tetap menggunakan teknik melukis tradisi.
Kurator pameran Jengki Sunarta menyatakan, pameran ”Ibu Rupa Batuan” di Bentara Budaya Bali termasuk pameran besar, baik dari sisi jumlah karya seni yang dipamerkan mencapai 80-an karya, baik karya lukisan maupun karya topeng, juga dari jumlah seniman yang dilibatkan, termasuk pula penyajian karya dari seniman-seniman yang sudah meninggal.
”Jikalau dicermati lebih ke belakang, Desa Batuan termasuk pusat seni dan budaya yang sudah berkembang pada masa kerajaan Bali kuno, yang dibuktikan dengan adanya tulisan citrakara yang berarti ahli gambar dan culpika atau ahli pahat dalam prasasti Batuan sekitar tahun saka 944,” kata Jengki Sunarta.
Koordinator Bentara Budaya Bali Warih Wisatsana mengatakan, pameran karya seniman Desa Batuan itu menjadi sebentuk retrospektif karena juga menampilkan karya-karya seniman generasi tua hingga seniman generasi muda, bahkan karya para pelajar yang mendapat bimbingan dari seniman yang lebih senior. Adapun pameran diberikan judul ”Ibu Rupa Batuan” juga dimaknai sebagai upaya masyarakat Desa Batuan untuk melestarikan dan mengembangkan warisan seni dan budaya.
”Desa dapat diartikan sebagai ibu yang sudah melahirkan, mengasuh, dan membesarkan anak-anaknya,” kata Warih dalam sambutannya. Warih menambahkan, mengenang ibu menjadi upaya mengingat janji kasih kehidupan.