Perdagangan berbagai jenis burung kicau secara ilegal terus berulang. Kali ini, sebanyak 1.187 ekor burung yang hendak kirim melalui bus antarkota antarprovinsi disita petugas.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS – Perdagangan berbagai jenis burung kicau secara ilegal terus berulang. Kali ini, sebanyak 1.187 ekor burung yang hendak kirim melalui bus antarkota antarprovinsi disita petugas. Populasi burung kicau di Sumatera kian terancam.
Burung ilegal itu ditemukan saat petugas gabungan dari Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandar Lampung, polisi, dan pemerhati satwa melakukan pemeriksaan di Pelabuhan Bakauheni, Kamis (5/9/2019) pukul 23.00 WIB. Saat itu, petugas gabungan memeriksa bus Pahala Kencana dengan nomor polisi B 7914 IW. Bus itu berangkat dari Kota Metro menuju Jakarta dan Bandung.
Sopir bus tidak dapat menunjukkan dokumen resmi sehingga burung-burung itu kami sita, ujar Oka Mantara
Saat digeledah, terdapat puluhan kotak berisi berbagai burung kicau yang disembunyikan di bawah toilet dan di bawah tangga bus. “Sopir bus tidak dapat menunjukkan dokumen resmi sehingga burung-burung itu kami sita,” ujar Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandar Lampung AA Oka Mantara di Bandar Lampung, Jumat (6/9/2019).
Menurut dia, sopir dan kondektur bus, yakni A, DD, dan SS masih dalam pemeriksaan. Sementara burung liar itu telah diserahkan pada petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam Lampung-Bengkulu.
Meski tidak masuk kategori satwa dilindungi, peredaran satwa liar tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang. Pihak yang hendak melakukan jual beli satwa harus memiliki surat angkut yang dikeluarkan oleh departemen kehutanan wilayah setempat.
Melepasliarkan
Rusmaidi, petugas dari Seksi Konservasi Wilayah III Lampung BKSDA Lampung-Bengkulu mengatakan, burung liar itu langsung melepasliarkan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Lokasi itu dipilih karena menjadi habitat burung liar tersebut. Burung yang hendak dilepaskan didominasi jenis burung colibri dan burung pleci.
Kondisi sebagian burung liar yang diperdagangkan mengalami malnutrisi dan dehidrasi setelah dikurung dalam keranjang selama beberapa hari. Bahkan, sejumlah burung mati di perjalanan karena kelelahan dan terpapar panas dari mesin bus.
Direktur Eksekutif FLIGHT Protecting Indonesia\'s Birds Marison Guciano, yang terlibat dalam operasi pengungkapan perdagangan burung ilegal memaparkan, populasi burung liar di Sumatera dalam kondisi kritis. Dari hasil kajian, sedikitnya 3.250 ekor burung liar diburu setiap hari. Dalam setahun, lebih dari 1 juta ekor populasi burung liar hilang.
Sepanjang Januari 2018-Agustus 2019, terdapat 45 kasus pengiriman burung liar melalui Pelabuhan Bakaheuni, Lampung dan Pelabuhan Merak, Banten yang diungkap petugas. Jumlah burung yang disita sebanyak 39.600 ekor.
Marison menduga, burung-burung itu ditangkap oleh pemburu dari dalam kawasan hutan lindung di Sumatera, misalnya Taman Nasional Kerinci Seblat dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Untuk itu, diperlukan peran instansi terkait, misalnya polisi kehutanan untuk mencegah perburuan burung liar di hutan.
Dia menilai upaya pemerintah dengan terus menyita dan melepasliarkan burung-burung itu sebagai langkah yang tepat. Namun, ia mendesak pemerintah untuk lebih ketat mengawasi perdagangan satwa di pasar burung. Semestinya, burung yang diperdagangkan merupakan hasil budidaya, bukan satwa liar yang ditangkap di alam.