Berkontribusi dalam Pendidikan Nonformal, Gramedia Raih Penghargaan
Gramedia Asri Media terus mendorong gerakan literasi dan pendidikan nonformal di Indonesia. Melalui donasi buku, Gramedia bekerja sama dengan taman bacaan masyarakat di sejumlah wilayah.
Oleh
Reny Sri Ayu
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Gramedia Asri Media terus mendorong gerakan literasi dan pendidikan nonformal di Indonesia. Melalui donasi buku, Gramedia bekerja sama dengan taman bacaan masyarakat di sejumlah wilayah di Indonesia untuk menumbuhkan minat baca.
Atas hal itu, perusahaan yang bergerak di bidang penerbitan dan toko buku ini mendapat penghargaan dari Direktorat Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Penghargaan akan diberikan pada puncak Hari Aksara Internasional Ke-54 di Lapangan Karebosi, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (7/9/2019).
Gramedia dinilai ikut berkontribusi dalam program pemerintah di bidang pendidikan, khususnya nonformal. ”Sejak 2016, kami banyak bekerja sama dengan taman bacaan masyarakat (TBM) di sejumlah kota untuk lebih meningkatkan minat baca. Secara rutin, kami mengirim donasi berupa buku ke taman-taman baca,” kata Corporate Secretary Gramedia Asri Media Yosef Adityo.
Yang membuat minat baca rendah di Indonesia bukan karena orang-orang tak suka membaca atau harga buku yang mahal, melainkan akses pada buku yang kadang sulit.
Yosef berkunjung ke redaksi harian Kompas Biro Makassar, Kamis (5/9/2019). Dalam kunjungan itu, hadir pula sejumlah pengurus TBM dari beberapa daerah di Indonesia.
Menurut Yosef, yang membuat minat baca rendah di Indonesia bukan karena orang-orang tak suka membaca atau harga buku yang mahal, melainkan akses pada buku yang kadang sulit. ”Itulah mengapa kami berkolaborasi dengan taman bacaan masyarakat dari Aceh hingga Papua,” kata Yosef.
Yosef berharap, penghargaan ini dapat terus mendorong dan menjadi inspirasi bagi Gramedia untuk lebih banyak berbuat dalam dunia literasi dan pendidikan masyarakat. Sejauh ini, Gramedia telah bekerja sama dengan 37 TBM yang tersebar di seluruh Indonesia.
Firman Hadiansyah, sukarelawan TBM Rumah Dunia, yang juga Ketua Forum TBM Nasional, mengatakan, keberadaan TBM yang direspons masyarakat justru melahirkan ruang-ruang baru untuk berkreasi. Di TBM Rumah Dunia, misalnya, aktivitas seperti pelatihan menulis melahirkan sejumlah penulis dan sebagian terjun sebagai wartawan.
”Kami juga melihat, walau umumnya TBM banyak bermitra dan mendapat bantuan dari berbagai lembaga atau perusahaan, yang mandiri biasanya lebih kuat dan bertahan,” ujar Firman.
Firman menuturkan, ada banyak taman bacaan di Indonesia. Tahun 2013 saja, yang terdaftar dalam donasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta mendapat bantuan jumlahnya sekitar 8.000 taman bacaan. ”Masih banyak lainnya dan kami berusaha berjaring walau tak semua terdaftar sebagai penerima donasi,” katanya.
Kiswanti, pendiri Warung Baca Anak Lebakwangi, mengatakan, taman bacaan yang didirikannya tidak hanya menjadi tempat membaca dan belajar, tetapi juga menjadi tempat pengembangan ekonomi.
”Untuk menghidupkan taman bacaan, kami membuat berbagai usaha, seperti katering dan kerajinan. Ini bisa membiayai kegiatan di taman bacaan sekaligus menjadi usaha sampingan ibu-ibu rumah tangga. Kami juga mengembangkan semacam bimbingan belajar dengan pembimbing dari anak-anak yang sudah pintar untuk mengajari anak lainnya,” katanya.
Sementara di Rumah Baca Aqil di Malang, sukarelawan tidak hanya membuka ruang baca, tetapi juga mendampingi kepala sekolah dan guru-guru mengelola sekolah. Hal itu, salah satunya, dengan mengajari mereka membuat laporan keuangan sederhana atau proposal donasi.
”Kami punya 21 sukarelawan tetap dan sekitar 300 sukarelawan tidak tetap. Sebagian besar mahasiswa. Kami bukan hanya sebatas pada soal meningkatkan minat baca, melainkan juga masuk pada berbagai persoalan sehari-hari, seperti kesehatan hingga literasi bencana,” kata Willy Ariwiguna, pendiri Rumah Baca Aqil.