Mahfud Ingatkan Masih Ada Ancaman Ideologi dan Separatisme
Ada dua ancaman yang harus selalu diwaspadai untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedua ancaman tersebut adalah ideologi yang ingin mengganti sistem NKRI dan separatisme.
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·2 menit baca
SOLO, KOMPAS — Ada dua ancaman yang harus selalu diwaspadai untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedua ancaman tersebut adalah ideologi yang ingin mengganti sistem NKRI dan separatisme.
Hal itu diingatkan Mahfud MD, pendiri Gerakan Suluh Kebangsaan, dalam acara ”Halaqah Alim Ulama, Menguatkan Ukhuwah Melalui Pendekatan Ibroh” yang digelar Aliansi Indonesia Damai (Aida) dan Pondok Pesantren Al-Muayyad, Windan, Sukoharjo, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (31/8/2019).
Menurut Mahfud, saat ini ada upaya menyebarkan ideologi khilafah untuk menggantikan Pancasila. Penyebaran ideologi khilafah yang ingin mengganti sistem NKRI telah menyasar kalangan pelajar dan anak-anak yang sedang belajar agama Islam. Dengan demikian, mereka dapat dengan mudah dipengaruhi untuk diajak meninggalkan Pancasila.
Mahfud mengingatkan, lahirnya NKRI berdasarkan Pancasila telah disepakati para ulama. Ideologi Pancasila mempersatukan hati masyarakat Indonesia untuk bersatu sebagai bangsa. ”Gerakan-gerakan yang ingin melawan kemapanan ideologi kita itu canggih. Apa yang dimainkan? Hoaks yang berbasis pasca-kebenaran,” katanya.
Menurut Mahfud, ideologi yang ingin mengganti NKRI dengan sistem khilafah serta gerakan separatisme merupakan ancaman nyata. Keinginan referendum di Papua pun tidak bisa dibenarkan. NKRI sudah final sehingga tidak boleh ada peluang untuk Papua merdeka.
Ideologi yang ingin mengganti NKRI dengan sistem khilafah dan gerakan separatisme merupakan ancaman nyata. (Mahfud MD)
”Papua adalah bagian sah dari NKRI. Menurut konstitusi tidak boleh ada referendum karena hukum Indonesia tidak kenal referendum untuk menentukan nasib sendiri,” tambahnya disela-sela acara.
Kurnia Widodo, mantan narapidana kasus terorisme, mengaku terpapar paham radikal karena pengaruh teman di sekolah saat duduk di bangku SMA di Lampung. Setelah terpapar paham radikal, kemudian dia bergabung dengan kelompok Negara Islam Indonesia dan ikut gerakan melawan pemerintah dengan aksi-aksi teror.
Kurnia mengingatkan, orangtua harus memantau pergaulan anak mereka masing-masing. Orangtua harus tahu putra-putri mereka telah masuk dalam kelompok radikal atau tidak. ”Pergaulan anak harus diwaspadai, pertemanannya dengan siapa saja,” katanya.