Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Bandar Lampung, Kamis (22/8/2019), memusnahkan 6,8 juta batang rokok ilegal di Bandar Lampung.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Bandar Lampung, Kamis (22/8/2019), memusnahkan 6,8 juta batang rokok ilegal di Bandar Lampung. Rokok tanpa cukai tersebut dibuat di Pulau Jawa dan menyasar konsumen di daerah pinggiran Pulau Sumatera. Nilai kerugian negara atas perdagangan jutaan rokok ilegal itu ditaksir mencapai Rp 2,5 miliar.
Pemusnahan barang ilegal itu disaksikan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sumatera Bagian Barat Yusmariza serta Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Bandar Lampung M Hilal Nur Sholihin.
Kegiatan pemusnahan juga disaksikan sekitar 50 perwakilan sejumlah instansi terkait, antara lain Kepolisian Daerah Lampung dan Kejaksaan Tinggi Lampung.
Selain rokok ilegal, petugas juga memusnahkan 3.301 botol minuman keras, 50 sextoys, 20 karton boneka, 20 karton tepung, dan 72 bungkus bibit tanaman yang tidak dilengkapi izin impor. Pemusnahan barang-barang tersebut dilakukan dengan cara dibakar dan dihancurkan menggunakan buldoser.
Menurut Hilal, semua barang kena bea dan cukai yang dimusnahkan tersebut merupakan hasil penindakan sepanjang Juli-Desember 2018 dengan total nilai Rp 5,6 miliar. Operasi penindakan dilakukan dengan cara memeriksa truk, bus, dan toko-toko di wilayah Lampung. Selain itu, petugas juga melakukan pemeriksaan terhadap barang yang dikirim menggunakan jasa pengiriman paket.
Peredaran barang ilegal masih didominasi perdagangan rokok ilegal. Para pelaku biasanya mengelabui petugas dengan menggunakan pita cukai palsu. Modus lainnya, pelaku menyelundupkan barang ilegal dengan cara disembunyikan dengan barang lain.
Untuk mengelabui pembeli, produsen rokok ilegal juga membuat merek yang mirip dengan rokok yang sudah beredar luas di pasaran. ”Sebagian besar rokok ilegal ini diproduksi di wilayah Jawa untuk diedarkan di Sumatera, khususnya menyasar wilayah pelosok dan pinggiran,” kata Hilal.
Untuk menekan perdagangan ilegal itu, kata dia, petugas Bea dan Cukai memperketat pengawasan dan memusnahkan barang agar para pelaku perdagangan ilegal jera.
”Kami telah melakukan penindakan 159 kali hingga pertengahan 2019. Para pelaku juga telah dikenai sanksi administrasi hingga pidana,” ujarnya.
Saat ini, sudah ada dua pelaku perdagangan barang ilegal yang dijerat kasus hukum. Kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan oleh Kejaksaan.
Menurut Yusmariza, maraknya perdagangan barang ilegal itu tidak hanya menimbulkan kerugian negara, tetapi juga membunuh pelaku industri besar dan kecil. Dalam jangka panjang, perdagangan ilegal dapat mengganggu perekonomian Indonesia.
Pemerintah tidak hanya berhenti sampai barang ilegal itu dimusnahkan, tetapi juga akan menelusuri lebih jauh siapa pemilik dan pemodal barang ilegal tersebut.
Rokok ilegal itu diduga diproduksi di industri rumahan sehingga sulit dilacak. Untuk itu, pihak Bea dan Cukai bekerja sama dengan instansi terkait untuk mencari tahu mitra dagang dan jaringannya.