Perangkat Desa Sri Mulyo Didakwa Pungli Rp 417 Juta
Kepala Desa Srimulyo, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Bandot Suprastiyo dan Kepala Urusan Pemerintahan Desa, Kariono, didakwa memungut biaya tidak resmi kepada 868 petani penggarap yang menjadi peserta program redistribusi tanah obyek reformasi agraria 2016. Total pungutan yang terkumpul mencapai Rp 417 juta.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Warga Desa Srimulyo, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (26/2/2019) berunjuk rasa mempertanyakan penanganan kasus sertifikat tanah.
SIDOARJO, KOMPAS - Kepala Desa Srimulyo, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Bandot Suprastiyo dan Kepala Urusan Pemerintahan Desa, Kariono, didakwa memungut biaya tidak resmi kepada 868 petani penggarap yang menjadi peserta program redistribusi tanah obyek reformasi agraria 2016. Total pungutan yang terkumpul mencapai Rp 417 juta.
Dakwaan tersebut disampaikan jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Malang pada sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Selasa (13/8/2019). Sidang dipimpin majelis hakim yang diketuai Hisbullah Idris.
Dalam materi dakwaannya jaksa penuntut umum Kejari Malang Hari Suwignyo mengatakan pada 2016, Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jatim mengirim surat ke perangkat desa Srimulyo. Isinya tentang penetapan lokasi kegiatan redistribusi Tanah Obyek Land Reform (TOL) tahun anggaran 2016.
Dalam lampiran surat itu disebutkan wilayah Kabupaten Malang mendapat alokasi 3.000 bidang termasuk Desa Srimulyo, Kecamatan Dampit yang mendapat alokasi 868 bidang.
“Program redistribusi TOL ini merupakan bantuan negara untuk memperbaiki keadaan sosial ekonomi penggarap dengan cara mengadakan pembagian tanah yang adil dan merata sebagai sumber penghidupan rakyat,” ujar Hari.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Warga Desa Srimulyo, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (26/2/2019) berunjuk rasa memertanyakan penanganan kasus sertifikat tanah.
Program itu dibiayai pemerintah dengan anggaran yang bersumber dari Dipa Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN RI Zona V meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jatim, Bali, dan Banten. Harga satuan redistribusi tanah per bidang ditetapkan Rp 306.000 dan Rp 375.000.
Program retribusi TOL ini merupakan bantuan negara untuk memperbaiki keadaan sosial ekonomi penggarap dengan cara mengadakan pembagian tanah yang adil dan merata sebagai sumber penghidupan rakyat
Harga satuan
Harga satuan itu merupakan biaya keseluruhan per bidang, mulai kegiatan penegasan, redistribusi tanah, penerbitan sertifikat hak atas tanah, penyerahan sertifikat dan pelaksanaan bina sertifikat tanah. Seluruh biaya itu ditanggung oleh negara melalui APBN dan tidak dibebankan ke masyarakat atau pemohon.
Masyarakat yang berhak menjadi peserta atau subyek program redistribus TOL itu selain warga negara Indonesia juga bertempat tinggal di kecamatan yang sama dengan lokasi tanah. Menggarap sendiri tanah obyek redistribusi yang dibuktikan dengan surat penguasaan fisik. Luas penguasaan tanah tidak boleh lebih dari 5 hektar (ha).
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI
Mantan Sekda Malang Cipto Wiyono, terdakwa korupsi saat sidang di PN Tipikor Surabaya, Selasa (13/8/2019)
Pada Febuari 2019, terdakwa Bandot Suprastiyo, Kariono, Kaur Keuangan Edi Krisnowo (almarhum), membicarakan tentang biaya yang akan dipungut secara tidak resmi kepada peserta. Pemohon yang menguasai tanah garapan seluas 0-500 meter persegi dipungut Rp 600.000 per bidang.
Pemohon yang menguasai tanah garapan seluas 500-10.000 meter persegi dipungut Rp 750.000 per bidang. Sedangkan pemohon yang menguasai tanah garapan seluas 10.000-15.000 meter persegi dipungut Rp 1,350 juta per bidang. Apabila ada pemohon yang belum punya surat oper garap dikenakan pungutan tambahan Rp 500.000 per bidang.
Pungutan tidak resmi itu tidak diatur dalam peraturan perundangan maupun produk hukum desa seperti peraturan desa atau surat keputusan kepala desa. Pungutan itu hanya dijelaskan secara lisan kepada peserta program. Bagi yang tidak membayar akan dicoret dari daftar peserta. Mereka mengutamakan pemohon yang bersedia membayar pungutan tidak resmi tersebut.
Sosialisasi mengenai pungutan tidak resmi dilakukan oleh Bandot sebagai Kades Srimulyo. Dia juga memerintahkan perangkat desa yang lain seperti pengurus rukun tetangga, rukun warga, dan kepala dusun untuk melancarkan kegiatan pungutan tidak resmi. Oleh karena itulah jaksa mendakwa terdakwa melakukan pungutan secara berjenjang.
Dari pungutan tidak resmi itu terkumpul uang Rp 417 juta dan uang digunakan untuk kepentingan pribadi. Kasus terungkap karena ada laporan warga ke Polres Malang. Saat disidik, terdakwa menyembunyikan perbuatannya dengan mengeluarkan SK Kepala Desa Srimulyo tentang penunjukan kepanitiaan sertifikat redistribusi pada 2017.
Selama sidang kedua terdakwa tidak didampingi penasehat hukum. Namun pada sidang selanjutnya, terdakwa akan didampingi penasehat hukum yang ditunjuk oleh majelis hakim.