Sengkarut Lahan Pantai Pink, Lombok, Didorong Dituntaskan
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mendorong penyelesaian persoalan sengketa lahan obyek wisata Pantai Pink di kawasan Hutan Sekaroh, Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mendorong penyelesaian persoalan sengketa lahan obyek wisata Pantai Pink di kawasan Hutan Sekaroh, Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Ketiadaan kepastian hukum membuat investor yang sebelumnya telah mengantongi izin belum bisa membangun fasilitas wisata di kawasan itu.
”Pesan Pak Gubernur, kami harus ramah terhadap investor dengan mempercepat perizinannya, tetapi tanpa mengabaikan prinsip dan kewajiban yang berlaku,” kata Asisten II Sekretaris Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) seusai rapat dengan berbagai pihak terkait percepatan penyelesaian beberapa kawasan yang akan dijadikan ekowisata di Lombok Timur dan Kabupaten Sumbawa, Senin (12/8/2019), di Mataram.
Sengketa lahan terjadi setelah PT Eco Solution Lombok (ESL) mengantongi izin kelola lahan seluas 339 hektar dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB tahun 2013. PT ESL adalah investor asal Swedia yang berencana membangun ekowisata terbesar di Asia yang terletak di kawasan Pantai Pink Sekaroh. Namun, lahan itu kemudian diklaim pihak yang memiliki sertifikat, bahkan dinyatakan sebagai kawasan hutan lindung.
Dari luasan kawasan yang mendapat izin kelola itu, hanya 10 persen yang boleh dibangun. Perusahaan berencana membangun 30 vila, restoran, dive shop, dan pasar tani-nelayan. Dalam kick off ceremony pada 29 Januari 2014, hadir Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu dan Dubes Swedia untuk Indonesia Mrs Ewa Polano.
Direktur Hukum PT ESL Bima Harahap mengatakan, belakangan setelah izin kelola didapat, muncul 31 sertifikat atas lahan 100 hektar yang berada di seputar Pantai Pink. Selain itu, ada pula pihak yang mengklaim sebagai pemilik areal Pantai Pink seluas 2 hektar.
Muncul 31 sertifikat atas lahan 100 hektar yang berada di seputar Pantai Pink.
Bupati Lombok Timur juga menunjuk pengusaha lain mengelola kawasan itu. Belakangan juga dibangun jeti dan masuk perusahaan budidaya mutiara di kawasan.
”Jadi, sejak mendapat izin, kami tidak bisa akses lokasi. Mau bawa kontainer berisi material bangunan dihalang satuan polisi pamong praja saat itu. Kami baru memiliki harapan masuk lokasi itu setelah Bupati Lombok Timur dijabat Sukiman Azmy,” ujar Bima. Sukiman Azmy menjabat Bupati Lombok Timur pada 2008-2013 dan 2018-2023.
Harapan pembangunan membesar setelah seorang aparat Badan Pertanahan Nasional NTB mendapat vonis 2 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Mataram terkait penerbitan sertifikat ilegal sebanyak 31 lembar di kawasan Hutan Sekaroh. Malah dari 31 pemegang sertifikat, ada tiga orang yang bersedia mengembalikan sertifikat karena merasa tidak berhak atas tanah itu. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB bahkan menyatakan lokasi itu adalah kawasan hutan lindung.
Ditinjau ulang
Menurut Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah NTB Ruslan Abdul Gani, perjanjian izin kelola yang diperoleh PT ESL berdasarkan naskah kemitraan dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB perlu ditinjau kembali. ”Secara administrasi hukum, Gubernur NTB yang berhak memberikan izin,” ucapnya.
Perjanjian izin kelola yang diperoleh PT ESL berdasarkan naskah kemitraan dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB perlu ditinjau kembali. (Ruslan Abdul Gani)
Terkait munculnya 31 sertifikat, Ruslan mengatakan, sejak awal Badan Pertanahan Nasional (BPN) NTB berwenang menyatakan sertifikat itu ilegal karena Hutan Sekaroh berstatus hutan lindung. Namun, BPN NTB bersikukuh sertifikat itu terbit sebelum Hutan Sekaroh berstatus kawasan lindung. Setelah ada ketetapan hukum, BPN NTB berhak mencabut 31 sertifikat itu, tetapi pencabutan sertifikat itu tidak dilakukan.
Dalam rapat itu juga terungkap adanya kewajiban PT ESL melunasi iuran usaha pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam Rp 390 juta.
Sumbawa Barat
Selain di Pantai Pink, Lombok Timur, PT ESL sejak 2016 juga berencana menjadikan Gili Balu di Kabupaten Sumbawa Barat sebagai obyek wisata dan kawasan ekonomi khusus. ”Sekarang peta tapak kawasan gili itu sudah ada dan sudah disetujui Kementerian LHK tahun 2018,” kata Ridwansyah.
”Terkait investasi, pembahasan lebih detail dilakukan oleh investor dan kabupaten terkait,” tambah Ridwansyah.