Para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, didorong terus berinovasi menghasilkan produk sesuai standar nasional.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURBALINGGA, KOMPAS — Para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah didorong terus berinovasi setidaknya tiga bulan sekali. Potensi ekonomi dari UMKM yang inovatif diharapkan menambah lapangan pekerjaan sekaligus memangkas kemiskinan di daerah.
Hal itu disampaikan Samuel Wattimena, perancang busana sekaligus staf khusus di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Senin (12/8/2019), saat menjadi narasumber dalam talkshow UMKM Purbalingga di Kampung Duku, Desa Kembaran Wetan, Kecamatan Kaligondang, Purbalingga, Jawa Tengah dalam rangka Peringatan Hari UMKM 2019.
”Setiap kali produksi, selalu sisihkan 10 persen untuk ruang inovasi. Kalau kapasitas produksi 100 pasang sepatu, 10 pasang sepatu harus ada model baru,” ujarnya.
Samuel mengatakan, inovasi produk harus berkelanjutan, setidaknya tiga bulan sekali. Menurut dia, dalam hukum penjualan dan pemasaran, setiap produk yang telah mencapai titik tertinggi, cepat atau lambat, akan turun.
”Kalau suatu produk tersebut begitu banyak penggemarnya, pasti cepat atau lambat akan turun. Tidak bisa bertahan terus. Kalau tidak disiapkan inovasi, kita akan jatuh karena tidak akan ada produk yang naik lagi,” papar Samuel kepada para pelaku UMKM.
Menurut Samuel, inovasi adalah salah satu hal yang mutlak dilakukan para pelaku UMKM. Dia menyarankan setiap tiga bulan harus ada produk baru. Hal itu untuk mengantisipasi sifat konsumen yang cenderung mudah bosan.
Selain inovasi, lanjut Samuel, proses produksi suatu produk juga harus memperhatikan sumber daya manusia, bahan baku, serta standar pengolahan produk. ”Jika nanti ada pesanan dalam jumlah besar dan kesulitan bahan baku, bisa jadi akan kesulitan memenuhi,” ujarnya.
Retno (50), salah satu perajin kain batik ecoprint di Purbalingga, mengatakan, dirinya memproduksi batik ecoprint dengan bahan alami di sekitarnya. Dia mencontohkan, motif dan warna daun berasal dari daun jati, daun jarak, dan daun mahoni.
Retno mengaku memulai usaha batik ecoprint sejak 3 bulan terakhir. Produk yang dihasilkan tidak hanya kain, tetapi juga busana, tas, buku, serta syal.
Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi menyampaikan, di Purbalingga, terdapat 123.000 UMKM yang menyerap tenaga kerja hingga 345.000 orang. ”UMKM menjadi penyangga perekonomian nasional. UMKM juga menyerap banyak tenaga kerja,” tuturnya.
Pratiwi mengatakan, produk unggulan UMKM Purbalingga yang sudah go internasional adalah abon sapi Cap Koki serta gula kelapa organik yang beberapa waktu lalu sudah menjalin kesepakatan dengan pembeli dari Rusia.
Pada peringatan hari UMKM 2019 itu, para pelaku UMKM menggelar produk mulai dari kuliner, kerajinan tangan, hingga kain dan busana. Pada kesempatan itu, dipertunjukkan juga sejumlah desain batik karya pelajar SMKN 1 Bojongsari, Purbalingga. Sebanyak 12 siswi memamerkan busana batik di bawah naungan rimbun pohon bambu.