Polresta Palembang menetapkan AS (16) sebagai tersangka kasus kekerasan yang terjadi di SMA Taruna Indonesia di Palembang, yang menyebabkan WJ (16), calon siswa SMA tersebut, meninggal. Walaupun ditetapkan sebagai tersangka, AS tidak ditahan karena bersikap kooperatif.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Polresta Palembang menetapkan AS (16) sebagai tersangka kasus kekerasan yang terjadi di SMA Taruna Indonesia di Palembang, yang menyebabkan WJ (16), calon siswa SMA tersebut, meninggal. Walaupun ditetapkan sebagai tersangka, AS tidak ditahan karena bersikap kooperatif.
Kepala Polresta Palembang Komisaris Besar Didi Hayamansyah, Kamis (8/8/2019), mengatakan, setelah memeriksa 26 saksi dari pihak siswa, pihak sekolah, dan saksi ahli dari dua rumah sakit yang merawat WJ, pihaknya menetapkan AS sebagai tersangka. ”AS disangka melakukan tindak kekerasan terhadap WJ yang pada akhirnya meninggal,” katanya.
AS adalah siswa kelas XII, berperan sebagai komandan peleton senior, bertugas mengawasi para juniornya di masa pembekalan mental di SMA Taruna Indonesia di Palembang. AS diduga menganiaya WJ dengan memukulnya beberapa kali. AS kesal lantaran WJ tidak menjalankan instruksinya.
Pemukulan dilakukan dalam sesi praktik tali-temali di dekat sekolah. AS memukul bagian perut WJ sebanyak tiga kali sambil berkata ”kurus-kurus”, padahal badan WJ gemuk.
AS memukul bagian perut WJ sebanyak tiga kali sambil berkata ”kurus-kurus”, padahal badan WJ gemuk.
AS kesal karena WJ lambat memasang tali webbing. ”Hal ini sesuai dengan keterangan saksi yang melihat langsung peristiwa tersebut dan juga hasil rekonstruksi di lapangan,” kata Didi.
AS kembali memukul WJ saat berada di barisan karena kesal melihat WJ yang dianggapnya bermalas-malasan. Saat itu WJ sedang duduk dengan kancing baju terbuka. Saat itu ia meracau karena pemukulan yang pertama dan kelelahan.
Penganiayaan dilakukan pada Rabu (10/7/2019). Total ada tiga kali pemukulan di perut dengan kepalan tangan yang dilakukan AS pada WJ. Akibatnya, organ vital WJ tidak berfungsi. Apalagi sebelumnya korban sudah menderita penyakit pankreas akut.
Akibat pemukulan itu, WJ mengalami koma dan meninggal pada Jumat (19/7/2019) setelah menjalani perawatan selama enam hari di RS Charitas Palembang. Sebelumnya, ia dirawat di RS Karya Kasih.
Didi mengatakan, pihaknya tidak menahan AS karena AS masih berada di bawah umur dan dinilai kooperatif. ”Namun, apabila dia tidak kooperatif, penahanan bisa saja dilakukan,” katanya.
Dalam proses pemeriksaan, AS didampingi sejumlah pihak lantaran dia masih di bawah umur.
Kasat Reskrim Polresta Palembang Komisaris Yon Edi Winara menambahkan, karena masih di bawah umur, proses hukum AS dilakukan secara khusus. Proses pengiriman berkas hingga ke pengadilan dilakukan dengan cepat. Dalam proses pengadilan, AS juga akan didampingi oleh semua yang berkepentingan, termasuk pemerhati anak.
Atas perbuatannya, AS diancam 15 tahun hukuman penjara karena melanggar Pasal 76 dan 80 UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Praperadilan ditolak
Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus Palembang menolak permohonan praperadilan OF (24), tersangka kasus kekerasan yang sebelumnya terjadi di SMA Taruna Indonesia di Palembang. Tindakan OF diduga menyebabkan DL (14), siswa baru, juga meregang nyawa.
Hakim menilai penyidik Polresta Palembang sebagai termohon sudah memenuhi semua prosedur dalam menangkap, menetapkan saksi, dan menetapan OF sebagai tersangka. ”Penetapan tersangka sudah sesuai dengan undang-undang, di mana terdapat dua alat bukti yang cukup,” kata Yosdi.
Dengan penolakan ini, kasus ini tetap berlanjut. Keluarga OF menilai keputusan ini tidak adil karena hakim tidak mempertimbangkan fakta pengadilan secara keseluruhan
Atas kejadian ini, kuasa hukum OF Suwito Winoto menilai hakim tidak mempertimbangkan fakta di pengadilan, termasuk keterangan ketiga saksi kunci yang menyatakan OF tak berasalah, dan juga surat penangkapan dari pemohon yang sudah melebihi batas waktu.
OF yang bertugas sebagai pengawas asrama putra ditetapkan sebagai tersangka pada Senin (15/7/2019). Dia disangka melakukan penganiayaan pada Sabtu (13/7/2019) saat mengawal siswa di hari terakhir bimbingan fisik dan mental.