Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengutarakan kekhawatirannya atas tingginya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Indonesia. Bali mendapatkan perhatian karena daerah ini diperhatikan kalangan internasional dan belum bebas dari kasus KDRT.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengutarakan kekhawatirannya atas tingginya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Indonesia. Bali mendapatkan perhatian karena daerah ini diperhatikan kalangan internasional dan belum bebas dari kasus KDRT.Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution mengungkapkan laporan yang masuk dan ditangani lembaga ini terkait kasus KDRT menunjukkan peningkatan, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Sampai sekarang tidak ada satu daerah di Indonesia yang menunjukkan adanya penurunan kasus KDRT. “Kondisi KDRT di Indonesia, menurut kami di LPSK sudah layak dianggap darurat,” kata Nasution di Denpasar, Bali, Jumat (2/8/2019) sore.
Nasution menanggapi kasus KDRT terkini yang terjadi di Bali, yakni yang dialami PSM (11) alias Putu, seorang anak dari Manggis, Kabupaten Karangasem, yang diduga dianiaya ayahnya, IKA (33) alias Ketut. Putu saat ini dirawat di rumah sakit di Denpasar.
“LPSK menyampaikan keprihatinan atas peristiwa yang kesekian kalinya ini,” kata Nasution yang didampingi Kepala Biro Pemenuhan Hak Saksi dan Korban LPSK Sriyana. Adapun Nasution bersama Sriyana serta tim LPSK berada di Bali dalam rangka menemui dua orang saksi korban dalam kasus KDRT lain di Bali yang sedang dalam program perlindungan LPSK.
Terkait kasus KDRT yang dialami Putu, Nasution menyatakan LPSK sudah menerima surat permohonan dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Bali yang meminta LPSK terlibat. Nasution mengatakan, sikap dan langkah LPSK terhadap kasus KDRT yang dialami Putu akan diagendakan dalam rapat paripurna LPSK yang akan digelar Senin (5/8/2019).
LPSK menyampaikan keprihatinan atas peristiwa yang kesekian kalinya ini
“Nanti Senin dalam rapat paripurna LPSK. Surat permohonan dari LPA Bali akan menjadi agenda prioritas yang dibahas dalam rapat paripurna,” ujar Nasution.
Perlindungan anak
Dalam pertemuan dengan pihak LPA Bali, LBH Asosiasi Perempuan untuk Keadilan Indonesia (Apik) Bali, dan Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali serta Dinas Sosial Provinsi Bali di Denpasar, Jumat sore, Nasution menyatakan LPSK mengapresiasi langkah dan koordinasi jejaring lembaga perlindungan anak di Bali yang segera menangani kasus KDRT di Manggis, Karangasem.
Sebelumnya, Sekretaris LPA Bali Titik Suharyati mengatakan, kasus KDRT yang dialami Putu dilaporkan terjadi Rabu (24/7). Terlapor, yakni Ketut, diduga memukuli anak-anaknya, termasuk Putu. Tidak hanya memukuli Putu, Ketut juga diduga membanting anak laki-lakinya itu. Akibat penganiayaan tersebut, Putu mengalami patah tulang paha dan memar.
LPA Bali kemudian melaporkan dugaan kasus KDRT tersebut ke Kepolisian Resor Karangasem pada Jumat (26/7) dan bersama-sama pihak Polres Karangasem, LPA Bali mendatangi korban yang sudah dirawat di rumah sakit. Titik mengatakan, korban sudah menjalani operasi namun kondisinya belum pulih. “Biaya perawatan dan pengobatannya cukup besar, ini juga menjadi persoalan karena korban sudah tidak ditanggung BPJS,” kata Titik.
Titik menambahkan, polisi sudah memeriksa korban dan ibunya. Polisi juga sudah memanggil ayah korban, yakni Ketut, yang diduga menganiaya anaknya, untuk diperiksa di Polres Karangasem. “Ini kasus kriminal,” ujarnya.
Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Provinsi Bali Ida Ayu Ketut Anggreni mengatakan, Dinas Sosial Provinsi Bali turut memfasilitasi korban dengan menyiapkan rumah singgah dan melalui program orangtua asuh dalam upaya merehabilitasi kondisi korban KDRT tersebut.
Adapun perwakilan LBH Apik Bali Luh Anggreni menyatakan pihaknya sedang mempelajari kasus dugaan KDRT itu. Mereka berharap LPSK berperan dengan memberikan perlindungan kepada korban.