Dorong Formalisasi Tambang Rakyat untuk Tekan Penggunaan Merkuri
Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota harus proaktif mengatur pertambangan rakyat atau tambang skala kecil, terutama menentukan lokasi-lokasi yang bisa ditetapkan sebagai pertambangan rakyat dan dikelola dalam bentuk badan usaha atau koperasi. Dengan penetapan ini, program pengurangan atau penghentian penggunaan merkuri akan mudah dipantau dan direalisasikan.
Oleh
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota harus proaktif mengatur pertambangan rakyat atau tambang skala kecil, terutama menentukan lokasi-lokasi yang bisa ditetapkan sebagai pertambangan rakyat dan dikelola dalam bentuk badan usaha atau koperasi. Dengan penetapan ini, program pengurangan atau penghentian penggunaan merkuri akan mudah dipantau dan direalisasikan.
Selama ini, setidaknya ada 850 titik tambang skala kecil di Indonesia yang menggunakan merkuri dan menjadi lokasi peredaran merkuri yang sebagian besar ilegal. Hal itu mengemuka dalam forum grup diskusi yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Makassar, Kamis (1/8/2019). Pertemuan di antaranya dihadiri pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta dinas lingkungan hidup dan ESDM dari berbagai kabupaten/kota dan provinsi serta Kementerian Kesehatan.
Asisten Deputi Infrastruktur Pertambangan dan Energi Kementerian Koordinator Kemaritiman Yudi Prabangkara mengatakan, saat ini, pemerintah terus mendorong upaya pengurangan penggunaan merkuri dalam tambang skala kecil.
”Tapi, untuk sampai ke tahap ini, pemerintah harus mengatur tambang skala kecil dalam artian memformalkan mereka. Untuk membuat mereka jadi legal, harus diatur agar mereka bisa membentuk koperasi atau badan usaha atau perorangan, yang memiliki areal pertambangan yang telah ditetapkan. Dengan cara ini, mereka bisa dipantau bukan hanya soal penggunaan merkuri, melainkan juga keselamatan kerja dan amdal,” kata Yudi.
Tapi, untuk sampai ke tahap ini, pemerintah harus mengatur tambang skala kecil dalam artian memformalkan mereka.
Karena itu, kata Yudi, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota harus proaktif menetapkan wilayah-wilayah yang ditunjuk sebagai lokasi tambang rakyat. Namun, ini harus melalui proses panjang seperti memetakan lokasi dan melihat mana yang bisa dikelola oleh perusahaan skala besar dan mana yang cukup ekonomis dikelola tambang rakyat.
”Jangan sampai ada wilayah yang ditunjuk, tapi tak memiliki kandungan tambang yang bagus. Atau memiliki kandungan tambang, tapi ditetapkan dikelola oleh misalnya 10 kelompok, padahal secara ekonomi mestinya hanya bisa dikelola oleh tiga atau empat kelompok. Ini memang agak panjang prosesnya dan karena itu pemerintah dan multisektor harus duduk bersama,” papar Yudi.
Tak terbendung
Yudi mengatakan, peredaran merkuri di Indonesia kian tidak terbendung karena ada 850 titik tambang skala kecil yang menjadi pengguna merkuri di seluruh Indonesia. Jika dibandingkan dengan beberapa perusahaan yang memiliki izin mengimpor atau memperdagangkan merkuri, jumlahnya tidak sebanding dengan peredaran merkuri.
Penggunaan merkuri secara aman hingga bagaimana menghentikan dan mengganti dengan bahan lain hanya bisa dilakukan jika perusahaan tambang skala kecil dilegalkan sesuai dengan aturan.
Mohammad Mova Al Afghani, konsultan hukum proyek Gold Ismia (Global Opportunities for Long-term Development of Artisanal and Small Scale Gold Mining sector Integrated Sound Management of Mercury in Indonesia’s), mengatakan, terkait dengan izin pertambangan, ada sejumlah aturan yang tumpang tindih. Ini di antaranya aturan yang menyebut izin menjadi kewenangan provinsi dan aturan lain yang menyebut kewenangan kabupaten/kota.
”Soal izin pertambangan, ada dua aturan yang tumpang tindih, satu anggapan menyebut UU minerba yang sah. Pandangan lain menyebut UU minerba datang belakangan dan aturan yang ada sebelumnya belum dicabut. Artinya, kewenangan kabupaten/kota juga belum dicabut,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas ESDM Sulawesi Utara BA Tinungki mengatakan, persoalan tambang skala kecil ini harus dilihat dan ditangani dengan hati-hati.
”Di Sulut dari 15 kabupaten/kota, 11 di antaranya memiliki tambang emas. Dampaknya membuat banyak pertambangan skala kecil. Setidaknya ada 90.000 warga Sulut yang menyandarkan hidup dari tambang. Ini harus dipikirkan secara matang,” ujarnya.
Soal izin pertambangan, ada dua aturan yang tumpang tindih, satu anggapan menyebut UU minerba yang sah. Pandangan lain menyebut UU minerba datang belakangan dan aturan yang ada sebelumnya belum dicabut. Artinya, kewenangan kabupaten/kota juga belum dicabut.
Dalam diskusi juga dibahas tentang banyaknya lokasi tambang skala kecil di sejumlah daerah yang tidak memperhatikan aspek keselamatan dan amdal. Sejumlah besar kecelakaan tambang yang menimbulkan korban dan kerusakan lingkungan terjadi di tambang skala kecil yang sulit dibendung.