Sejumlah kecamatan di Purwakarta, Jawa Barat, menghadapi krisis air bersih dan kekeringan sejak tiga bulan terakhir. Untuk menanggulangi bencana itu, pendistribusian bantuan air terus dilakukan pemerintah daerah melalui Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DPKPB) Kabupaten Purwakarta.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
PURWAKARTA, KOMPAS — Sejumlah kecamatan di Purwakarta, Jawa Barat, menghadapi krisis air bersih dan kekeringan sejak tiga bulan terakhir. Untuk menanggulangi bencana itu, pendistribusian bantuan air terus dilakukan pemerintah daerah melalui Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Kabupaten Purwakarta.
Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DPKPB) Kabupaten Purwakarta Wahyu Wibisono, Rabu (31/7/2019), mengatakan, ada 12 kecamatan di Purwakarta yang saat ini menghadapi krisis air bersih. Dari semua kecamatan tersebut, hanya sebagian yang sudah mengajukan permohonan air bersih.
Ke-12 kecamatan itu adalah Jatiluhur, Plered, Maniis, Tegalwaru, Sukatani, Babakancikao, Darangdan, Bungursari, Pasawahan, Campaka, Cibatu, dan Bojong.
DPKPB telah mendistribusikan bantuan air bersih sebanyak 72.500 liter untuk enam kecamatan dengan jumlah total 1.959 keluarga. Adapun dana yang dianggarkan untuk pengadaan air bersih musim kemarau ini totalnya Rp 350 juta.
Kami sudah mendistribusi bantuan air kepada warga terdampak dengan kapasitas 4.000 liter per tangki. Kami siap memberikan bantuan air bersih bagi warga setelah mereka mengajukan permohonan air bersih.
Pada pertengahan Juli 2019, setidaknya 60 keluarga atau 183 jiwa di Kampung Cipeteuy, Desa Cilegong, Kecamatan Jatiluhur, telah mendapat distribusi air dari DPKPB. Begitupun dengan 60 keluarga atau 300 jiwa di Kampung Sukamanah, Desa Ciramahilir, Kecamatan Maniis; sebanyak 20 keluarga atau 60 jiwa di Kampung Pasir Peuteuy, Desa Pamoyanan, Kecamatan Plered; dan 180 keluarga atau 315 warga di Kampung Cijambe, Desa Cisalada, Kecamatan Jatiluhur.
”Kami sudah mendistribusi bantuan air kepada warga terdampak dengan kapasitas 4.000 liter per tangki. Kami siap memberikan bantuan air bersih bagi warga setelah mereka mengajukan permohonan air bersih,” ujar Wibisono.
Kecamatan Tegalwaru, Purwakarta, merupakan salah satu kecamatan yang terdampak kekeringan paling luas. Camat Tegalwaru Ahmad Korib mengatakan, pihaknya telah mengirimkan surat permohonan bantuan air bersih pada 11 Juli 2019. Terdapat tiga desa dengan total 1.539 keluarga yang paling terdampak kekeringan, yakni Batutumpang, Citalang, dan Tegalsari.
Meringankan beban
Bantuan air bersih tersebut diharapkan dapat meringankan beban masyarakat. Alasannya, bencana kekeringan dan krisis air yang terulang setiap tahun menyebabkan mereka harus mencari air ke lokasi yang cukup jauh. Tak jarang, banyak warga membeli air untuk kebutuhan memasak dan air minum.
Hal itu yang dirasakan Tini (50), warga RW 001, Kampung Cimerta, Desa Batutumpang, Kecamatan Tegalwaru. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia harus membeli air seharga Rp 3.000 per ember (sekitar 25 liter air). Setiap hari ia membutuhkan 50 liter air yang ditampung di ember-ember besar di depan rumahnya.
Badan saya tidak pernah gatal-gatal, nyatanya masih sehat dan baik-baik saja.
Sementara itu, Karmi (65), warga Kampung Sindangreret, Desa Batutumpang, Kecamatan Tegalawaru, mengungkapkan, selama ini dirinya mengambil air dari kubangan-kubangan yang ada di sungai untuk mencuci pakaian dan mandi. Air kebutuhan memasak ia dapatkan dengan membeli air seharga Rp 3.000 per ember (25 liter).
Berdasarkan pantauan di lapangan, kubangan yang digunakan Karmi juga dimanfaatkan warga lain. Saat ini di atas kubangan dibangun tempat mencuci baju yang terbuat dari bambu dan berdinding terpal.
Karmi mengatakan telah lebih dari lima tahun memanfaatkan air dari kubangan tersebut. Padahal, kubangan itu airnya tampak berlumut dan hijau. Ada beberapa sampah plastik dan ranting pohon di sana. ”Badan saya tidak pernah gatal-gatal, nyatanya masih sehat dan baik-baik saja,” ucap Karmi dalam bahasa Sunda.