Universitas Indonesia mendirikan perpustakaan alam di kawasan arboretum mangrove di Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
CILACAP, KOMPAS — Universitas Indonesia mendirikan perpustakaan alam di kawasan arboretum mangrove di Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Sebanyak 523 eksemplar buku yang terdiri dari seri ilmu pengetahuan dan fiksi bagi anak-anak, remaja, dan dewasa disediakan di perpustakaan ini.
Dalam siaran pers, Senin (29/7/2019), antropolog maritim Departemen Antropologi FISIP Universitas Indonesia (UI), Prihandoko Sanjatmiko, menjelaskan, perpustakaan ini dibuka di dalam kawasan arboretum mangrove supaya anak-anak Kampung Laut dan para turis yang datang tidak hanya menikmati indahnya mangrove, tetapi juga belajar alam dari buku-buku ilmu pengetahuan.
Prihandoko menyampaikan, program membangun masyarakat Kampung Laut di Pulau Nusakambangan sebagai pulau edukasi sudah dilakukan UI sejak 2017. Program itu bekerja sama dengan Kelompok Tani Mangrove Krida Wana Lestari untuk pelestarian mangrove.
Orang Kampung Laut tinggal di Segara Anakan, Pulau Nusakambangan, Cilacap. Kawasan perairan ini mengalami proses sedimentasi yang masif, terutama sejak tahun 1980-an. Sedimentasi mengubah bentang alam kawasan tersebut sekaligus sisi pengelolaannya karena sebelumnya sebagai wilayah tangkap perikanan menjadi kawasan pertanian.
Pulau Nusakambangan yang berimpit dengan kawasan ini juga merupakan tempat berdirinya beberapa lembaga pemasyarakatan atau penjara bagi narapidana kelas kakap. Bahkan, tempat ini juga kerap menjadi lokasi eksekusi bagi narapidana hukuman mati.
Perairan Segara Anakan, yang terletak di antara Pulau Nusakambangan dan Pulau Jawa, merupakan sumber ilmu pengetahuan tentang beragam jenis mangrove dan ikan. Pengetahuan lokal orang Kampung Laut tentang keragaman jenis mangrove dan ikan tersebut pun merupakan harta kekayaan tak berwujud benda yang tidak terukur nilainya.
Sangat miris rasanya, selama ini orang Kampung Laut hanya menjadi obyek penelitian dan berperan sebatas pencari data.
Menurut Prihandoko, upaya menginisiasi pengetahuan tidak tertulis dari orang Kampung Laut tentang beragam jenis mangrove dan ikan di Segara Anakan dilakukan Departemen Antropologi FISIP UI dengan menerbitkan buku berjudul Orang Kampung Laut dan Alam Segara Anakan: Keunikan Budaya dan Keanekaragaman Jenis Mangrovenya. Selain itu, ada pula buku Orang Kampung Laut dan Keragaman Jenis Ikan Segara Anakan: Bertahan di Antara Laut dan Daratan.
”Sangat miris rasanya, selama ini orang Kampung Laut hanya menjadi obyek penelitian dan berperan sebatas pencari data (tentang mangrove dan ikan) untuk lembaga penelitian atau para peneliti dari luar. Buntutnya, yang mendapat hak intelektual, ya, para peneliti dari luar itu, sementara orang Kampung Laut hanya sebatas mendapat upah mencarikan data buat mereka,” ujar Prihandoko.
Buku yang berisi etnografi multispesies berbagai jenis mangrove dan ikan Segara Anakan ini, lanjut Prihandoko, dimaksudkan untuk ”mendeklarasikan” kepada pihak luar bahwa orang Kampung Laut memiliki hak intelektual yang patut dihargai dan dilindungi secara hukum.
”Buku ini 100 persen adalah pengetahuan hasil identifikasi orang Kampung Laut tentang ragam mangrove dan jenis ikan Segara Anakan. Kami hanya memberikan perspektif etnografi multispesies sesuai dengan kompetensi kami dalam bidang antropologi,” papar Prihandoko.
Sesuai dengan hasil identifikasi yang dilakukan orang Kampung Laut sendiri, kata Prihandoko, kawasan Segara Anakan kaya dengan beragam jenis mangrove. Tercatat 56 jenis mangrove dan turunannya terdapat di perairan itu, lengkap dengan nama lokal, titik koordinat, dan fungsi yang dimanfaatkan masyarakat lokal. Demikian pula dengan ragam jenis ikannya. Tercatat ada 45 jenis ikan lengkap dengan nama lokal dan manfaat yang digunakan orang Kampung Laut.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Kelompok Krida Wana Lestari Wahyono menyambut baik kehadiran perpustakaan alam di kawasan arboretum mangrove itu. ”Warga menyambut positif perpustakaan ini. Di sini ada lebih dari 500 anak-anak yang memerlukan buku bacaan,” ujarnya.
Selain bagi anak-anak, kata Wahyono, buku-buku itu juga bisa dibaca oleh pengunjung wisata mangrove. ”Jadi, mereka tidak sekadar jalan-jalan lihat mangrove di sini,” ucapnya.
Kepala Desa Ujung Alang, Kampung Laut, Tugiono, menambahkan, kehadiran perpustakaan alam ini diharapkan bisa semakin membuka wawasan pengetahuan generasi muda di sana. ”Adanya perpustakaan alam yang dibangun oleh UI ini diharapkan dapat mencerdaskan anak-anak kami yang masih tinggal terpencil dari sarana-sarana sumber ilmu pengetahuan yang ada,” ujarnya.