Aktivitas penambangan emas tanpa izin di wilayah Pulau Lombok dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, semakin mengkhawatirkan karena dampaknya begitu luas. Kegiatan yang dilakukan secara ilegal tidak hanya kerusakan lingkungan dan kesehatan, tetapi juga mencoreng citra pariwisata NTB.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Aktivitas penambangan emas tanpa izin di wilayah Pulau Lombok dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, semakin mengkhawatirkan karena dampaknya begitu luas. Akibat kegiatan yang dilakukan secara ilegal itu tidak hanya kerusakan lingkungan dan kesehatan, tetapi juga mencoreng citra pariwisata NTB. Apalagi salah satu lokasi penambangan berada di sekitar Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, Kute, Lombok Tengah.
”Kehadiran wartawan New York Times ke lokasi melihat pencemaran yang diakibatkan oleh penambangan ilegal saja sudah cukup memprihatinkan. Jangan sampai nanti ada media internasional yang mengulas kondisi di lapangan secara besar-besaran, ini masalah serius,” kata Gubernur NTB Zulkieflimansyah dalam rapat dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah NTB, Senin (29/7/2019), di Mataram.
Penambangan emas ilegal itu terjadi di seputar kawasan Gunung atau Hutan Prabu, Lombok Tengah, dan Kecamatan Sekotong, Lombok Barat, serta di Kabupaten Sumbawa Barat. Dalam pantauan Gubernur NTB, tiga lokasi penggalian emas itu cukup parah, seperti kawasan hutan tambah gundul serta permukaan tanah menganga atau terbuka lebar akibat penggalian.
Jangan sampai nanti ada media internasional yang mengulas kondisi di lapangan secara besar-besaran, ini masalah serius.
Di Gunung Prabu, penggalian terus meluas, padahal lokasi penggalian berdekatan dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, yang saat ini gencar dipromosikan sebagai obyek wisata, tetapi kondisi lingkungannya tidak mendukung dan tidak tertata dengan baik. Kondisi lingkungan itu diperparah dengan penggunaan potasium dan merkuri yang digunakan petambang untuk memisahkan material tanah dengan kandungan emasnya.
Menutup lokasi penambangan
Oleh karena itu, Gubernur NTB bermaksud menutup lokasi-lokasi penambangan itu karena efek negatif pada lingkungan dan kesehatan. Namun, penutupan itu disertai alternatif yang ditawarkan kepada para petambang setelah penambangan ilegal itu dihentikan.
”Oleh karena itu, jangan sampai nutup periuk orang, tetapi tidak ada alternatif sehingga perlu sosialisasi dan persuasif dahulu, tidak sekadar menunjukkan kekuasaan,” ucapnya.
Jangan sampai nutup periuk orang, tetapi tidak ada alternatif sehingga perlu sosialisasi dan persuasif dahulu, tidak sekadar menunjukkan kekuasaan.
Hal senada dikatakan Kepala Kepolisian Daerah NTB Inspektur Jenderal Nana Sudjana. NTB diberikan sumber daya alam tambang yang melimpah serta memberi efek ekonomi dan membuka lapangan kerja. Meski demikian, efek negatif penambangan juga sangat besar, merugikan negara dari sektor pajak dan memerlukan biaya perbaikan lingkungan yang sangat besar.
”Penambangan emas tanpa izin tidak bisa dibiarkan karena melanggar undang-undang, termasuk penggunaan merkuri yang membahayakan kesehatan bagi manusia dan lingkungan hidup,” ucap Nana Sudjana.
Tim pencegahan
Dalam rapat itu, dibentuk juga Tim Pencegahan dan Penyelesaian Ilegal Mining yang diketuai Kepala Polda NTB. Menurut Kepala Kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Politik NTB M Safi’i, tim ini memiliki tugas pokok, antara lain, memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat sehingga dengan sadar bersedia berhenti melakukan kegiatan penambangan emas tanpa izin karena berdampak terhadap kerusakan lingkungan.
Tim juga mengawasi peredaran potasium, merkuri, dan obat berbahaya lainnya di tengah masyarakat, dengan melakukan tindakan tegas terhadap pengedar dan pengguna ilegal. Selain itu juga menindak tegas masyarakat yang melanggar dan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
Tim itu dibagi menjadi Tim Sosialisasi serta Satuan Tugas Merkuri dan Sianida (di pengepul) dan Satuan Tugas Penindakan. Sebagai payung hukum melakukan penindakan hukum, Pemprov NTB dan aparat penegak hukum membuat kesepakatan kerja sama (MoU).
Senior Advisor Nexus3 Foundation, Yuyun Ismawati Drwiega, mengatakan, kandungan merkuri di udara Kecamatan Sekotong melebihi ambang batas normal akibat maraknya aktivitas penambangan emas ilegal. Tingginya kandungan limbah merkuri itu (40-50 kali) terindikasi dari rambut manusia, ikan laut, beras, dan adanya anak cacat lahir di Desa Pelangan, Kecamatan Sekotong. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, ambang batas kandungan merkuri di udara di bawah 1.000 nanogram per meter, bahkan dikategorikan mengkhawatirkan.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram Hamsu Kadryan menuturkan, merkuri yang kontak dengan tubuh manusia dapat menimbulkan masalah kesehatan, seperti terganggunya pendengaran dan gangguan pertumbuhan janin. Hal itu terbukti dengan ditemukannya bayi tanpa anus di Sumbawa Barat.