Menikmati Kota Padang dari Ketinggian
Kota Padang dikenal dengan obyek wisata pantainya yang menggoda. Namun, jika pengunjung bosan atau enggan ke pantai, cobalah melawat ke Gunung Padang. Lokasi yang jadi tempat bermain bagi tokoh Samsul Bahri dan Siti Nurbaya di novel roman Siti Nurbaya karya Marah Rusli itu menjanjikan suasana menawan.
Obyek wisata Gunung Padang berjarak sekitar 5 kilometer dari sentra perniagaan, Pasar Raya Padang. Lokasi pintu gerbangnya bisa diakses dengan sepeda motor atau mobil dengan waktu tempuh sekitar 15 menit. Tak perlu khawatir jika pengunjung tak membawa kendaraan, sebab uda-uda ojek atau taksi daring bersedia mengantar ke sana.
Alih-alih gunung sebagaimana namanya, Gunung Padang di Kelurahan Batang Arau, Padang Selatan, itu lebih tepat disebut bukit. Tingginya hanya sekitar 80 meter di atas permukaan laut. Sebagian besar daratan Gunung Padang dikelilingi oleh laut. Harga tiket masuk ke obyek wisata Rp 10.000 untuk dewasa dan Rp 5.000 untuk anak-anak.
Siang itu, terlihat dua perempuan muda bersemangat memulai perjalanan ke puncak Gunung Padang, Minggu (21/7/2019). Satu per satu langkah mereka ayunkan. Beberapa puluh meter kemudian, kaki mereka mulai bertemu anak tangga, dari sana perjalanan mulai terasa berat.
”Perjalanan cukup menguras tenaga. Namun, sesampainya di puncak semua lelah terbayar,” kata Desi Indri (21), wisatawan asal Pekanbaru, Riau, yang dua tahun terakhir bekerja di Bali. Desi berlibur bersama Sandra Kirana (20), rekan kerja yang berasal dari Padang.
Perjalanan menanjak sekitar 300 meter selama 15-30 menit itu diselingi pemandangan indah. Di bagian kanan jalan, pada titik-titik tertentu, mata dimanjakan laut biru.
Dari kejauhan, ombak berdebur di obyek wisata Pantai Padang. Angin bertiup sepoi-sepoi. Sesekali perahu motor keluar dari Pelabuhan Batang Arau.
Berbagai jenis satwa mudah ditemui di perjalanan ataupun di puncak. Hewan itu mulai dari karo atau monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), burung layang-layang, tupai, hingga berbagai jenis serangga. Apabila beruntung, pengunjung dapat bersua dengan cingkuak atau lutung kelabu (Trachypithecus cristatus) yang pemalu.
Tidak hanya pemandangan alam, pengunjung juga bisa menikmati pesona cagar budaya di sepanjang perjalanan. Sebelum sampai ke puncak, pengunjung akan menjumpai sejumlah benteng, bungker pertahanan, dan meriam peninggalan zaman penjajahan Jepang.
Sesampai di puncak Gunung Padang, serasa terbayar semua kelelahan di sepanjang perjalanan. Setelah melangkahi anak tangga terakhir, Taman Siti Nurbaya menyambut para pengunjung. Suasana di taman relatif sejuk karena puluhan pohon waru, diselingi beberapa pohon kelapa berdiri dengan rindangnya.
Bangku-bangku taman menopang belasan pengunjung yang melepas penat siang itu. Sebagian besar mereka sepasang muda-mudi. Selain itu, ada pula yang berkunjung bersama sahabat ataupun keluarga.
Puncak Gunung Padang menjadi salah satu titik terbaik untuk menikmati Padang dari ketinggian. Setidaknya, ada dua titik yang jadi favorit pengunjung untuk memandang, yaitu bagian selatan dan utara bukit.
Di sisi selatan, pengunjung dapat memandangi laut dan pulau-pulau kecil, seperti Pulau Pisang dan Pulau Pisang Ketek di obyek wisata Pantai Air Manis. Dari titik ini, terlihat pula lalu lintas kapal yang keluar masuk di Pelabuhan Teluk Bayur.
Di bagian utara, terhampar laut, Pantai Padang, dan berbagai bangunan di pusat kota, seperti Masjid Raya Sumbar dan Gedung Kebudayaan Sumbar, walaupun sedikit terhalang oleh tulisan ”PADANG” raksasa yang dibangun pemerintah kota tahun 2017.
Sayangnya, udara sedikit berkabut pada Minggu (21/7/2019) siang itu meskipun cuaca relatif cerah. Kabut tipis itu diduga berasal dari kebakaran hutan di provinsi tetangga, seperti Riau dan Jambi. Meskipun jarak pandang jadi berkurang, panorama Padang tetap menarik untuk dipandang.
Ikrami Nuzul (16), bersama lima rekannya di SMA XI Padang, mengaku sering berkunjung ke Gunung Padang. Mereka ke sana untuk menyegarkan pikiran saat libur sekolah dan menjauhkan diri sejenak dari ingar-bingar kesibukan warga kota.
”Pemandangan dari Puncak Gunung Padang bagus. Saya sudah empat kali main ke sini,” kata Ikram, panggilan akrab siswa kelas XI jurusan IPA itu.
Pemandangan dari Puncak Gunung Padang bagus. Saya sudah empat kali main ke sini. (Ikram)
Sementara itu, Geovalin (19) dan Azka (19), mahasiswa jurusan hukum di Universitas Sultang Ageng Tirtayasa, Banten, mengaku, terkesan berkunjung ke Gunung Padang. Siang itu merupakan pertama kalinya mereka mendaki ke sana.
”Tadi iseng saja naik ke sini, penasaran, ada tulisan PADANG-nya. Ternyata di atas memang menarik,” kata Azka, yang berlibur ke kampung rekannya, Geovalin.
Sang rekan menimpali, ”Alamnya masih asri dan sejuk. Ada bunyi uwia-uwia (tonggeret) juga.”
Perjalanan ke Gunung Padang lekat dengan kisah Siti Nurbaya. Menjelang sampai ke gerbang, jika melintas dari arah Kota Tua, Padang Barat, pengunjung melewati jembatan Siti Nurbaya yang membentang di Batang Arau.
Masri (44), pedagang di Gunung Padang, menuturkan, lokasi tersebut mulai dikenal luas sejak dijadikan tempat syuting sinetron Siti Nurbaya, adaptasi dari novel dengan judul sama, yang pertama kali tayang di TVRI tahun 1991. Tahun 1992, lokasi itu mulai dibuka sebagai obyek wisata. Beberapa tahun sebelumnya, lokasi berluas 180 meter persegi tersebut merupakan kebun cengkeh.
”Saya masih ingat ketika membantu mengangkat peralatan syuting ketika itu. Sejak kecil saya memang sering main di sekitar sini,” kata Masri, warga Kelurahan Seberang Palinggam, yang berbatasan dengan Kelurahan Batang Arau.
Saya masih ingat ketika membantu mengangkat peralatan syuting ketika itu. Sejak kecil saya memang sering main di sekitar sini. (Masri)
Beberapa meter menjelang puncak juga ada makam Siti Nurbaya. Entah benar entah tidak, konon kuburan itu sama dengan kuburan Siti Nurbaya di dalam novel. Lokasinya tersembunyi di salah satu tebing di sebelah kanan jalan. Pengunjung dapat menjenguk ke dalam lewat tangga yang relatif curam.
Menurut Masri, kuburan Siti Nurbaya itu sudah ada sejak tahun 1900-an. Ia mendapat cerita dari kakeknya. ”Kuburan itu tidak dibuat-buat,” klaim Masri.
Kala mendaki, ada baiknya pengunjung membawa air untuk melepas dahaga di tengah perjalanan. Namun, bila tidak sempat atau lupa, tak perlu khawatir, di puncak ada warga yang berjualan. Ada tiga warung kecil di lokasi, yang menjual air mineral dan minuman kemasan, kopi hitam, mi rebus, dan sebagainya.
Pasokan listrik juga terbatas di Gunung Padang. Listrik di warung-warung tersebut hanya bersumber dari listrik pintar PLN. Adapun untuk sinyal telepon genggam di lokasi sudah bagus. Sinyal relatif kuat untuk menelpon ataupun mengakses internet.
Susniati (34), istri Masri, mengatakan, meskipun lebih baik dalam beberapa tahun terakhir, fasilitas di Gunung Padang belum mencukupi. Di sini, hanya ada satu toilet untuk buang air kecil, sedangkan untuk buang air besar tidak ada. Air bersih pun cuma mengandalkan tetesan hujan yang ditampung dari cucuran atap warung.
”Para pengunjung juga sering mengeluhkan tidak adanya mushala. Mereka pun tidak bisa lama-lama berwisata ke sini,” kata Susniati.
Para pengunjung juga sering mengeluhkan tidak adanya mushala. Mereka pun tidak bisa lama-lama berwisata ke sini. (Susniati)
Hal yang tidak kalah penting adalah kebersihan. Di beberapa sudut lokasi, banyak ditemukan sampah plastik bekas kemasan makanan dan minuman. Sebenarnya, di sekitar taman banyak tempat sampah. Namun sayangnya, kesadaran pengunjung untuk menjaga kebersihan masih kurang.