Perilaku Sehat dan Cek Berkala Tingkatkan Usia Harapan Hidup
Angka harapan hidup penting ditingkatkan karena menjadi indikator tingkat kesehatan masyarakat suatu daerah. Sosialisasi perilaku hidup sehat disertai pengecekan kesehatan secara berkala menjadi langkah efektif meningkatkan angka tersebut.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Angka harapan hidup penting ditingkatkan karena menjadi indikator tingkat kesehatan masyarakat suatu daerah. Sosialisasi perilaku hidup sehat disertai pengecekan kesehatan secara berkala menjadi langkah efektif meningkatkan angka tersebut.
Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan Nila Moeloek di sela kunjungan kerja ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (22/7/2019).
”Cek kesehatan secara berkala mulai usia tua. Artinya, kita cek terus. Jika mengalami sakit sesuatu, harus diobati sedini mungkin. Kita jaga agar selalu terkontrol. Jangan sampai nanti sudah parah baru datang ke rumah sakit,” kata Nila seusai kunjungannya.
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan daerah dengan angka harapan hidup tertinggi se-Indonesia pada 2018, yakni 74,82 tahun. Angka itu lebih tinggi dibandingkan dengan capaian nasional, yaitu 71,20 tahun. DIY juga menjadi yang tertinggi pada 2017 dengan angka 74,74 tahun.
Nila menyampaikan apresiasinya terhadap capaian itu. Ia menilai angka setinggi itu dicapai atas dasar gaya hidup, budaya, dan karakter masyarakat yang tenang. Selain itu, daerah ini juga tidak terlalu tinggi hiruk-pikuknya. Bagi dia, kondisi itu memungkinkan masyarakat dari daerah itu bisa memiliki karakter yang cukup tenang.
Nila menambahkan, tingginya angka harapan hidup itu perlu diimbangi dengan layanan kesehatan yang baik bagi kalangan lanjut usia (lansia). Orang yang sudah berusia lanjut, mulai dari 60 tahun ke atas, biasanya akan disertai sedikitnya satu penyakit dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, layanan kesehatan yang mumpuni pada semua tingkatan fasilitas kesehatan harus tersedia.
Sekitar 37 persen lansia menyandang empat penyakit atau lebih, sedangkan 35 persen menyandang tiga penyakit.
Terkait dengan hal itu, Kepala Poliklinik Geriatri RSUP Dr Sardjito Probosuseno mengatakan, secara umum, kualitas kesehatan lansia di Indonesia masih rendah. Sekitar 37 persen di antaranya menyandang empat penyakit atau lebih, sedangkan 35 persen menyandang tiga penyakit. Penanganan terhadap pasien-pasien itu tidak sederhana.
”Bagi yang memiliki ekonomi cukup akan mencari layanan ke konsultan Geriatri (pelayanan kesehatan terpadu bagi lansia yang mengidap lebih dari satu penyakit bersamaan). Tetapi, jumlah konsultan itu sangat terbatas dan tidak merata,” kata Probosuseno.
Direktur Utama RSUP Dr Sardjito Darwito menyatakan, pihaknya berkomitmen memberikan layanan terbaik bagi pasien lansia. Itu didasarkan dari kesulitan menangani pasien lansia karena biasanya menyandang lebih dari satu jenis penyakit. Layanan terpadu bagi pasien lansia pun terus dikembangkan.
”Di usia 60 tahun ke atas memang biasanya menderita multi-disease. Kami siap melakukan transferknowledge dari rumah sakit ini ke rumah sakit lainnya yang membutuhkan. Itu menjadi kewajiban bagi kami sehingga pasien di rumah sakit lain bisa terlayani dengan baik,” kata Darwito.
Di RSUP Dr Sardjito terdapat tiga konsultan Geriatri yang masih aktif melayani. Para konsultan itu selalu ditugaskan di rumah sakit pendidikan. Keadaan itu yang memungkinkan terjadinya transfer pengetahuan ilmu geriatri bagi para calon dokter umum, spesialis, ataupun calon konsultan geriatri yang nantinya disebar ke semua daerah.
Menurut Nila, dengan langkah itu, RSUP Dr Sardjito ikut serta membentuk sistem pendidikan kesehatan. Jejaring dilakukan dengan rumah sakit-rumah sakit lain untuk mengoptimalkan pelayanan. Hal itu membuat RSUP Dr Sardjito layak dijadikan contoh bagi rumah sakit lain, khususnya dalam hal optimalisasi layanan bagi lansia.