Tingkatkan Koordinasi Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Keandalan jaringan irigasi ikut menentukan hasil produksi terutama di sentra atau lumbung padi. Pemeliharaan jaringan irigasi perlu dioptimalkan guna menekan tingkat kebocoran distibusi pengairan menuju persawahan. Hal ini menuntut kooordinasi antarinstansi.
Oleh
SAMUEL OKTORA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS - Keandalan jaringan irigasi ikut menentukan hasil produksi terutama di sentra atau lumbung padi. Pemeliharaan jaringan irigasi perlu dioptimalkan guna menekan tingkat kebocoran distibusi pengairan menuju persawahan. Hal ini menuntut kooordinasi antarinstansi.
“Pemeliharaan jaringan irigasi amat penting karena jika terjadi kebocoran saluran yang parah, areal persawahan bisa sama sekali tak mendapat air. Akibatnya akan fatal,” kata dosen Teknik Sumber Daya Air Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB), Dantje K Natakusumah di Bandung, Jawa Barat, Senin (22/7/2019).
Pemeliharaan jaringan irigasi harus dilakukan lebih intensif. Begitu pula koordinasi antara pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah provinsi, maupun pusat harus lebih baik, terutama saat terjadi kerusakan supaya cepat ditangani.
Dentje menuturkan, dalam konsep pembangunan jaringan irigasi, terdapat efisiensi irigasi sebesar 65 persen. Adapun 35 persen air yang disalurkan akan hilang karena rembesan sebelum mencapai areal persawahan. “Kalau kondisi jaringan irigasi tak terawat dan banyak kerusakan, air yang hilang saat disalurkan bisa lebih dari 35 persen,” ujarnya.
Dantje juga mengingatkan pentingnya koordinasi mengingat dalam pengelolaan jaringan irigasi, terdapat kewenangan pemerintah. Dalam hal ini balai besar wilayah sungai, pemprov, dan pemerintah kabupaten/kota.
“Apalagi, umumnya, biaya operasional yang dialokasikan dari APBD untuk pemeliharaan jaringan irigasi jumlahnya minim. Jika koordinasi baik, diharapkan apabila terdapat kendala teknis di lapangan cepat ditangani. Jangan terlalu rigid menganggap bukan menjadi kewenangannya,” ucapnya.
Secara terpisah, Kepala Dinas Sumber Daya Air Jabar Linda Al Amin mengatakan, 46,63 persen dari 99 daerah irigasi dengan luas 77.040 hektar yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Jabar dalam kondisi rusak. Kerusakan juga terjadi pada 45,31 persen dari 363.692 ha irigasi yang menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Kerusakan irigasi tersebut disebabkan berbagai faktor, di antaranya usia bangunan yang sudah tua, longsoran pada tebing irigasi, dan sedimentasi. Akibatnya, irigasi tidak berfungsi optimal untuk mengalirkan air ke sawah.
Sejumlah irigasi, seperti di Kabupaten Indramayu, dibangun pada zaman kolonial Belanda. Pemeliharaan jaringan irigasi juga tidak maksimal karena keterbatasan anggaran.
“Berbagai upaya dilakukan untuk memperbaiki saluran irigasi, di antaranya beronjong kawat dipasang menutup tanggul yang bocor, juga disediakan sejumlah pompa untuk menyalurkan air ke sawah,” kata Linda.
Sementara itu Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Jabar, Hendy Jatnika menyinggung, untuk tahun ini terdapat bantuan APBN untuk rehabilitasi jaringan irigasi tersier (RJIT) di perdesaan.
“Tahun ini, bantuan untuk 12.350 hektar dengan nilai Rp 1,1 juta per hektar. Jumlahnya menurun dari tahun lalu, seluas 15.400 hektar. Namun, bantuan dari pemerintah pusat ini sangat membantu,” kata Hendy.