KPU Berikan Santunan untuk Keluarga Penyelenggara Pemilu di Yogyakarta
Komisi Pemilihan Umum menyalurkan santunan bagi keluarga penyelenggara pemilu yang meninggal sewaktu bertugas di Daerah Istimewa Yogyakarta. Total santunan yang sudah diberikan sebesar Rp 360 juta.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum menyalurkan santunan bagi keluarga penyelenggara pemilu yang meninggal sewaktu bertugas di Daerah Istimewa Yogyakarta. Total santunan yang sudah diberikan sebesar Rp 360 juta.
Santunan itu diberikan langsung kepada para ahli waris oleh Ketua KPU Republik Indonesia Arief Budiman di Kantor KPU DIY, Yogyakarta, Sabtu (20/7/2019).
”Tentu uang ini bukan untuk menggantikan penyelenggara yang meninggal. Ini untuk membantu para ahli waris. Mungkin, ini menjadi bantuan finansial kepada mereka yang ditinggalkan,” ujar Arief.
Uang ini bukan untuk menggantikan penyelenggara yang meninggal. Ini untuk membantu para ahli waris. Mungkin, ini menjadi bantuan finansial kepada mereka yang ditinggalkan.
Ketua KPU DIY Hamdan Kurniawan menuturkan, total ada sebanyak 15 petugas atau penyelenggara pemilu yang meninggal selama pelaksanaan pemilu. Santunan sudah disalurkan kepada 10 ahli waris dengan nilai sebesar Rp 36 juta bagi setiap ahli waris. Masih ada lima ahli waris lainnya yang sedang dalam proses verifikasi.
”Ini bagian dari pemberian santunan yang secara bertahap sudah dilakukan beberapa waktu yang lalu. Juni lalu, tiga orang sudah diberikan lebih dahulu. Pada kesempatan kali ini, ada tujuh ahli waris yang menerima santunan,” kata Hamdan.
Arief menyatakan, secara nasional, sudah ada sekitar 160 ahli waris dari petugas yang meninggal sudah diberikan santunan. Terdapat sekitar 540 ahli waris lainnya yang sedang diverifikasi KPU. Pemberian santunan sudah dilakukan di semua provinsi. ”Memang masih belum 100 persen,” ujarnya.
Mia Amelia (28), salah satu ahli waris, mengatakan telah menerima santunan itu sejak awal Juni. Ia bersyukur ada santunan yang diberikan kepada keluarganya. Bantuan itu menunjukkan perhatian negara kepada warganya yang ikut serta membantu penyelenggaraan pemilu.
”Dinilai dari jumlah nominalnya memang tidak sebanding dengan adanya keluarga kami yang meninggal karena bertugas sewaktu pemilu. Namun, kami dari keluarga mengapresiasi santunan ini. Ini menunjukkan penghargaan bagi kami,” kata Mia.
Sementara itu, Arief mengungkapkan, pemilu yang sudah berlangsung itu diselenggarakan dengan mekanisme yang baru. Ada energi yang lebih banyak terkuras dibandingkan penyelenggaraan pemilu sebelum-sebelumnya. Ia pun belum bisa menentukan apakah mekanisme tersebut akan dipertahankan pada pemilu selanjutnya. Hal itu karena tahapan Pemilu 2019 belum sepenuhnya rampung. Masih ada penetapan pemenang dan penyelesaian sengketa pemilu yang belum dilakukan.
Arief melanjutkan, evaluasi atas penyelenggaraan Pemilu 2019 baru bisa dilakukan setelah seluruh tahapan pemilu kali ini sudah dilalui semuanya. Fenomena atas banyaknya petugas pemilu yang meninggal dalam tugasnya itu harus dievaluasi secara mendalam.
Dalam evaluasi nanti, Arief menyampaikan, pihaknya juga telah menerima hasil kajian dari Universitas Gadjah Mada tentang fenomena tersebut. Menurut kajian itu, petugas yang meninggal itu disebabkan tekanan psikologis dan sakit yang sudah diderita sebelum penyelenggaraan pemilu. Sistem pemilu bukan penyebab tunggal.
”Fenomena seperti ini mari kita lihat banyak hal untuk dievaluasi. Mulai sistemnya, orang per orang yang menjadi penyelenggara, dan lain sebagainya. Mudah-mudahan kita bisa menemukan formula yang baik sehingga kejadian semacam ini bisa diminimalkan,” kata Arief.