Kemarau panjang mengakibatkan volume air di tiga waduk di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, rata-rata turun lebih dari 50 persen dibandingkan kondisi normal. Namun, demi memenuhi kebutuhan sektor pertanian, air waduk yang seharusnya digunakan untuk mengamankan konstruksi bangunan dialirkan ke daerah irigasi.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
MADIUN, KOMPAS — Kemarau panjang mengakibatkan volume air di tiga waduk di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, rata-rata turun lebih dari 50 persen dibandingkan kondisi normal. Namun, demi memenuhi kebutuhan sektor pertanian, air waduk yang seharusnya digunakan untuk mengamankan konstruksi bangunan dialirkan ke daerah irigasi.
Berdasarkan Data Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Madiun, volume air di Waduk Saradan tersisa 1,2 juta kubik atau sekitar 50 persen dari normalnya 2,4 juta kubik. Volume air di Waduk Dawuhan tersisa 1,9 juta kubik atau sekitar 37 persen dari normalnya 5,1 juta kubik.
Sementara itu, volume air di Waduk Notopuro tersisa 724.600 kubik atau sekitar 29 persen dari normalnya 2,4 juta kubik. Volume air yang tersisa itu seharusnya tidak boleh dikeluarkan karena akan membahayakan keamanan konstruksi waduk.
”Demi memenuhi kebutuhan sektor pertanian, air waduk tetap dialirkan ke daerah irigasi (DI) melalui jaringan irigasi teknis. Pengaliran air itu diatur dan diawasi,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Bidang Pengairan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Madiun Maskur Yatim, Kamis (18/7/2019).
Maskur mengatakan, dari luas lahan baku sawah di Kabupaten Madiun sebanyak 30.000 hektar, tidak semua memiliki akses terhadap jaringan irigasi teknis. Ada sawah yang jaringan irigasinya nonteknis dan sawah tadah hujan. Sawah yang memiliki jaringan irigasi teknis masih teraliri air dari waduk meski debitnya berkurang.
Waduk Notopuro diandalkan mengairi 2.433 hektar lahan pertanian, Waduk Saradan mengairi 990 hektar, dan Waduk Dawuhan mengairi 1.273 hektar. Akibat berkurangnya volume air waduk, debit air yang dialirkan menurun. Sebagai gambaran, debit air dari Waduk Dawuhan kini tinggal 150 liter per detik, padahal normalnya 200 liter per detik.
Itu pun pengaliran air mempertimbangkan efisiensi pemanfaatan. Pada saat kondisi sawah sebagian besar sudah panen, air yang dialirkan akan dikurangi karena disesuaikan dengan kebutuhan tanaman berdiri (standing crop) yang jumlahnya tinggal sedikit.
Maskur mengatakan, untuk musim tanam berikutnya petani diharapkan mematuhi pola tanam padi-padi-palawija. Artinya, mayoritas atau 75 persen petani diharapkan menanam palawija yang tidak memerlukan banyak air dalam masa pertumbuhannya. Hal itu untuk mencegah gagal panen.
Demi memenuhi kebutuhan sektor pertanian, air waduk tetap dialirkan ke daerah irigasi (DI) melalui jaringan irigasi teknis. Pengaliran air itu diatur dan diawasi.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan pengairan di sektor pertanian, Dinas PUPR Kabupaten Madiun juga mengoperasikan sumur dalam. Sumur dalam diharapkan mampu menghasilkan air yang bisa digunakan menyubstitusi suplai air dari waduk. Selain itu, pengoperasian sumur dalam juga bisa mengurangi eksploitasi terhadap sumber air permukaan.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Kabupaten Madiun Suharno mengatakan, kebutuhan air dalam jumlah besar akan terjadi pada akhir Juli dan awal Agustus karena pada saat itu petani memulai musim tanamnya secara serentak. Dia berharap pemerintah segera menuntaskan pembangunan sumber air baru, yakni Embung Kresek, untuk menambah suplai air bagi petani meskipun volumenya kecil.
”Pemerintah idealnya membangun waduk bukan embung karena daya tampungnya sangat kecil sehingga jangkauan irigasinya pun kurang maksimal, yakni sekitar 100 hektar,” ujar Suharno.