Cakupan kesehatan universal sebagai bagian dari pembangunan nasional di bidang kesehatan di Jawa Timur belum optimal. Hal itu tecermin dari jumlah kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat di Jatim yang jauh lebih rendah dibandingkan jumlah kepesertaan secara nasional.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI
Bupati Sidoarjo Saiful Ilah pada acara sosialisasi JKN-KIS di Sidoarjo, Rabu (10/7/2019).
SIDOARJO, KOMPAS — Cakupan kesehatan universal sebagai bagian dari pembangunan nasional di bidang kesehatan di Jawa Timur belum optimal. Hal itu tecermin dari jumlah kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat di Jatim yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan jumlah kepesertaan secara nasional.
Berdasarkan data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Kantor Wilayah Jatim, dari 40,3 juta jiwa penduduk, yang terdaftar sebagai peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) sebanyak 28,7 juta jiwa atau sebesar 72 persen. Jumlah kepesertaan di Jatim masih di bawah jumlah kepesertaan JKN-KIS secara nasional yang menembus 88 persen atau sekitar 222 juta peserta.
Pertumbuhan jumlah kepesertaan selama semester pertama 2019 hanya tumbuh 9,2 persen. Dari 38 kabupaten dan kota di Jatim, baru tiga kabupaten yang telah mencapai target cakupan kesehatan universal, yakni Kota Mojokerto, Kota Madiun, dan Kota Pasuruan. Ada tiga daerah dengan cakupan kepesertaan paling rendah karena berada di kisaran 60 persen, yakni Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Pacitan.
BPJS terus berupaya meningkatkan cakupan kesehatan universal dengan menambah jumlah kepesertaan. Upaya yang dilakukan adalah melibatkan pemerintah daerah serta seluruh pihak yang menjadi pemangku kepentingan.
Menghambat akses
Deputi Direksi BPJS Kesehatan Kantor Wilayah Jatim Handaryo mengatakan, belum optimalnya cakupan kesehatan universal menghambat akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai. Pelayanan kesehatan berperan penting dalam meningkatkan derajat kesehatan warga.
”BPJS terus berupaya meningkatkan cakupan kesehatan universal dengan menambah jumlah kepesertaan. Upaya yang dilakukan adalah melibatkan pemerintah daerah serta seluruh pihak yang menjadi pemangku kepentingan,” ujar Handaryo di sela acara Sosialisasi kepada Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat di Sidoarjo, Rabu (10/7/2019).
Berkaca pada tiga kota di Jatim yang telah memenuhi target cakupan kesehatan universal, pemerintah daerah memiliki kewenangan melakukan intervensi meningkatkan kepesertaan program JKN-KIS melalui anggaran yang dikelola. Di Kota Madiun, pemda menjamin kepesertaan JKN-KIS terhadap seluruh warganya dengan fasilitas layanan kelas 3.
”Bagi masyarakat yang menolak fasilitas layanan kelas 3 karena menghendaki fasilitas layanan kelas 2 atau kelas 1, mereka bisa keluar dari kepesertaan dan mendaftarkan diri secara mandiri,” kata Handaryo.
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI
Deputi Direksi BPJS Kesehatan Kanwil Jatim Handaryo pada acara sosialisasi JKN-KIS di Sidoarjo, Rabu (10/7/2019).
Untuk mengintervensi kepesertaan JKN-KIS, pemda memerlukan dana yang bersumber dari APBD. Apabila tidak cukup sumber dana, pemda diharapkan berupaya merangkul pihak swasta agar menyisihkan dana program tanggung jawab sosialnya. Minimal program tanggung jawab sosial itu untuk membantu iuran kepesertaan masyarakat di sekitar lokasi perusahaan.
Selain pemda, dalam kerangka memperluas cakupan kepesertaan terutama untuk peserta JKN Mandiri, BPJS Jatim juga berupaya merangkul tokoh masyarakat dan tokoh agama. Para tokoh ini berperan menjembatani upaya sosialisasi manfaat JKN kepada masyarakat agar mereka tertarik menjadi peserta mandiri.
Implementasi peraturan
Handaryo mengatakan, peningkatan kepesertaan JKN-KIS sebenarnya bisa didorong melalui implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif kepada Pemberi Kerja selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran dalam Penyelenggara Jaminan Sosial.
Sanksi administrasi yang dimaksud terkait dengan layanan publik. Handaryo mencontohkan, masyarakat yang ingin mendapatkan surat nikah disyaratkan memiliki JKN-KIS. Dengan memiliki jaminan kesehatan, ibu hamil dan ibu melahirkan bisa mengakses layanan kesehatan dengan baik. Manfaat lain, angka kematian ibu melahirkan dan bayi baru lahir bisa diturunkan.
Akan dikaji kebijakan yang sesuai dengan kewenangan pemda. Pada prinsipnya, semua masyarakat harus memiliki akses terhadap layanan kesehatan.
Namun, untuk mengimplementasikan peraturan pemerintah itu, perlu sinergi dengan institusi terkait sebagai regulator, contohnya Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan. Contoh layanan publik lainnya yang bisa disinergikan dengan JKN-KIS adalah pengurusan surat izin mengemudi (SIM). Regulasinya tetap harus dari pusat, yakni Kepolisian Negara RI atau bahkan memerlukan perubahan peraturan perundangan sebagai payung hukum.
Bupati Sidoarjo Saiful Ilah mendukung upaya peningkatan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional. Data BPJS, jumlah kepesertaan di Sidoarjo mencapai 87 persen dan yang perlu ditingkatkan adalah program kepesertaan mandiri.
”Akan dikaji kebijakan yang sesuai dengan kewenangan pemda. Pada prinsipnya, semua masyarakat harus memiliki akses terhadap layanan kesehatan,” ucap Saiful.