Dua Calon Jemaah Haji Gagal Berangkat karena Hamil Muda
Dua dari 455 calon haji kelompok terbang 1 asal Nusa Tenggara Barat gagal berangkat. Dari hasil pemeriksaan medis, keduanya diketahui tengah hamil.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·2 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Dua dari 455 calon haji kelompok terbang 1 asal Nusa Tenggara Barat gagal berangkat. Dari hasil pemeriksaan medis, keduanya diketahui tengah hamil.
”Betul, ada dua calon jemaah yang tidak diberangkatkan karena hamil muda,” ujar Ali Fikri, Kepala Bidang Haji dan Umrah di Kantor Kementerian Agama Nusa Tenggara Barat, seusai acara pemberangkatan haji di Asrama Haji NTB, Sabtu (6/7/2019) malam.
Calon haji itu akan diberangkatkan dari embarkasi Lombok Bandara Internasional Lombok, Minggu (7/7/2019) dini hari, menuju Madinah, Arab Saudi. Kedua calon haji yang gagal berangkat itu adalah Emawati, warga Desa Sembalun Bumbung, yang hamil tujuh minggu. Sementara seorang lainnya adalah Marhanah, warga Dusun Dasan Re, Desa Kalijaga, yang hamil di luar kandungan.
Akan tetapi, meski kali ini gagal terbang, kedua calon haji itu bisa mendapat jatah tahun depan. Keduanya bahkan tidak harus mengurus lagi persyaratan administrasinya dari awal. Dengan demikian, jemaah haji kloter pertama yang diberangkatkan hanya 453 orang, ditambah lima petugas kloter.
NTB dalam musim haji 2019 mendapat kuota jemaah haji sebanyak 4.476 orang. Jumlah itu belum termasuk kuota tambahan sebanyak 398 orang, ditambah Tim Pemandu Haji Daerah sebanyak 38 orang, sehingga total yang diberangkatkan dari embarkasi Lombok 4.912 orang. Jemaah haji terbagi dalam 11 kloter dengan tiap kloter terdiri atas 450-455 orang, masing-masing didampingi petugas kloter.
Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Teknologi Kesehatan dan Hubungan Global dr Slamet mengatakan, calon haji yang hamil bisa diberangkatkan asalkan usia kehamilannya di atas 14 minggu atau sebelum 26 minggu dan sudah mendapat vaksin meningitis.
”Di luar dari ketentuan itu, tidak boleh berangkat. Tujuannya, demi kebaikan jemaah karena rawan keguguran akibat kelelahan atau faktor lain,” lanjutnya.
Larangan terbang itu harus diterapkan karena sangat berisiko bagi kehamilan. Berada di ketinggian 30.000 meter di atas permukaan laut, kadar oksigen sangat rendah. Selain itu, getaran atau guncangan pesawat berisiko terjadinya kontraksi dan pendarahan yang berakibat keguguran. Apalagi perjalanan dari Lombok ke Madinah memakan waktu 10-11 jam.
Perihal cuaca dan ancaman penyakit di Mekkah, Slamet mengatakan, sepanjang pantauan, selama ini tidak ada penyakit yang mewabah. Jemaah pun sudah divaksinasi meski perlu diantisipasi agar mereka tidak kontak dengan hal-hal yang bisa menimbulkan penyakit.
Alasannya, Mekkah dan Madinah akan didatangi sekitar 2 juta orang jemaah dari berbagai belahan dunia dan suhu di sana 44-50 derajat celsius. Kondisi itu memiliki risiko tinggi terhadap penularan penyakit.