Pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung pada triwulan I-2019 tercatat lebih rendah daripada triwulan IV-2018. Untuk itu, kinerja ekspor perlu ditingkatkan guna mengantisipasi defisit neraca perdagangan sambil mengendalikan impor migas.
Oleh
VINA OKTAVIA
·2 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung pada triwulan I-2019 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV-2018. Untuk itu, kinerja ekspor perlu ditingkatkan guna mengantisipasi defisit neraca perdagangan sambil mengendalikan impor migas.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) Lampung, pertumbuhan ekonomi provinsi tersebut secara tahunan pada triwulan I-2019 sebesar 5,18 persen. Angka itu lebih rendah daripada triwulan IV-2018 sebesar 5,38 persen. Akan tetapi, angka itu lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional triwulan I-2019 sebesar 5,07 persen.
Kepala Seksi Statistik Niaga dan Jasa Badan Pusat Statistik Lampung Nasrullah Arsyad, Rabu (26/6/2019), menuturkan, pada Mei 2019, neraca perdagangan Lampung tercatat defisit sebesar 227,49 juta dollar AS. Kondisi itu dipicu tingginya impor minyak dan gas. Selain itu, ekspor sejumlah komoditas unggulan Lampung seperti kopi juga menurun.
Menurut Nasrullah, kondisi neraca perdagangan tersebut perlu diperbaiki karena dapat berpengaruh terdapat pertumbuhan ekonomi di Lampung selama 2019.
Sementara itu, Kepala Kantor Perwakilan BI Lampung Budiharto Setyawan saat konferensi pers terkait kondisi perekonomian Lampung, Kamis, di Bandar Lampung, memaparkan, di seluruh Sumatera, pertumbuhan ekonomi Lampung menempati peringkat ketiga di antara provinsi lain.
Pertumbuhan ekonomi Lampung pada sisi penawaran didorong peningkatan lapangan kerja pada sektor industri pengolahan, perdagangan, reparasi, serta konstruksi. Sementara dari sisi pengeluaran, ditopang konsumsi rumah tangga dan perlambatan ekspor.
Memasuki triwulan II, BI Lampung memprediksi, ekonomi Lampung akan tetap tumbuh berkisar 5,1 persen-5,5 persen. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II juga diprediksi akan lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya. Sejumlah faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi antara lain konsumsi masyarakat yang tinggi selama Ramadhan, hari raya Idul Fitri, serta libur sekolah.
Selain itu, investasi di sektor konstruksi juga diprediksi akan menopang pertumbuhan ekonomi seiring dengan berlanjutnya pembangunan infrastruktur strategis. ”Produksi pertanian, khususnya tanaman pangan, dan membaiknya produksi perkebunan juga diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Lampung,” kata Budiharto.
Meski begitu, pemerintah dinilai mesti menjaga risiko inflasi. Salah satunya dengan menjaga stok sejumlah komoditas pangan, seperti beras, bawang merah, bawang putih, dan cabai merah, sehingga tidak memicu kenaikan harga. Faktor lain yang berpotensi memicu inflasi adalah biaya pendidikan pada masa ajaran baru.