Ratusan Pekerja Seks Dibekali Keterampilan dan Modal Usaha
Ratusan pekerja seks komersial terancam kehilangan mata pencarian akibat rencana penutupan dua tempat lokalisasi di Kota Semarang, Jateng. Untuk itu, pekerja seks komersial di dua tempat tersebut akan dibekali pelatihan keterampilan dan uang tali asih sebagai modal usaha. Hal itu bisa menjadi salah satu solusi agar para pekerja seks komersial tidak kembali ke bisnis prostitusi.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Ratusan pekerja seks komersial terancam kehilangan mata pencarian akibat rencana penutupan dua lokalisasi di Kota Semarang, Jawa Tengah. Untuk itu, PSK di dua tempat tersebut akan dibekali pelatihan keterampilan dan uang tali asih sebagai modal usaha. Hal itu bisa menjadi salah satu solusi agar para PSK tidak kembali ke bisnis prostitusi.
Pemerintah Kota Semarang menargetkan, lokalisasi Sunan Kuning di Kelurahan Kalibanteng, Semarang Barat dan lokalisasi Gambilangu di Kelurahan Rowosari, Kecamatan Tugu, ditutup pada Agustus mendatang. Penutupan dua tempat lokalisasi ini direncanakan sejak 2017 lalu sebagai tindak lanjut dari target Indonesia bebas lokalisasi.
Beberapa upaya untuk membekali para pekerja seks komersial (PSK), seperti pelatihan keterampilan dan pembinaan, dilakukan sejak dua tahun lalu. Pelatihan keterampilan yang hingga kini sudah diikuti oleh ratusan pekerja seks komersial tersebut antara lain pelatihan tata boga, tata rias, ataupun menjahit.
Pelatihan itu ditujukan untuk membekali para pekerja seks komersial sebelum dirinya kembali ke masyarakat. Ini adalah bagian dari upaya pengentasan yang kami lakukan.
”Pelatihan itu ditujukan untuk membekali para PSK sebelum dirinya kembali ke masyarakat. Ini adalah bagian dari upaya pengentasan yang kami lakukan,” kata Kepala Dinas Sosial Kota Semarang Muthohar di Semarang, Selasa (25/6/2019).
Menurut Muthohar, hingga saat ini ada sekitar 470 PSK dari dua tempat lokalisasi yang akan dientaskan dari prostitusi. Setelah selesai mengikuti pelatihan keterampilan, para PSK akan diberi uang tali asih yang bisa digunakan untuk ongkos kembali ke rumah masing-masing dan untuk modal usaha.
Selama ini, tak hanya PSK yang menggantungkan hidupnya dari kedua tempat lokalisasi tersebut, melainkan juga warga sekitar. Kebanyakan warga di kawasan lokalisasi tersebut membuka usaha, seperti warung, tempat indekos, jasa pencucian, jasa ojek, dan salon. Ditutupnya tempat lokalisasi akan secara langsung berdampak pada pendapatan mereka.
Ditemui seusai pertemuan dengan Pemerintah Kota Semarang pasda Selasa siang di gedung pertemuan RW 006 Kelurahan Mangkang Kulon, Kecamatan Tugu, Koordinator Lokalisasi Gambilangu Karningsih mengatakan, mayoritas warga di Mangkang Kulon akan kehilangan pemasukan jika lokalisasi ditutup.
Menurut Karningsih, ada sekitar 93 tempat karaoke, 5 tempat usaha pencucian, dan belasan tukang ojek di Gambilangu. Perputaran uang di lokalisasi Gambilangu sekitar Rp 100 juta per malam.
”Mematikan lokalisasi artinya sama saja dengan mematikan perekonomian masyarakat sekitar. Kami berharap nasib masyarakat sekitar juga dipertimbangkan,” katanya.
Kondisi serupa dikeluhkan masyarakat di sekitar lokalisasi Sunan Kuning. Sebab, perputaran uang di Sunan Kuning mencapai Rp 200 juta per malam.
Mematikan lokalisasi artinya sama saja dengan mematikan perekonomian masyarakat sekitar. Kami berharap nasib masyarakat sekitar juga dipertimbangkan
Ditata
Dihubungi secara terpisah, Selasa malam, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan, bekas tempat lokalisasi akan ditata menjadi kampung tematik ramah anak. Hal itu diwujudkan dengan pembuatan taman bermain dan perbaikan infrastruktur di daerah tersebut.
Konsep kampung tematik tersebut, menurut Hendrar, akan melibatkan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah sehingga masyarakat tidak perlu khawatir akan kehilangan pemasukan.
”Kami akan berikan pelatihan dan bantuan kredit usaha. Masyarakat sekitar bisa lebih mandiri dari sisi ekonomi,” kata Hendrar.
Pada 1998, dua tempat lokalisasi ini pernah menutup diri. Para pekerja seks dipulangkan ke rumah mereka dengan masing-masing dan diberi tali asih sebesar Rp 150.000 per orang. Namun, sekitar tahun 2000, para pekerja seks tersebut kembali ke tempat lokalisasi tersebut, dan daerah itu kembali menjadi tempat lokalisasi.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Semarang Fajar Purwoto memastikan, pihaknya akan bekerja sama dengan kepolisian dan perangkat desa untuk melakukan pengawasan. Patroli juga akan terus dilakukan untuk menjaga kawasan relokasi yang telah ditutup kondusif dan tidak kembali digunakan sebagai tempat lokalisasi.