Kasus Pembunuhan dan Mutilasi di Malang Direkonstruksi Ulang
SS (46), tersangka pembunuhan dan pelaku mutilasi terhadap seorang perempuan di Pasar Besar Malang, Jawa Timur, pertengahan Mei 2019, pada Selasa (18/6/2019) menjalani rekonstruksi ulang di tempat kejadian perkara. Sebanyak 38 adegan diperagakan. Hal itu merupakan bagian dari koordinasi dan sinkronisasi pemahaman kasus antara polisi dan jaksa penuntut umum.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — SS (46), tersangka pembunuhan dan pelaku mutilasi terhadap seorang perempuan di Pasar Besar Malang, Jawa Timur, pertengahan Mei 2019, pada Selasa (18/6/2019) menjalani rekonstruksi ulang di tempat kejadian perkara. Sebanyak 38 adegan diperagakan. Hal itu merupakan bagian dari koordinasi dan sinkronisasi pemahaman kasus antara polisi dan jaksa penuntut umum.
Dengan tangan terikat, SS memperagakan 38 adegan, mulai dari mengajak korban Mrs X datang ke lantai dua Pasar Besar Malang, membunuh, memutilasi, dan membuang potongan tubuhnya di beberapa lokasi. Selama proses rekonstruksi, SS terlihat diam. Ia memperagakan seluruh gerak sebagaimana perintah dari penyidik.
Tampak SS memperagakan berjalan naik ke lantai dua pasar bersama Mrs X, naik tangga ke pojok lantai 3 pasar yang dijadikannya tempat tinggal, melemparkan potongan tangan dan kaki korban dari lantai 3 ke lantai 2, dan menyeret serta membawa tubuh korban ke kamar mandi di lantai dua. Selain di Pasar Besar Malang, rekonstruksi juga dilakukan di sekitar kelenteng tempat pertemuan SS dengan korban Mrs X.
Dalam rekonstruksi tersebut, penyidik kepolisian didampingi jaksa penuntut umum, pengacara tersangka, dan aparat lain.
Rekonstruksi ulang itu mengundang banyak penonton, mulai dari orang dewasa hingga anak-anak. Bahkan, saat kendaraan tahanan membawa SS berlalu meninggalkan pasar, serombongan anak kecil berteriak-teriak memaki SS.
”Ini rekonstruksi untuk menggambarkan kesesuaian fakta yang disampaikan tersangka dalam BAP dengan kenyataan di lapangan. Ini reka ulang dari awal pelaku berinteraksi dengan korban hingga menghabisi nyawa korban, dan memutilasinya,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Malang Kota Ajun Komisaris Komang Yogi.
Meyakinkan jaksa
Komang Yogi menjelaskan bahwa rekonstruksi ulang itu dilakukan untuk meyakinkan jaksa penuntut bahwa perbuatan tersangka memenuhi unsur dan alat bukti sebagaimana BAP. ”Ini secara garis besar meyakinkan kepada jaksa mengenai perbuatan tersangka yang memenuhi unsur dan alat bukti yang sudah diberkas oleh penyidik,” katanya.
Dimas Adji Wibowo, jaksa penuntut umum kasus tersebut, mengatakan bahwa kegiatan rekonstruksi ulang dilakukan sebagai upaya sinkronisasi sebelum pelimpahan berkas tahap 2. Pelimpahan berkas tahap 1 sudah dilakukan pada Juni 2019.
Ini rekonstruksi untuk menggambarkan kesesuaian fakta yang disampaikan tersangka dalam BAP dengan kenyataan di lapangan. Ini reka ulang dari awal pelaku berinteraksi dengan korban hingga menghabisi nyawa korban, dan memutilasinya. (Komang Yogi, Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Malang Kota Ajun Komisaris)
”Ini untuk mengetahui apakah memenuhi unsur yang disangkakan kepada tersangka. Apabila alat bukti cukup, akan segera kami limpahkan ke pengadilan untuk menjalani sidang. Setelah ini, tersangka masih akan menjalani masa penahanan 30 hari,” kata Dimas.
Kuasa hukum SS, Indra Herrinarno, mengatakan bahwa ia akan menyerahkan proses hukum dan melihat fakta di persidangan seperti apa. ”Yang terpenting tetap harus pegang asas praduga tak bersalah sebelum ada ketetapan hukum pengadilan,” katanya.
Kasus pembunuhan dan mutilasi di Pasar Besar Malang terungkap pada 14 Mei lalu. Saat itu, pedagang menemukan enam potongan tubuh korban yang dimasukkan dalam kantong plastik di lantai 2 pasar yang sejak lama kosong. Potongan tubuh itu ditemukan tersebar di beberapa lokasi, tetapi saling berdekatan. Mereka memeriksa karena mencium bau tidak sedap yang menyengat.
Yang terpenting tetap harus pegang asas praduga tak bersalah sebelum ada ketetapan hukum pengadilan. (Indra Herrinarno, kuasa hukum SS)
Sehari setelah temuan potongan tubuh itu, polisi menangkap pelaku, yaitu SS. SS merupakan gelandangan asal Jodipan, Kota Malang, dan biasa tinggal berpindah-pindah tempat tidur. Semula, SS mengesankan bahwa tindakan mutilasi itu dilakukan pada saat ia terganggu ingatannya. Namun, berdasarkan bantuan ahli forensik dan psikolog, polisi berhasil menyimpulkan bahwa pembunuhan dan mutilasi dilakukan SS dengan sadar atau sehat.
Hingga kini, identitas korban pembunuhan pun belum diketahui. ”Identitas korban hingga kini belum diketahui. Kami kesulitan mengambil sidik jari karena telah terjadi mumifikasi pada jari tangan sehingga sangat keras. Pada Lebaran kemarin, ada dua keluarga yang melapor mengaku kehilangan keluarganya dan menduganya sebagai korban Mrs X, korban mutilasi. Namun, setelah diteliti lebih lanjut, ternyata bukan,” tutur Komang Yogi, menambahkan.