Acara pelepasan lampion yang kerap dilakukan dalam rangkaian perayaan Waisak, disarankan untuk tidak lagi dilakukan di kawasan Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Selain karena berisiko merusak batuan dan mengotori bangunan candi, lampion juga membahayakan lingkungan serta infrastruktur di sekitar kawasan bersejarah tersebut.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Kepala BKB Tri Hartono
MAGELANG, KOMPAS - Acara pelepasan lampion yang kerap dilakukan dalam rangkaian perayaan Waisak, disarankan untuk tidak lagi dilakukan di kawasan Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Selain karena berisiko merusak batuan dan mengotori bangunan candi, lampion juga membahayakan lingkungan serta infrastruktur di sekitar kawasan bersejarah tersebut.
Demikian diungkapkan Kepala Balai Konservasi Borobudur Tri Hartono, saat ditemui di sela-sela acara peringatakan 106 Tahun Hari Purbakala di Kantor Balai Konservasi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jumat (14/6/2019).
Tahun ini, pelepasan lampion dilakukan pada Sabtu (18/5) malam. Jumlah lampion yang dilepaskan oleh umat Buddha dan tamu undangan yang hadir mencapai sekitar 3.000 buah.
Bahaya ataupun dampak buruk lampion, menurut dia, terlihat dari acara pelepasan lampion dalam perayaan Waisak, dua tahun terakhir. Tahun 2018, ada lampion yang masih menyala dengan api di dalamnya, dan jatuh membakar salah satu rumah warga di Kecamatan Borobudur. Ketika itu, sejumlah lampion yang api di dalamnya sudah mati, jatuh dan mengotori bangunan candi. Namun, saat itu, tidak terpantau jelas jumlah lampion yang jatuh.
Tahun 2019, 11 lampion diketahui jatuh di bangunan Candi Borobudur. Sekalipun tidak merusak karena jatuh dalam kondisi api sudah mati, lampion-lampion tersebut tetap mengotori bangunan candi.
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Pelepasan lampion di acara perayaan Waisak di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Mei lalu
Sebagian lampion yang masih menyala juga jatuh dan mengenai kabel-kabel listrik di sekitar kawasan candi. Hal itu menyebabkan aliran listrik bagi sebagian pelanggan PLN, mati selama delapan jam.
“Dengan mempertimbangkan dampak kerusakan tersebut, PLN pun merekomendasikan agar pelepasan lampion tidak lagi dilakukan dalam perayaan Waisak,” ujarnya.
Dampak yang ditimbulkan pada bangunan candi dan keluhan dari PLN, menurut Tri, sudah disampaikan melalui surat ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam surat tersebut, Tri mengatakan, BKB juga merekomendasikan adanya larangan pelepasan lampion. Namun, keputusan menyangkut hal tersebut, nantinya akan ditetapkan dari pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
General Manager Taman Wisata Candi Borobudur I Gusti Putu Ngurah Sedana, mengatakan, keluhan PLN tentang dampak buruk lampion, sudah mulai diterimanya sejak perayaan Waisak tahun lalu. Dia pun sudah mencoba mengantisipasi dengan memberitahukan hal ini kepada pihak panitia penyelenggara acara. Namun, usulan untuk tidak melakukan pelepasan lampion ditolak karena umat menganggap hal itu sebagai bagian dari ritual Waisak.
Namun, usulan untuk tidak melakukan pelepasan lampion ditolak karena umat menganggap hal itu sebagai bagian dari ritual Waisak.
Mengingat dampak kerusakan tersebut, Putu mengatakan, ke depan, pihaknya akan membatasi kegiatan pelepasan lampion. Selain membatasi dari segi jumlah, pembatasan lampion di tahun depan, nantinya cukup dilakukan di satu tempat yakni di zona I saja.
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Pelepasan lampion di acara perayaan Waisak di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Mei lalu
“Jika memang sekadar ingin melaksanakannya sebagai bagian dari ritual Waisak, maka nantinya jumlah lampion yang dilepaskan cukup 50 lampion saja,” ujarnya. Pelepasan lampion pun, menurut dia, cukup dilakukan oleh kalangan terbatas seperti kelompok bhiksu saja.
Tidak hanya di bangunan candi, pelepasan lampion juga berdampak di kawasan zona II Candi Borobudur. Putu mengatakan, ada sekitar 30 lampion yang jatuh dan mengotori halaman serta pelataran candi. Sebagian di antaranya jatuh dan menempel di ranting serta bagian atas pohon, sehingga petugas untuk membersihkannya.