Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu menetapkan status tanggap darurat setelah bencana banjir melanda sejumlah kecamatan di kabupaten tersebut sejak Sabtu lalu. Hingga Senin (10/6/2019), tujuh kecamatan masih terendam banjir.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·2 menit baca
BATULICIN, KOMPAS – Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, menetapkan status tanggap darurat setelah bencana banjir melanda sejumlah kecamatan di kabupaten tersebut sejak Sabtu lalu. Hingga Senin (10/6/2019), tujuh kecamatan masih terendam banjir.
Tujuh kecamatan yang masih terendam yaitu Batulicin, Satui, Sungai Loban, Karang Bintang, Kusan Hulu, Mantewe, dan Kuranji. Ketinggian air di sejumlah daerah itu rata-rata masih sekitar 50 sentimeter (cm).
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tanah Bumbu Eryanto Rais, saat dihubungi dari Banjarmasin, Senin sore, mengatakan, status tanggap darurat ditetapkan Bupati Tanah Bumbu Sudian Noor sejak Senin untuk masa waktu 14 hari.
”Status tanggap darurat ditetapkan karena sebagian warga harus mengungsi. Dengan penetapan tanggap darurat ini, semua korban banjir diharapkan bisa ditangani secara lebih optimal,” ujarnya.
Hingga Senin sore, sebanyak 96 warga korban banjir dari Desa Sinar Bulan, Satui masih mengungsi di gedung SMP Negeri 4 Satui. Untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum warga yang mengungsi, Dinas Sosial Kabupaten Tanah Bumbu bersama Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Selatan membuka posko dapur umum.
Dari hasil pendataan sementara yang dilakukan BPBD Kalsel, banjir di Tanah Bumbu berdampak pada lebih dari 5.000 warga. Banjir juga merendam lahan pertanian yang sudah ditanami padi ataupun jagung seluas 686,5 hektar.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel Kisworo Dwi Cahyono menyatakan, banjir yang melanda Tanah Bumbu dan daerah lain di Kalsel bukan hanya karena faktor curah hujan yang tinggi. ”Banjir terjadi karena daya dukung dan daya tampung lingkungan sudah rusak,” ujarnya.
Menurut Kisworo, Kalsel saat ini mengalami darurat tata ruang dan darurat bencana ekologis. Itu karena separuh wilayah Kalsel sudah dibebani izin tambang (33 persen) dan kelapa sawit (17 persen). ”Khusus untuk Tanah Bumbu, 78 persen wilayahnya sudah dibebani izin tambang dan sawit. Jangan heran kalau Tanah Bumbu sering banjir,” katanya.
Untuk mencegah agar banjir dan bencana ekologis lain tidak terus terjadi, Walhi Kalsel mendesak agar pemerintah segera mengevaluasi perizinan yang telah dikeluarkan serta merehabilitasi tutupan hutan dan lahan yang rusak. Selain itu, pemerintah juga harus memulihkan fungsi sungai dan drainase dari hulu sampai ke hilir serta memberikan sanksi tegas kepada perusak lingkungan.