Menjelang puncak mudik Lebaran, hujan lebat dan gelombang tinggi membayangi Sulawesi Tenggara. Semua pihak dituntut lebih waspada dan memperhatikan segala aspek agar menjamin keselamatan di laut ataupun potensi bencana alam di darat.
Oleh
SAIFUL RIJAL
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Menjelang puncak mudik Lebaran, curah hujan lebat dan gelombang tinggi membayangi wilayah Sulawesi Tenggara. Semua pihak dituntut untuk lebih waspada dan memperhatikan segala aspek agar menjamin keselamatan di laut ataupun potensi bencana alam di darat.
Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Kendari BMKG Ramlan menjelaskan, semua pihak perlu mewaspadai kondisi cuaca tiga hari ke depan. Sebab, kondisi cuaca bisa saja bertambah ekstrem dengan curah hujan yang meningkat dan gelombang laut juga tinggi.
”Apalagi, tiga hari ke depan itu adalah puncak pasang air laut. Dikhawatirkan ketika curah hujan tinggi akan bertemu puncak pasang dan menyebabkan banjir, juga gelombang tinggi. Bulan Mei dan Juni memang merupakan puncak musim hujan selama 30 tahun terakhir,” ucap Ramlan, Senin (27/5/2019).
Selama sepekan terakhir, lanjut Ramlan, hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi turun merata di wilayah Sulawesi Tenggara. Berdasarkan pantauan pada Minggu, 26 Mei, curah hujan di Kota Kendari 89,2 milimeter (lebat), meningkat dari hari sebelumnya yang hanya 12,5 mm. Peningkatan curah hujan juga terjadi di beberapa wilayah lain dan diperkirakan terus terjadi.
Bulan Mei dan Juni memang merupakan puncak musim hujan selama 30 tahun terakhir.
Kondisi cuaca seperti ini, ujar Ramlan, terjadi karena tingkat penguapan dan pertumbuhan awan hujan cukup tinggi di wilayah Sultra. Akibatnya, hujan dengan intensitas tinggi dalam waktu yang lama terus terjadi.
Selain curah hujan tinggi, Ramlan melanjutkan, gelombang tinggi juga menjadi hal yang patut diwaspadai. Gelombang setinggi 1,25 meter hingga 2,5 meter berpotensi terjadi di perairan Bau-Bau, Kendari, hingga Teluk Tolo.
Sementara itu, gelombang dalam kategori berbahaya, 2,5-4 meter, berpotensi terjadi di perairan Wakatobi dan Laut Banda bagian timur Sultra.
”Itu perlu diperhatikan bahaya untuk transportasi laut. Ada kemungkinan gelombang maksimal itu 4 meter. Memang kemungkinannya kecil, tetapi perlu diwaspadai. Apalagi gelombang juga dipengaruhi cuaca buruk. Bisa di tengah laut terjadi awan kumulonimbus yang tidak terpantau,” tutur Ramlan.
Bahaya gelombang tinggi dan cuaca buruk memang menjadi perhatian utama jalur transportasi laut. Terlebih, di musim mudik Lebaran 2019 ini, perjalanan melalui jalur laut diprediksi meningkat hingga 20 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Siap berangkat
Di Pelabuhan Rakyat Kendari, beberapa kapal siap berangkat ke sejumlah pulau di wilayah Sultra. Kapal-kapal kayu dengan kapasitas sekitar 100 penumpang ini terlihat baru terisi setengah, tetapi dengan bawaan barang yang melimpah.
Herwan (47), salah satu nakhoda kapal, menuturkan, puncak mudik penumpang diperkirakan beberapa hari lagi. Saat ini ia membawa lebih banyak barang daripada penumpang. Sejumlah karung hingga motor diangkut ke dalam kapal.
”Kalau cuaca begini, sudah biasa. Mudah-mudahan gelombang tidak tinggi nanti saat berlayar,” ucapnya.
Hujan deras baru reda beberapa saat lalu dan awan hitam masih menggantung di langit. Hanya tidak terlihat ada pengecekan kapal atau pemonitoran alat keselamatan dari pihak terkait sebelum kapal berangkat.
Kepala Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Kendari Benyamin Ginting mengizinkan kapal berangkat jika gelombang terpantau di bawah 2 meter. Jika gelombang lebih dari 2 meter, pihaknya menyarankan untuk menunda pelayaran.
”Kami berpatokan dari laporan cuaca BMKG. Makanya kami lihat juga tujuan kapal itu ke mana. Kalau yang jarak dekat seperti Raha atau Konawe Kepulauan, kami izinkan karena tidak semua rute potensi gelombang tinggi. Kalau ke Wakatobi atau ke Bau-Bau, biasanya kami tunda dengan alasan mengutamakan keselamatan,” ucap Benyamin.
Kapal diizinkan berangkat jika gelombang terpantau di bawah 2 meter. Jika gelombang lebih dari 2 meter, kapal disarankan untuk menunda pelayaran.
Sejauh ini, lanjutnya, kondisi cuaca masih memungkinkan untuk melakukan pelayaran. Oleh karena itu, belum ada pelayaran yang ditunda. Jika terjadi perubahan cuaca ekstrem, penundaan pelayaran kemungkinan besar terjadi.
”Kita harus waspadai gelombang tinggi. Selain itu, kesiapan keselamatan pelayaran juga menjadi faktor utama, seperti ketersediaan pelampung,” ujar Benyamin.
Banjir
Kondisi cuaca di wilayah Sultra memang terus diguyur hujan dengan intensitas tinggi. Situasi ini membuat beberapa wilayah terendam banjir. Sejumlah lokasi di wilayah Konawe Selatan terendam air dengan ketinggian bervariasi akibat hujan yang terus turun.
Belum ada bantuan pemerintah yang turun. Informasi juga susah karena jaringan hilang-hilang. Tapi sekarang sudah reda hujan. Semoga tidak hujan lagi biar banjirnya tidak tambah parah.
Hal yang sama terjadi di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan. Bambang, warga desa Lansilowo, Wawonii Utara, menyebutkan, air mulai menggenangi desa jelang siang. Sekitar 25 rumah warga di desa terendam air dengan ketinggian hingga sekitar 50 sentimeter.
”Hujannya memang deras sekali dari kemarin. Air mulai naik sejak pagi dan terus merendam kampung,” ucap Bambang, dihubungi dari Kendari.
Tidak hanya rumah warga, tambah Bambang, jalur yang menghubungkan Lansilowo dengan Tombahoni juga tidak bisa dilalui pengendara. Jalur tersebut memang rendah dan sering terendam air saat hujan turun.
”Belum ada bantuan pemerintah yang turun. Informasi juga susah karena jaringan hilang-hilang. Tapi sekarang sudah reda hujan. Semoga tidak hujan lagi biar banjirnya tidak tambah parah,” ucapnya.