Selama empat tahun berturut-turut Provinsi Nusa Tenggara Timur mendapat opini penilaian wajar tanpa pengecuaian dalam pengelolaan keuangan negara terhitung sejak 2015-2018. Meski demikian, BPK mencatat tiga hal yang perlu mendapat perhatian pemprov dan DPRD untuk diperbaiki ke depan. Opini WTP tidak berarti dalam pengelolaan keuangan negara, pejabat negara setempat tidak terlibat kasus korupsi.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Selama empat tahun berturut-turut Provinsi Nusa Tenggara Timur mendapat opini penilaian wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam pengelolaan keuangan negara terhitung sejak 2015-2018. Meski demikian, BPK mencatat tiga hal yang perlu mendapat perhatian pemprov dan DPRD untuk diperbaiki ke depan. Opini WTP tidak berarti dalam pengelolaan keuangan negara, pejabat negara setempat tidak terlibat kasus korupsi.
Demikian disampaikan Staf Ahli Bidang Manajemen Risiko Badan Pemeriksa Keuangan RI Bernadus Dwipa Perdana ketika menyerahkan laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintahan daerah tahun anggaran 2018 dalam Rapat Paripurna DPRD NTT di Kupang, Senin (27/5/2019).
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Pasal 17 Ayat 2 menyebutkan, laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan Pemda NTT, BPK harus menyerahkan LHP itu kepada DPRD dan pemda.
”Opini yang diberikan tahun ini adalah wajar tanpa pengecualian atau WTP. Dengan demikian, Pemprov NTT telah empat tahun berturut-turut mendapatkan opini WTP dari BPK, ini merupakan kebanggaan bersama,” kata Perdana.
Meski demikian, masih terdapat beberapa catatan yang perlu ditindaklanjuti DPRD NTT dan pemprov. Penatausahaan aset personel, sarana dan prasarana, dan dokumen. Denda keterlambatan penyelesaian atas dua pekerjaan pada dinas pekerjaan umum masing-masing minimal Rp 2,56 miliar dan Rp 13,95 miliar. Kesalahan penganggaran belanja modal dan belanja barang senilai Rp 247,76 miliar.
Opini yang diberikan tahun ini adalah wajar tanpa pengecualian atau WTP. Dengan demikian, Pemprov NTT telah empat tahun berturut-turut mendapatkan opini WTP dari BPK, ini merupakan kebanggaan bersama.
Kesalahan itu, menurut BPK, tidak bersifat material atau tidak bertentangan dengan standar sistem pelaporan pengelolaan keuangan negara sehingga BPK memberikan opini WTP. Opini WTP tidak terkait dengan masalah hukum dalam pengelolaan keuangan negara.
Wajib ditindaklanjuti
BPK berharap beberapa catatan tersebut di atas dapat ditindaklanjuti pemprov dan DPRD NTT sekurang-kurangnya 60 hari setelah laporan hasil pemeriksaan diserahkan. Pihak DPRD, jika ingin mendapatkan informasi lebih jauh tentang hasil pemeriksaan keuangan daerah tahun 2018, dapat berkonsultasi dengan BPK perwakilan NTT.
”Pimpinan DPRD dengan fungsi pengawasan yang dimiliki dapat memanfaatkan informasi-informasi di atas dalam rangka membangun sistem pengelolaan keuangan negara (daerah) yang transparan dan akuntabel serta menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa,” ujarnya.
Selanjutnya, Perdana berharap hasil pemeriksaan keuangan negara oleh BPK tersebut dapat mendorong pemprov agar lebih transparan, akuntabel, efektif, dan efisien di kemudian hari dalam mengelola keuangan negara.
Ketua DPRD NTT Anwar Pua Geno sebelum memulai materi sambutan mengajak semua hadirin untuk menghening sejenak mengenang meninggalnya Bupati Ende Marselinus Petu, di Kupang, Minggu (26/5/2019) dini hari.
Pua Geno mengatakan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Keuangan Negara antara lain disebutkan, standar akuntabel pengelolaan keuangan negara merupakan upaya menciptakan transparansi dan akuntabel pengelolaan keuangan negara di setiap daerah.
Sesuai dengan fungsi DPRD sebagai penyusun perda, anggaran, dan pengawasan keuangan daerah, maka DPRD bekerja sama dengan pemprov terkait dengan tiga tugas utama tersebut. Menyangkut fungsi pengawasan, DPRD akan mempelajari poin-poin yang dicatat BPK untuk memerintahkan pemprov merealisasikan segera mungkin dalam rangka perbaikan pengelolaan keuangan negara ke depan.
Sejumlah daerah yang mendapatkan opini WTP, tetapi beberapa hari kemudian kepala daerah setempat ditangkap KPK, kepolisian, dan jaksa karena terlibat kasus korupsi. Opini WTP itu karena sistem pelaporan keuangan negara sesuai standar yang ditetapkan undang-undang. Ini menyangkut kesesuaian administrasi yang disyaratkan UU saja.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang John Tuba Helan mengatakan, opini WTP tidak berarti pejabat pengelola keuangan daerah tidak terlibat kasus korupsi. Tugas BPK hanya melakukan pemeriksaan atas laporan hasil pengelolaan keuangan negara oleh pemda.
”Sejumlah daerah yang mendapatkan opini WTP, tetapi beberapa hari kemudian kepala daerah setempat ditangkap KPK, kepolisian, dan jaksa karena terlibat kasus korupsi. Opini WTP itu karena sistem pelaporan keuangan negara sesuai standar yang ditetapkan undang-undang. Ini menyangkut kesesuaian administrasi yang disyaratkan UU saja,” kata Tuba Helan.