JAKARTA, KOMPAS —Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga bisa terus mengembangkan diri. Rumah sakit terapung itu tidak hanya memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat di pulau-pulau terpencil, tetapi juga bisa berfungsi menjadi socialpreneur dengan cara membawa barang kebutuhan warga.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyambut inovasi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dan Rumah Sakit Airlangga membangun RS Terapung Ksatria Airlangga. Sejak Oktober 2017, RS Terapung tersebut sudah beroperasi di 25 pulau dan melayani lebih dari 13.000 pasien, dengan lebih dari 1.770 pasien yang memerlukan tindakan operasi.
Rektor Universitas Airlangga Mohammad Nasih bersama Dekan Fakultas Kedokteran Unair Soetojo, Ketua Alumni Fakultas Kedokteran Unair Poejo Hartono, Direktur RS Terapung Ksatria Airlangga dr Agus Harianto, dan Pengawas Yayasan Ksatria Medika Airlangga Gadis Meinar Sari menyampaikan perkembangan RS Terapung kepada Wapres Kalla di Kantor Wapres, Selasa (21/5/2019).
”Rumah sakit terapung ini inovasi yang sangat baik. Jangkauan layanan kesehatan menjadi lebih luas dan masyarakat pedalaman akan merasa mendapat perhatian dari tim medis,” kata Wapres.
Namun, untuk memenuhi biaya layanan kesehatan, menurut Wapres Kalla, kapal rumah sakit ini bisa membawa barang-barang kebutuhan warga setempat, tidak hanya obat-obatan. Dengan demikian, kapal rumah sakit ini mirip kapal orang Bugis yang membawa barang dagangan.
Misi sosial
Dengan demikian, semua kebutuhan masyarakat bisa dipenuhi. Sejauh ini, kata Nasih, misi RS Terapung memang misi sosial. Para dokter dan tenaga medis yang bekerja dari RS Terapung memberikan layanan kesehatan mulai pemeriksaan kesehatan dasar sampai spesialis, operasi mayor dan minor. Bahkan, sosialisasi kesehatan masyarakat, perilaku hidup bersih, dan lingkungan hidup.
Ketika terjadi bencana, seperti ketika gempa Lombok, wilayah Palu dan sekitarnya, RS Terapung ini segera mendekat dan melayani warga korban bencana. Program pemulihan trauma bencana dilakukan. Bahkan, di Palu, tambah Nasih, tim juga membantu para nelayan yang kehilangan perahu untuk memiliki kembali alat kerjanya.
Menurut Agus, banyak masalah kesehatan di masyarakat tidak terurus. Sebab, warga di pulau-pulau terpencil ini tidak punya akses pada dokter spesialis ataupun rumah sakit.
”Tidak semua masyarakat bisa mengakses rumah sakit. Kalau puskesmas, ada tetapi tidak semua bisa menyelesaikan masalah,” kata dr Agus.
Oleh karena itu, sepanjang Oktober 2017 sampai April 2019 dari 13.257 pasien yang ditangani RS Terapung, lebih dari 90 persen adalah pasien dokter spesialis. Adapun layanan spesialis yang paling banyak diberikan adalah spesialis bedah, mata, telinga hidung tenggorokan dan kulit kelamin (THT-KL), serta spesialis kandungan. (INA)