Santunan Dimanfaatkan untuk Biaya Pendidikan dan Modal Usaha
Ahli waris korban meninggal saat gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi di Sulawesi Tengah mulai menerima dana santunan yang dikucurkan pemerintah. Dana itu digunakan untuk berbagai keperluan ahli waris, mulai dari biaya pendidikan anak hingga modal usaha.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
SIGI, KOMPAS — Ahli waris korban meninggal saat gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi di Sulawesi Tengah mulai menerima dana santunan yang dikucurkan pemerintah. Dana itu digunakan untuk berbagai keperluan ahli waris, mulai dari biaya pendidikan anak hingga modal usaha.
Sofianti (33), salah seorang dari sembilan ahli waris yang mewakili ahli waris lainnya, menerima penyerahan santunan itu di Desa Kotapulu, Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi, Sulteng, Jumat (10/5/2019). Ia berhak mendapatkan santunan Rp 15 juta atas kematian suaminya saat likuefaksi di Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, 28 September 2019. Saat itu, suaminya sedang mengerjakan rumah orang.
”Saya akan pakai uang ini untuk biaya pendidikan anak sulung saya. Saya tidak tahu sampai ke jenjang apa. Setidaknya ada harapan pasti untuk biaya sekolah,” ujar Sofianti, asal Desa Kapiroe, Kecamatan Palolo, saat ditanya penggunaan uang santunan.
Delapan bulan pascabencana, pemerintah akhirnya menyalurkan dana santunan untuk korban meninggal yang besarnya Rp 15 juta per jiwa. Penyaluran dana melalui sejumlah bank. Ahli waris menerima buku tabungan yang berisi nominal uang santunan.
Saya akan pakai uang ini untuk biaya pendidikan anak sulung saya. Saya tidak tahu sampai ke jenjang apa. Setidaknya ada harapan pasti untuk biaya sekolah. (Sofianti)
Penyaluran tahap pertama untuk 1.906 korban meninggal dari total 4.800 korban meninggal akibat gempa, tsunami, dan likuefaksi di Kabupaten Sigi, Donggala, Parigi Moutong, dan Kota Palu. Untuk ahli waris lainnya, dana disalurkan setelah diverifikasi oleh tim dari Kementerian Sosial.
Anak sulung Sofianti saat ini duduk di kelas VIII sekolah menengah pertama. Satu anaknya lagi masih di tingkat sekolah dasar, satu lainnya balita.
Menyambi
Sofianti menuturkan, suaminya sering bilang anak-anak harus sekolah. Ia menyambi tukang bangunan untuk menambah pendapatan keluarga, termasuk untuk kebutuhan pendidikan anak sulung mereka. ”Saya berusaha untuk memenuhi keinginan almarhum suami saya,” katanya. Keluarga Sofianti mengolah 0,5 hektar sawah warisan orangtua di Palolo.
Asniati (48), ahli waris penerima santunan lainnya, akan menggunakan uang itu untuk modal usaha. Selama ini, dia beternak ayam kampung dalam jumlah sedikit. ”Dengan uang ini, modal bisa bertambah. Semoga usaha semakin berkembang. Ini cara kami untuk mengenang anak kami yang meninggal,” ujarnya. Anak bungsunya meninggal disapu tsunami di Teluk Palu.
Direktur Perlindungan Sosial Bencana Alam Kementerian Sosial Margo Wiyono, yang menyerahkan santunan, berharap dana itu meringankan duka ahli waris bersama keluarganya. Santunan duka korban meninggal akibat bencana alam merupakan hak ahli waris yang diamatkan peraturan.
Dengan uang ini, modal bisa bertambah. Semoga usaha semakin berkembang. Ini cara kami untuk mengenang anak kami yang meninggal. (Asniati)
Ia mengakui penyaluran dana memang lamban. Namun, kelambanan itu lebih karena proses yang harus dilalui, seperti verifikasi data baik korban maupun ahli waris, agar santunan tepat sasar. ”Kami tak ingin terjadi masalah saat penyaluran dana. Ini bagian dari akuntabilitas dan transparansi,” katanya.
Terkait dengan pencairan tahap selanjutnya, Margo belum bisa memastikan waktunya. Pencairan tergantung cepat atau lambatnya hasil verifikasi. Tim sedang bekerja untuk memastikan data korban dan ahli warisnya.