Proyek pembangunan jalan tol yang menghubungkan Kota Pekanbaru dengan Dumai di Provinsi Riau akan melewati beberapa wilayah jelajah satwa gajah sumatera. BBKSDA Riau dan PT Hutama Karya, sebagai pelaksana pembangunan jalan tol, belum menemukan kata sepakat terkait solusi masalah ini.
Oleh
SYAHNAN RANGKUTI
·4 menit baca
KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI
Sekumpulan gajah liar yang ditemukan di ekosistem Suaka Margasatwa Balai Raja, Duri, Bengkalis, Riau, pada November 2017. Gajah-gajah itu mengembara dari kebun sawit ke kebun sawit warga yang merupakan lahan perambahan SM Balai Raja.
PEKANBARU, KOMPAS — Proyek pembangunan jalan tol yang menghubungkan Kota Pekanbaru dengan Dumai di Provinsi Riau akan melewati beberapa wilayah jelajah satwa gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus). Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau dan PT Hutama Karya, sebagai pelaksana pembangunan jalan tol, belum menemukan kata sepakat terkait solusi masalah ini.
”Sampai sekarang belum ada pembicaraan antara kami dan PT Hutama Karya. Saya ingin menagih komitmen mereka untuk menunjukkan desain terkait lintasan satwa. Kami berharap, jalur lintasan gajah tidak diganggu. Kami inginnya jalan tol dibangun underpass (bawah tanah),” tutur Kepala Balai Besar Sumber Daya Alam Riau Suharyono, yang dihubungi di Pekanbaru, Jumat (3/5/2019).
Menurut dia, dengan bangunan di bawah tanah, habitat gajah menjadi tidak terganggu. Kendaraan melintas tanpa dilihat satwa. ”Tidak mungkin gajah melintas di atas pakai flyover. Semestinya mobil berjalan di bawah. Itu harapan kami,” ujar Suharyono.
Menurut dia, Jalan Tol Pekanbaru-Dumai, yang melintasi wilayah Kabupaten Siak dan Kabupaten Bengkalis, akan melewati sedikitnya empat lintasan gajah. Jumlah gajah terbesar berada di wilayah Duri, Kecamatan Mandau, Bengkalis. Diperkirakan jumlah gajah yang beredar di hutan dan perkebunan kelapa sawit yang merambah hutan habitat gajah masih tersisa 25 ekor.
KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI
Pembangunan Jalan Tol Pekanbaru-Dumai terus dikerjakan. Pada Selasa (30/4/2019), area interchange Minas sudah dimulai dengan pemasangan tiang pancang.
Secara terpisah, Yanuar WN dari Humas PT Hutama Karya Proyek Pembangunan Jalan Tol Pekanbaru sepakat, pembangunan jalan tol tidak mengganggu lintasan gajah.
”Saya dengar masalah ini masih dikonsultasikan dengan pihak kementerian (Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Tapi saya kurang paham persoalannya. Namun, secara teknis, kalau jalan tol dibuat underpass, rasanya sulit karena pembangunan jalan sudah dilaksanakan. Mengubah satu bagian jalan dapat mengubah keseluruhan rencana,” kata Yanuar.
Arus mudik
Sementara itu, proses pembangunan Jalan Tol Pekanbaru-Dumai mengalami kendala, terutama pembebasan lahan yang berlarut-larut. Akibatnya, pada tahun ini, belum ada ruas jalan tol itu yang dapat dipakai untuk membantu arus mudik Lebaran 2019.
Menurut Yanuar, hambatan terbesar pembangunan adalah tumpang tindih kepemilikan lahan yang diokupasi warga di tanah konsesi perusahaan tambang PT Chevron dan kawasan hutan.
Di kawasan Minas, yang direncanakan menjadi simpang susun (interchange) atau pintu keluar dan masuk di Kecamatan Minas, masih terdapat sengketa puluhan warga yang menduduki areal konsesi pertambangan PT Chevron. Sengketa itu menyebabkan 150 meter alur tol di ujung seksi I belum dapat dikerjakan.
KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI
Jalur Tol Pekanbaru-Dumai nantinya melalui banyak perkebunan kelapa sawit. Selasa (30/4/2019), ruas seksi I yang menghubungkan Kota Pekanbaru dengan Minas sudah hampir selesai dikerjakan.
Di seksi II, ruas Minas-Kandis Selatan, terdapat pula areal hutan konsesi PT Arara Abadi yang dirambah masyarakat. Di seksi IV ruas Kandis Utara-Duri Selatan, puluhan warga mengokupasi lahan PT Chevron sepanjang 2 kilometer. Sementara di seksi V, ruas Duri Selatan-Duri Utara, ada kawasan hutan yang dirambah warga sepanjang 7 kilometer.
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Riau Lukman Hakim mengatakan masih mengupayakan pembebasan lahan negara yang diokupasi masyarakat di areal pembangunan Jalan Tol Pekanbaru-Dumai. Berbagai pendekatan sudah dilakukan, tetapi belum ada titik temu penyelesaian masalah.
”Kami sudah melakukan rapat penyelesaian sengketa lahan tol dengan jaksa pengacara negara. Pada dasarnya, tanah negara yang diokupasi warga tidak boleh diganti rugi,” kata Lukman.
”Kami sudah bersedia mengganti rugi tanam tumbuh di areal okupasi masyarakat. Namun, karena tidak ada kesepakatan, kami bawa persoalan ke pengadilan untuk proses konsinyasi. Kalau pengadilan menyatakan warga benar, nanti dibayarkan (ganti rugi),” lanjut Lukman.
Kompas/Syahnan Rangkuti
Musyawarah penentuan harga ganti rugi tanah warga yang terkena pembangunan Jalan Tol Pekanbaru-Dumai, di Kantor Camat Minas pada Rabu (20/9/2017).
Akibat sengketa lahan itu, pengamatan Kompas di lapangan pada akhir April 2019 memperlihatkan pekerjaan ruas tol di seksi I Pekanbaru-Minas (Kabupaten Siak) sepanjang 9,5 kilometer belum selesai. Padahal, seksi I merupakan ruas pertama yang dibangun sejak akhir Desember 2016 atau sudah dikerjakan selama 2,5 tahun.
Menurut Yanuar, pembangunan di seksi I memang terlambat karena berbagai persoalan. Namun, keterlambatan bukan hanya disebabkan sengketa tanah di jalur interchange, melainkan juga kendala teknis pemindahan pipa gas PT Chevron yang berada tepat di alur persimpangan jalan tol dengan jalan nasional Pekanbaru-Dumai.
”Progres pekerjaan di seksi I masih 54 persen. Sisa pekerjaan adalah pemindahan pipa PT Chevron dan pembebasan lahan di interchange Minas. Kalau dua pekerjaan itu selesai, seksi I dapat selesai akhir tahun ini,” ucap Yanuar.
KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI
Jalan Tol Pekanbaru-Dumai secara teknis sudah dimulai pada akhir Desember 2019. Dua alat berat berada di lokasi titik nol jalan tol di Kelurahan Muara Fajar, Pekanbaru. Jalan tol diperkirakan selesai pada 2019.